BAB 16:

1.3K 230 11
                                    

Saga kesulitan tidur. Dia sudah mematikan lampu, menaruh ponselnya di atas nakas, merebahkan diri, dan memejamkan mata. Tapi, dia tetap kesulitan tidur.

Adalah ciuman singkat dari Sahna yang membuatnya gelisah. Sejak tadi, Sahna sudah tertidur. Berkali-kali, Saga memanggil perempuan itu, tetapi tidak ada sahutan. Pun ketika Sahna berbalik menghadap ke arahnya, perempuan itu benar-benar tertidur.

Saga bangun, kemudian melihat ke arah Sahna. Dia tersenyum. "Bisa-bisanya tidur setelah bikin aku seperti ini?" lirih Saga. Dia menarik napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkannya. Lelaki itu menurunkan kakinya, kemudian berjalan ke arah pintu. Di luar, Saga menuju dapur. Dia membuka lemari es, mengambil botol air mineral, lalu menuangkannya ke gelas yang ada di meja dapur.

Selesai minum, Saga menarik kursi dan duduk. Dia menundukkan kepalanya, tersenyum, kemudian mendesah.

Pernikahannya dengan Sahna sudah berjalan cukup lama meskipun mereka masih terbilang pengantin baru. Namun, Saga baru merasakan bibir Sahna, itupun tidak lama. Saga benar-benar belum merasakan tubuh Sahna seutuhnya. Tapi, walaupun ciuman itu singkat, ciuman itu benar-benar membuatnya bahagia.

"Apa besok minta lagi, ya?" lirihnya. "Atau langsung saja?" Saga mendesah. Dia tidak tahu bahwa menikah Sahna harus sesulit ini. Tapi, melihat Sahna seperti itu, dia juga lega. Lega karena dia adalah laki-laki pertama yang dicium Sahna.

"Kenapa kamu lucu sekali, sih?" lagi-lagi, Saga bermonolog. Saga mendorong kursinya, kemudian melakukan peregangan ringan. Dia menggerakkan tubuh ke kanan dan ke kiri. Lompat-lompat beberapa kali, kemudian berlari mengelilingi ruangan beberapa detik. Setelah puas, Saga mengambil air mineralnya lagi dan meminumnya.

Saga kembali ke kamar dan berbaring di sisi Sahna. Malam itu, dia melihat wajah Sahna lagi dan lagi. Di bawah remang lampu malam, Saga melihat bibir Sahna. Dia tidak menyangka bahwa pada akhirnya Sahna akan menerimanya.

"Kamu benar-benar bisa tidur nyenyak, ya?"

Lelaki itu menarik tubuh Sahna agar lebih dekat dengannya, kemudian dia mendekap tubuh istrinya itu.

***

Sahna membuka matanya. Hal pertama yang dilihatnya adalah lengan Saga. Perempuan itu terbangun dengan bersandar di lengan Saga. Sebenarnya, hal ini sering terjadi. Wajar saja karena mereka tidur satu ranjang.

Yang membuat berbeda adalah ciuman semalam. Beruntung Sahna dilahirkan menjadi perempuan yang mudah tidur, tidak terganggu dengan hal-hal lain. Ketika dia mengantuk, maka dia akan tidur begitu saja. Bahkan, termasuk ciuman pertamanya kemarin malam. Mengingat hal itu, Sahna langsung memegang bibirnya.

Sahna memejamkan matanya, dia memaki dirinya sendiri karena tidak bisa mengontrol diri. Dia tiba-tiba saja mencium Saga. Hanya saja, melihat wajah Saga semalam membuatnya terusik. Terlebih lagi, ketika Sahna mengetahui fakta siapa yang berkirim pesan dengan suaminya semalam.

Sahna merasa dia tidak mau Saga fokus ke perempuan lain meskipun itu adalah pegawai Saga.

Apakah Sahna sudah menerima Saga dan dia memiliki perasaan pada suaminya itu? Sahna belum tahu.

Sahna menarik napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkannya. Hal yang harus dia pikirkan hari ini adalah bagaimana menghadapi Saga nanti. Membayangkannya saja, Sahna sudah malu.

Nggak apa-apa, kami sudah menikah. Itu wajar, batinnya.

Maka, Sahna menggerakkan tubuhnya secara perlahan. Seperti biasa, dia akan pergi ke tukang sayur dekat rumah, kemudian menyiapkan sarapan untuk mereka dan keperluan Saga lainnya.

Sahna sibuk dengan bahan-bahan makanannya pagi itu. Setelah selesai membuat sarapan, Sahna menyiapkan kemeja dan celana untuk dipakai Saga hari itu. Dia juga membersihkan kamar mandi dan mengisi air kamar mandi sampai penuh. Sampai akhirnya, Sahna berdiri di sisi ranjang, hendak membangunkan Saga.

Sahna membasahi bibirnya sendiri. Dia kembali ingat mengenai kejadian semalam. Sahna meyakinkan diri sendiri bahwa itu hal biasa dan memang itu yang diinginkan Saga.

Dan mungkin, itu juga keinginannya.

Ah, untuk mengakui itu saja Sahna sudah malu.

Sahna melihat jam di dinding. Sudah waktunya membangunkan suaminya.

"Mas, sudah pagi," kata Sahna. Dia mengulangi kalimatnya, sampai akhirnya dia melihat Saga membuka mata. "Sudah pagi."

"Hem ... ya ..." sahut Saga.

Setelah melihat suaminya sudah membuka mata dan duduk di tepi ranjang, Sahna segera keluar kamar.

***

Sahna sedang membawa piring-piring berisi makanan ketika Saga berjalan ke arah meja makan.

Saga melihat istrinya itu, memperhatikan setiap gerakannya. Istrinya itu masih mengenakan kaus lengan panjang dan celana panjang. Pakaian yang sering dipakai oleh Sahna apabila di rumah. Saga kembali teringat dengan ciuman singkat semalam. Seperti mimpi, tetapi memang itu terjadi.

Saga menarik kursi dan duduk. Dia melihat Sahna mengambil piring dan mengisinya dengan nasi, lalu meletakkan piring itu di hadapan Saga. Setelah itu, Sahna menarik kursi dan duduk. Semua pergerakan itu membuat Saga tertarik, padahal setiap hari begitulah yang dilakukan istrinya.

"Selamat pagi," ucap Saga.

Sahna melihat ke arahnya. "Apa?"

"Kamu sejak tadi nggak lihat ke arahku," ucap Saga.

"Kan, lagi sibuk," jawab Sahna. Dia mengulum bibirnya. "Makan, Mas." Pinta Sahna. Dia berbicara dengan canggung. Saga menaikkan kedua alisnya dan tersenyum.

"Kemarin ..."

"Jangan bahas soal kemarin," potong Sahna dengan cepat.

Saga tertawa," Kenapa?"

"Mas ..." Sahna merajuk.

"Oke ... oke ..."

"Kita sarapan sekarang," kata Sahna lagi.

"Oke ... oke ..."

Seperti permintaan Sahna, Saga fokus memakan sarapannya.

Setelah selesai sarapan, Sahna bersiap diri untuk berangkat ke kampus. Seperti biasa, dia diantar oleh Saga. Selama perjalanan, Sahna melihat keluar jendela, sedangkan Saga bersiul sambil fokus ke jalan.

Sesampainya di kampus, Sahna menarik napas lega. Sejujurnya, dia merasa canggung di dekat Saga setelah apa yang dia lakukan semalam. Setelah mobil berhenti, Sahna segera membuka pintu mobil.

"Terima kasih, Mas Saga," ucap Sahna.

"Sah," panggil Saga.

Sahna yang hendak keluar, berhenti. "Ya?" dia melihat ke arah Saga.

Saga tersenyum. "Nanti aku jemput."

Sahna mengangguk. Lalu, dia keluar dari mobil.

Begitu mobil Saga tak terlihat, Sahna memejamkan matanya, menepuk kedua pipinya beberapa kali. "Astaga, Sahna! Apa yang kamu lakukan?"

Dia menarik napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkannya. Sahna tidak tahu bagaimana kehidupannya di masa depan, tetapi pagi ini dia merasa bahagia. Dia juga belum tahu apa bentuk perasaannya terhadap Saga. Tapi, yang jelas dia bahagia itu saja.

Sahna jadi ingat dengan pertanyaan Halil kemarin, apakah Sahna bahagia. Sahna menjawab sekenanya. Dan lihatlah sekarang, Sahna merasakan itu. Mungkin, jawaban yang diucapkannya kemarin adalah sebuah doa.

Perempuan itu berjalan perlahan ke salah satu gedung. Langkahnya begitu ringan seperti angin yang menerpa wajahnya perlahan. Di saat dia sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, seseorang memanggilnya.

"Sahna!"

Sahna menoleh. Dia adalah Halil. Lelaki itu berlari kecil ke arahnya. Kemudian, dia berhenti tepat di samping Sahna.

"Ya, Lil?"

"Nanti siang ada waktu?"

"Waktu? Kerja kelompok?"

Halil menggeleng. "Urusan pribadi. Penting."

Sahna tidak langsung menjawab.

"Bagaimana?"

"Oke."

***

Jodoh Untuk SahnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang