Bohong apabila dada Sahna tidak berdebar ketika Saga memeluknya. Sahna berpikir, debaran itu terjadi lantaran reaksi kimia karena dia memeluk lawan jenis. Reaksi tubuh alami ketika bersentuhan dengan lelaki. Sahna berkali-kali meyakinkan dirinya sendiri, itulah yang terjadi padanya. Tidak lebih.
Sahna menyangkal perasaannya, tanpa tahu alasannya.
Dia menelungkupkan kepalanya ke atas meja, begitu kelas terakhir berakhir. Sahna menarik napas lega, kemudian mengangkat kembali kepalanya. Saat itu, Halil sudah berdiri di depannya, melihat Sahna dengan kerutan di dahi.
"Kenapa?" tanya Halil.
Sedikit kaget, Sahna membetulkan letak rambutnya, lalu berkata, "Nggak apa-apa."
Kali ini Halil mengangkat kedua alisnya, menarik sedikit ujung bibirnya. Ekspresi itu, selalu Sahna lihat ketika Halil tidak percaya dengan ucapan Sahna.
"Ada apa?" tanya Sahna, mengalihkan perbincangan.
"Jangan lupa hari minggu besok, jam sepuluh, ya," kata Halil.
"Cie ... mau ke mana?" sahut Augi yang duduk di sebelah Sahna.
"Apa, sih, cie-cie. Mau kerjain tugas," ucap Sahna canggung.
"Oh ..."
"Oke, sampai jumpa," pamit Halil. Sahna hanya mengangguk.
"Sudah izin sama suami?" tanya Augi pada Sahna begitu Halil pergi.
Sahna menggeleng dengan muram. Dia kembali teringat kejadian semalam. Semestinya, itu momen yang tepat untuk meminta izin, tetapi Sahna lupa dan Saga melakukan itu semalam. Kini, dia harus kembali mencari momen yang pas untuk berbicara pada Saga.
"Kok, belum juga?" tanya Augi lagi.
"Lupa, Au," sahut Sahna asal.
Augi mendesah. "Kamu itu."
"Nanti malam deh."
"Kalau kesulitan, lewat pesan saja. Anggap saja baru dapat informasi harus kerja bareng hari ini," usul Augi. Mendengar usul Augi, mata Sahna membulat. Kenapa dia sama sekali tidak terlintas hal itu?
Mengirim pesan pada suami, walaupun sudah menikah bukanlah hal yang aneh. Dulu, ketika sahabat Sahna yang sudah menikah setelah lulus SMA bercerita padanya, Sahna merasa aneh. Kenapa dua orang yang sudah berada di atap yang sama, untuk komunikasi masih pakai pesan singkat? Temannya itu berkata dia tidak berani bilang secara langsung. Kini, ketika Sahna sudah menikah, dia mengerti.
Sahna juga tidak bisa bicara secara langsung.
Maka, dia segera mengambil ponselnya, kemudian mencari nama Saga di kotak masuk aplikasi perpesanan. Dia segera mengetik sesuatu di sana, baru beberapa kata, lalu ponselnya bergetar. Ada telepon masuk.
Dari Saga.
Sahna mendesah, kemudian mengangkat telepon itu.
"Mas sudah di kampus. Kamu di mana?"
Sahna melihat ke arah Augi yang menatapnya balik. Dia menggeleng, sebagai jawaban bahwa ide Augi tidak berhasil. Hari ini merupakan hari Jum'at, itu berarti sudah tidak ada kesempatan bagi Sahna untuk mengirim pesan pada Saga.
***
Awal menikah dengan Saga, Sahna hanya merasakan kesedihan luar biasa. Setiap hari dia menangis diam-diam ketika mandi pagi, ketika Saga belum bangun. Lalu, dia akan memasang wajah datar seharian di depan Saga. Sesekali, dia tersenyum dengan terpaksa. Dia mengerjakan segala urusan rumah, melayani Saga, lalu hatinya terasa kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Sahna
General FictionPernikahan itu tidak pernah diinginkan oleh Sahna. Dia masih terlalu muda untuk menikah. Sahna masih ingin kuliah dan bekerja untuk dirinya sendiri. Tapi, Sahna tidak bisa menolak keinginan kedua orang tua angkatnya. Mereka begitu baik padanya, mere...