Saga mematikan teleponnya usai berpamitan pada Sahna. Istrinya itu berkata padanya untuk hati-hati dan meminta untuk mengabarinya begitu sampai di hotel. Saga menarik satu sudut bibirnya. Dia merasa senang sekaligus perih. Senang karena Sahna begitu memperhatikannya ketika mereka jauh seperti sekarang dan sedikit sedih karena rindunya tak terbalas.
Namun, Saga cukup senang dengan perkembangan hubungannya dengan Sahna. Perempuan sudah mulai membuka dirinya, bahkan mereka sudah berciuman. Saga terkekeh. Mereka sudah menikah dan mereka baru berciuman. Gila.
Saga menyentuh bibirnya, kemudian memasukkan ponselnya ke saku celana. Dia berjalan ke arah parkir yang tersedia di rest area. Di sisi mobilnya, Revan berdiri sambil memainkan ponsel.
"Berangkat?" Tanya Revan. Saga mengangguk.
Revan adalah anak buah Pak Kontraktor, dia menggantikan dia ke Surabaya. Sedangkan Saga desainer utama di biro desainnya. Ada klien dari Surabaya yang menyewa jasa mereka. Saga tidak menolak karena orang tersebut cukup penting, sehingga dia tidak bisa melewatkannya.
Revan dan Saga masuk ke mobil, duduk, mengenakan sabuk pengaman, kemudian Revan menjalankan mobil.
"Pak Saga sepertinya sedang jatuh cinta, ya?" komentar Revan begitu mereka sudah di jalan utama. Dia mengendarai mobil dengan kecepatan standar. Jarinya bergerak di kemudi, seakan-akan sedang menikmati lagu. "Pantas, sih, pengantin baru."
"Dibilang baru juga, nggak baru-baru banget," balas Saga. Pernikahannya dengan Sahna hampir lima bulan. Selama itu juga, Saga menahan diri atas keinginan-keinginannya. Usianya sudah tidak muda lagi dan dia belum pernah berhubungan dengan perempuan. Maka, sejujurnya melihat Sahna setiap hari tidur di sisinya tanpa bisa disentuhnya, sebuah siksaan bagi Saga.
Saga masih ingat bagaimana dia mengatasi hal itu. Ketika dia sedang tinggi dan sulit ditahan, Saga diam-diam keluar kamar. Dia berjalan-jalan di dalam rumah, melakukan olahraga ringan sampai dia benar-benar kelelahan. Lalu, dia kembali ke kamar. Sampai sekarang, Saga masih melakukan hal yang sama.
Sebenarnya, Saga bisa saja memaksa Sahna. Dia bisa mencoba merayu perempuan itu. Misalnya, dia bisa memulainya dengan mencium Sahna seperti waktu itu. Tapi, Saga masih takut. Dia takut Sahna akan membencinya. Menahan keinginan dan godaan itu lebih baik daripada Sahna membencinya.
"Saya senang sekali melihat wajah Pak Saga berseri-seri. Jadi pengen nikah juga," tambah Revan.
Saga hanya tersenyum tipis. "Pernikahan nggak seindah kelihatannya, kok."
Saga melihat keluar jendela mobil. Di pekatnya malam, dia melihat cahaya lampu di kejauhan. Belum lama Saga menutup telepon, tetapi dia sudah ingin mendengar suara Sahna lagi.
Maka, dia mengirim pesan pada istrinya itu dengan sebuah foto pemandangan malam.
***
Begitu Sahna membuka pintu kamar, Augi sudah berdiri di depannya.
"Eh," Augi terkejut. "Baru mau manggil," katanya. "Anak-anak mau pulang."
"Oh, maaf," ucap Sahna. "Mas Saga telepon."
"Iya, tahu."
Sahna menghampiri teman-temannya di ruang tamu. Di sana terlihat Rindu dan Meyta yang sudah siap-siap untuk pulang.
"Sah, kita pulang ya ..." pamit Meyta. Dia mendekati Sahna, kemudian memeluknya sebentar.
"Hati-hati," balas Sahna. Lalu, Rindu juga memeluknya.
Sahna mengantar Rindu dan Meyta sampai teras, kemudian kembali ke ruang tamu. Di ruang tamu, Halil duduk dengan menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi. Matanya memejam, kemudian meluruskan tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Sahna
General FictionPernikahan itu tidak pernah diinginkan oleh Sahna. Dia masih terlalu muda untuk menikah. Sahna masih ingin kuliah dan bekerja untuk dirinya sendiri. Tapi, Sahna tidak bisa menolak keinginan kedua orang tua angkatnya. Mereka begitu baik padanya, mere...