Galatea POV
Astaga, apa yang baru saja kusaksikan tadi siang? Lucien mengabaikan Velma dan membuat gadis itu marah? Demi apa sosok Lucien yang bahkan rela melakukan apapun selama hal tersebut merupakan permintaan dari Velma?!
"Tak mungkin kalau karena aku yang membawa Lucien kemari jadi merusak alur utamanya kan?" getirku.
Kalian bertanya mengapa aku tampak panik? Ya bagaimana tidak panik, kalau alur cerita berubah maka otomatis aku tak dapat menebak lagi kemana arah alur akan berjalan, selain itu kalau para pemeran utama pria ini tidak jatuh ditangan pemeran utama wanita, lalu siapa yang akan mengurus mereka hah?
Aku?
TIDAK AKAN! NEVER!
Ceklek!
"Hey, kemana kau tad—"
"LUCIEN!"
"Y-Ya?"
"KENAPA KAU MELAKUKANNYA?"
"Melakukan apa?"
"ITU!"
"Hah?"
"Ah, sudahlah abaikan."
Tak mungkin aku dapat mengatakannya, hiks. Dia akan menganggapku gila kalau aku berkata 'MENGAPA KAU TIDAK MERESPON DIA PADAHAL KAU SEHARUSNYA JATUH CINTA PANDANGAN PERTAMA DENGANNYA!' Yap, tak mungkin aku mengatakannya.
"Aneh sekali kau ini," sinis Lucien. Dia berjalan memasuki kamarku dan duduk di kursi meja belajarku dengan santainya, padahal aku majikannya, cih. "Selain itu, kemana kau tadi? Kau berjanji akan menonton pertandingannya, lalu kenapa aku tidak melihatmu?"
"Aku melihatmu!" elakku cepat.
"Tapi sesudah pertandingan aku tak melihatmu tuh."
Aduh nak, sulit menjelaskannya. "Ya mungkin saja antara matamu kurang jeli atau aku ketutupan tembok, namun yang pasti aku berada di sana tadi dan menyaksikan semuanya," balasku.
Namun tampaknya semua perkataanku tersebut masih kurang sehingga Lucien malah melipat tangannya dan menatapku dengan tatapan angkuh. "Hm, buktikan."
Hadeh, aku heran kenapa diriku pernah menjadikan karakter keras kepala sepertimu menjadi karakter favoritku. "Baiklah, kau menang untuk yang kesebelas kalinya, kemudian setelah bertanding kau bertemu gadis dengan surai putih, setelahnya kau pergi dan gadis itu marah padamu. Puas?"
Lucien terdiam sejenak, dia tampak terkejut dengan kenyataan bahwa aku memang berada di sana heh, kau meremehkanku wahai Lucien. "Ah … ternyata kau memang berada di sana tadi, ya sudahlah kalau begitu."
Lucien hendak berdiri dari kursinya, namun aku segera menghadang pria itu dengan menarik tangannya dan menyuruhnya untuk duduk kembali di kursinya. "Tunggu sebentar, urusanku denganmu masih belum selesai."
"Apa?"
"Itu, setelah bertemu gadis tadi … apa kau tidak merasa apa-apa?" tanyaku yang dibalas dengan kerutan dahi darinya. "Uh, maksudku kan kita sudah cukup dekat nih, jadi kau bisa bercerita apapun padaku, seperti perasaan, cinta, kehidupan sehari-hari, da—"
"Sebentar-sebentar, sebenarnya kau ingin berbicara apa? Apa kau memiliki perasaan padaku?"
"HELL NO!" teriakku sontak.
Menyukainya? Tidak, bukan tidak mau tapi tidak akan berani! Menyukai satu saja kandidat pemeran utama dan mencoba merebutnya dari sang pemeran utama maka sama dengan mencari mati!
Sudah cukup dengan Galatea asli yang selalu ingin merebut apapun milik pemeran utama sehingga dia menjadi pemeran antagonis terbesar di dalam cerita, aku tidak ingin memiliki cerita yang seperti itu. "Tidak, hal itu mustahil terjadi Lucien. Yang kumaksud adalah siapa tahu kau butuh teman cerita maka aku dapat dengan senang hati mendengarkan semua ceritamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Hard To Be A Villain
Fantasy[Special Réincarnation Series] Aku terjebak di dalam tubuh pemeran penjahat dari cerita yang pernah kubaca sebelumnya. Tubuh seorang putri palsu yang akan menemukan akhir mengerikannya. Yap, kupikir hanya itu yang terjadi, karena itu selagi diriku...