Sudah menjadi asupan sehari-hari bagi Galatea untuk melihat sosok pria berambut kuning yang sedang asik membaca buku di meja belajar kamarnya. Bahkan William pun yang notabene selalu berada di kamar Galatea saja tak lagi merasa terganggu dengan keberadaan makhluk kuning itu.
"Sebenarnya kau itu kurang kerjaan kah?" tanya Galatea sambil memperhatikan Lucien yang sedang membaca buku.
Lucien pun mengalihkan pandangannya dan menatap Galatea yang sedang memperhatikannya dari atas ranjang. "Kan kau yang menyelamatkanku dulu, kau yang memungutku, kau yang memberiku makan, jadi apa kerjaanku kalau bukan menjagamu?"
Tapi kalau begini terus maka plot ceritamu tidak akan berjalan.
Lucien memang tidak terlalu banyak muncul di dalam novel jika dibandingkan dengan para pemeran utama pria lainnya, namun tokoh Lucien selalu saja muncul disaat Velma berada dalam bahaya. Tetapi, jika Lucien bahkan tidak pernah meninggalkan sisinya seperti ini maka kapan pria itu akan berkenalan dengan Velma atau bahkan dekat dengan Velma?
Galatea menghela nafas berat dan memijit pelan pelipisnya, cepat atau lambat akan muncul misi untuk dirinya yang harus membentuk momen bagi Lucien dan Velma.
"Hmm ... apa kau tahu Velma?" tanya Galatea yang mencoba memancing Lucien.
"Tahu, lalu?"
"Kau suka?"
Lucien mendelik ke arah Galatea dan menatap gadis itu cukup lama sebelum akhirnya ia menutup bukunya dan mengalihkan seluruh fokusnya kepada Galatea. "Hei, tidakkah belakangan ini kau cukup mencurigakan?" tanya Lucien tiba-tiba.
Galatea mengangkat sudut alis kanannya, pertanda kalau ia tak paham dengan apa yang sedang dibicarakan oleh Lucien.
Sementara itu, Lucien sekarang tampak berpikir. "Ah, apa jangan-jangan karena aku menyelamatkannya waktu itu?"
Galatea semakin mengerutkan dahinya.
"Tenang saja, aku tidak menyukainya, hanya berusaha melindungi nama baikmu. Jika waktu itu dia mati tenggelam maka kau akan sangat kesulitan untuk melindungi nama baikmu," jelas Lucien yang sama sekali tidak membuat Galatea merasa jelas.
"Kau berbicara apa sih?" heran Galatea.
"Kau menyukaiku kan?"
"NAJIS!"
____________
"Siapa yang membeli gulungan surat itu?"
Sebilah pisau tajam menyentuh permukaan kulit seorang pria yang tampak sangat ketakutan. Pria itu terus menerus menggelengkan kepalanya dalam ketakutan, bahkan seluruh tubuhnya dipenuhi oleh keringat dingin sekarang.
Iris merah darah itu menatap tajam dari balik tudung kepalanya. "Kau tak mengucapkan apapun maka selama tinggal pada nyawamu dan nyawa seluruh keluarga—"
"D-Dia memiliki tahi lalat di pipi kirinya!" jawab pria itu cepat. "D-Dia dari guild dan tampaknya guild tersebut cukup kecil, Tuan."
Calix, pria beriris merah itu tak peduli dan langsung menyayatkan pisaunya di leher pria pemilik pelelangan tersebut. "Informasi tidak penting," gumamnya yang kemudian membalikkan badan untuk pergi ke tempat lain.
Gelapnya malam membuat tidak banyak orang yang berkeliaran di jalanan. Namun satu hal yang tak diketahui oleh Calix, bahwa sedari tadi ada sepasang irus biru yang sedang memperhatikannya dari kejauhan.
Lucien mengerutkan dahinya, "Tuan muda keluarga Joex ini benar-benar sesuatu."
Setelah beberapa waktu Lucien diam di kegelapan, pria yang tadinya terbaring bersimpah darah di jalanan itu bangkit dan berjalan ke arah Lucien. "Terima kasih banyak atas bantuan Tuan, tanpa bantuan Tuan yang memberikan trik ini mungkin saya sudah tidak bernyawa lagi malam ini."
Lucien menganggukkan kepalanya dan menyuruh pria pemilik pelelangan itu pergi. Ia tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya lenyap dalam kegelapan dan kembali melanjutkan kegiatan membuntuti Calix secara diam-diam.
Kali ini Calix tampak berjalan menuju ke arah yang tidak asing bagi Lucien. Pria bersurai kuning yang sedang berdiri dengan kaki beralaskan udara itu pun mulai mengerutkan dahinya saat menyadari arah Calix saat ini, "Tidakkah dia sangat terang-terangan sekali saat ini?" gumam Lucien pelan.
Pasalnya, Calix saat ini sedang mengarah ke hutan belakang istana, dan Lucien paham sekali bahwa Calix tidak memiliki kepentingan mendesak untuk datang ke istana di malam hari dengan menggunakan jalur hutan.
Tak mau terlalu jauh dengan Calix, Lucien memutuskan untuk kembali menapak tanah dan berganti menggunakan kemampuan menghilangnya agar tidak terlihat oleh Calix. Ia memperhatikan sosok Calix yang mulai menatap ke sekelilingnya sebelum akhirnya berhenti di sebuah pohon besar.
"Kau disini?" panggil Calix.
Dan tanpa membutuhkan waktu lama, dari balik pohon raksasa tersebut tampak sosok bersiluet seperti wanita yang mengenakan jubah hitam dengan kain yang menutupi setengah wajahnya. Lucien tidak dapat melihat dengan jelas bagaimana ciri-ciri wanita itu karena jubah yang menutupi seluruh tubuh hingga kepala.
"Aku merindukanmu."
Satu kata tersebut membuat Lucien nyaris terjatuh dari posisi berdirinya, ia kira dirinya akan mendapatkan informasi yang luar biasa dari Calix, bukannya kisah percintaan menggelikan yang diawali dengan kata rindu.
Wanita itu mengangkat tangannya dan mengelus lembut kepala Calix. "Bagaimana kabarmu? Apa semuanya baik-baik saja?"
Entah mengapa Lucien merasa tak asing dengan suara wanita tersebut, ia seperti pernah mendengarnya di suatu tempat namun ia tidak ingat dimana itu.
"Kau tahu 'kan kalau Galatea masih hidup?"
_________________
Yuhuuu ... aslinya aku mau update kemarin, cuma karena kemarin harus keluar jadi ditunda sampe hari ini.
Btw gais, cerita ini akan mulai rutin update setiap hari sabtu yesh! Jadi no ghosting anymore~
Mungkin kalo draft cerita ini sudah 10+ chapter aku bakal mulai pertimbangin buat update 2-3 kali seminggu ehe, tapi untuk sekarang seminggu sekali dulu soalnya aku ada rencana mau ngetik draft cerita lain yang aku anggurin juga soalnya.
Soo sampai situ aja informasinya~
Jangan lupa bintang dan komennya ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Hard To Be A Villain
Fantasy[Special Réincarnation Series] Aku terjebak di dalam tubuh pemeran penjahat dari cerita yang pernah kubaca sebelumnya. Tubuh seorang putri palsu yang akan menemukan akhir mengerikannya. Yap, kupikir hanya itu yang terjadi, karena itu selagi diriku...