ch 12 - T W E L V E

17.2K 2.8K 102
                                    

Sialan ….

Dapat kujamin seratus persen kalau perempat siku tercetak di setiap sudut wajahku dengan sangat jelas setelah melihat kehadiran sosok yang sangat tak diharapkan ini tiba-tiba muncul di depan mataku sekarang.

Aurelius Lucent de Agersia, untuk yang lupa dengan dirinya akan kuingatkan lagi kalau dia adalah pangeran pertama yang luar biasa menyebalkan yang kutemui dihari pertama diriku masuk ke dunia ini! Diriku ingat sekali seberapa melepuhnya darahku saat itu ketika bertemu dan berhadapan dengannya!

"Kenapa kau tiba-tiba datang kemari?" tanyaku geram melihat kehadiran mendadaknya itu.

Meski begitu bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah membalas ucapanku dengan hal lain. "Hei Galatea, apa sekarang diam selama tiga minggu di menara gelap membuatmu menjadi orang gila?"

Ha. Ha. Ha. Lagi-lagi orang gila ini membuat darah tinggiku meningkat setiap kali bertemu—tidak! Jangankan bertemu dengannya, melihat wajah tampan menyebalkannya itu saja sudah cukup membuat darah tinggiku meningkat drastis!

"Terima kasih banyak karena pangeran pertama yang terhormat sudah rela menghabiskannya waktu berharganya untuk berbicara dengan orang gila seperti saya, karena itu jika pangeran sudah selesai berbicara apa bisa pangeran pergi? Karena sayang sekali waktu orang gila ini juga sangat berharga," balasku dengan senyuman termanis sekaligus terpahit di dunia ini.

Dan tampaknya Aurelius tidak menduga kalau jawaban seperti itu yang akan keluar dari mulutku, semua itu terlihat jelas dari tampang terkejutnya. Meski begitu, dia tampak tahu keadaan huh. "Cih, aku datang kemari karena ingin melihatmu!"

Ugh, kok geli. Tiba-tiba mendengar kata seperti itu yang keluar dari mulut sesosok manusia menyebalkan sepertinya membuatku merasa geli. "Kenapa kau ingin melihatku? Untuk memastikan apakah aku sudah mati sengsara atau belum?"

"Bukan, tapi untuk melihat alasan kenapa Duke Lucelence tiba-tiba ingin mengadakan banquet dan mengundangmu!" teriaknya tiba-tiba, "Ah, apa jangan-jangan kau selama ini mengunakan alasan hukuman di menara gelap untuk diam-diam berpergian bebas ke kota dan menggoda para bangsawan?!"

Yailah, sebenarnya seberapa buruknya imejku di otak kecil makhluk yang satu ini sampai dia bisa berpikir sejauh itu? Hm, tapi dia tak salah mengenai kenyataan kalau aku memang beberapa kali keluar dari menara gelap untuk berjalan-jalan di kota sih.

"Berisik, jika kau tak ada urusan lain denganku maka pergilah, kau tak diterima di sini!" balasku malas yang langsung berjalan melewati Aurelius dan mengabaikan keberadaan pria itu.

Meski begitu dia tampak tidak melepaskan diriku dengan mudah dan langsung meraih pergelangan tanganku. "Kau belum menjawab pertanyaanku, apa yang kau rencanakan secara diam-diam hah? Aku yakin kalau kau pasti tidak akan melakukan sesuatu tanpa alasan buruk dibaliknya!"

Ugh, aku muak dengan semua ini.

Sontak diriku langsung menepis kuat tangannya dan mendelik tajam ke arah Aurelius yang tampak terkejut dengan tepisan barusan. "Bisakah kau berhenti menggangguku?" tanyaku kesal, "aku sudah berhenti menganggu kalian semua! Aku sudah pergi dari kehidupan kalian semua, lalu kenapa kau masih harus mengangguku hah?!"

"Karena aku tak percaya!"

Ah, darah tinggiku. Berbicara dengan makhluk yang satu ini berasa seperti sedang berbicara pada batu yang selalu melawan balik diriku setiap kali aku berusaha mengatakan sesuatu. Percuma berbicara dengannya, menghabiskan tenaga dan merusak mental!

"Terserahmu percaya atau tidak, aku sudah persetan dengan semuanya karena itu enyah dari tempat ini sebab aku datang kemari untuk mencari ketenangan bukan mencari masalah, mengerti?!" ujarku cepat yang langsung berjalan meninggalkan Aurelius disaat dia sedang sibuk mencerna setiap ucapanku.

Bodoh amat dengan bahasa formal, aku sudah sangat lelah berbicara dengan pria itu.

_________________

Sedari tadi otakku tak henti-hentinya mengeluh dan meratapi segala hal mengenai dunia ini. Kalau diriku boleh berbicara jujur sejujur-jujurnya, memasuki tubuh Galatea adalah posisi terburuk diantara semua cerita-cerita yang pernah kubaca.

Di dalam cerita, Galatea sama sekali tidak memiliki orang di sekitarnya yang benar-benar peduli kepada dirinya, tidak ada barang satu pun. Ada beberapa gadis bangsawan yang memang dekat dengan Galatea, namun semua itu karena uang serta status Galatea. Dan yang memperburuk posisi Galatea adalah kenyataan kalau dari sebelum cerita dimulai hingga tamatnya cerita nanti, tidak akan ada satu orangpun yang mengambil sisi Galatea.

Dapat dikatakan kalau Galatea adalah orang yang paling menyedihkan di cerita, meski begitu dari segi diriku yang dulu sebagai pembaca yang tidak tahu kalau akan berakhir di tubuh Galatea, aku sendiri tak pernah mengasihani tokoh Galatea mengingat semua perbuatan jahatnya yang menurutku setimpal dengan karmanya.

Tapi setelah mengalaminya sendiri, seketika aku menyesal.

"Permisi, bisa kau tolong antarkan makanan ini kepada kamar di atas menara!"

Ah, kondisi ini lagi. "Maaf tapi saya tida—"

"Aku ada urusan penting karena itu aku pergi dulu!"

Tarik nafas, hembus ….

Kurasa hari ini benar-benar hari sial untuk diriku. Bahkan diriku dapat merasakan emosi yang semakin lama semakin menyentuh langit-langit kepalaku. Tidak apa, ingat semua rencana melarikan diri yang sudah kupersiapkan selama ini, hanya perlu tiga bulan lagi maka semua akan menjadi lebih baik.

Tok! Tok!

Aku mengetuk pintu kamar milik Clarence si pemeran utama pria, kemudian membuka pelan pintu tersebut sebelum akhirnya masuk ke dalam. Setidaknya kali ini situasi dia tidak seburuk sebelumnya, dia tampak berbaring di atas ranjangnya dengan normal dan sepasang matanya itu tertutup erat.

Tak ingin menganggu, aku meletakkan nampan makanan milik Clarence di atas meja samping ranjangnya kemudian hendak berjalan keluar sebelum sebuah tangan tiba-tiba memegang pergelangan tanganku dengan sangat kencang.

"Tidak! Ayah!"

Huh? Mimpi buruk?

Kakiku akhirnya berhenti melangkah dan memutuskan berputar balik untuk melihat kondisi Clarence. Tubuhnya itu banjir dengan keringat dan dia menggenggam erat pergelangan tanganku dengan sangat gelisah. "Ka-Kau! Jangan bunuh ayahku! Pembunuh!"

Melihatnya seperti ini membuatku benar-benar tidak tahu harus bagaimana, karena jujur situasi yang dimilikinya sendiri tidak jauh lebih baik dari diriku. Dia melihat ayahnya dibunuh di depan matanya sendiri, namun tak dapat melakukan apa-apa dikarenakan usianya yang masih muda pada saat itu. Setelah kehilangan ayahnya, dia diperlukan seperti ini sejak kecil, dan orang-orang melupakannya.

Ah benar, ada satu perbedaan besar antara Galatea dan Clarence. Dia pemeran utama pria yang akan menggapai kebahagian dengan pemera utama wanita, sementara diriku adalah pemeran penjahatnya yang kelak akan menggapai kematian di tangannya.

"Kau …."

Aku terkejut mendengar suara Clarence yang entah sejak kapan sudah terbangun dari mimpi buruknya. Dia menatapku dengan tatapan terkejut dan tangannya itu masih mengenggam erat pergelangan tanganku.

"… kenapa kau menangis?"

"Huh? Aku?"

____________________

Mi apa ges aku hampir lupa kalo mau update hari ini wkwkwkkw, untung pas inget masih jam segini, coba keinget jam 6 fiks dah ga up aku hari ini 🤣

Ntah napa yeh, masih muda padahal tapi dah pikun aja diriku skskksksk.

Terima kasih banyak buat kalian yang meluangkan waktu untuk membaca cerita ini, kalau ada salah kepenulisan mungkin boleh minta koreksinya, jangan lupa vote dan commentnya yaa...

Sampai jumpa!

It's Hard To Be A VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang