Galatea POV
Apa aku sudah mati?
Secercah cahaya yang amat terang menyambut pengelihatanku, meski begitu kelopak mataku sama sekali belum terbuka. Hebat juga Galatea yang banyak berbuat dosa semasa hidupnya bisa masuk surga seperti ini, hm?
Eh, tapi, kenapa ada yang terasa berat ya?
Aku perlahan mencoba untuk mengangkat kelopak mataku, dan cahaya terang langsung menyeruak masuk hingga membuat mataku sedikit berair. Butuh beberapa saat sebelum akhirnya diriku mulai dapat melihat jelas dan aku mendapati banyak makhluk dengan beragam warna rambut yang tengah berada di ruanganku saat ini.
"Apa kau mencoba untuk bunuh diri tadi?" tanya Lucelence dengan nada seram dan tatapan datar ke arahku.
Um, apa ini? Kenapa aura membunuh diruangan ini terasa lebih kuat dibandingkan dengan di hutan tadi?
Tunggu, kupikir-pikir mereka semua tidak ada yang sedang menindihku kok, lalu kenapa tubuhku terasa sangat berat seperti ini? Bahkan aku tidak dapat bergerak!
"Apa yang kalian lakukan?" bingungku.
Kali ini giliran seorang pria bersurai kuning dengan senyum mengerikannya yang tak pernah kulihat sama sekali selama ini. "Hanya sedikit alat yang terpaksa kami pasangkan padamu agar kau tidak bertindak seperti tadi lagi," ucapnya.
"Menurutlah," ucap Clarence yang kali ini turun tangan. "Bukan berarti kalau kami akan melakukan ini padamu terus-terusan, namun untuk sekarang, ini adalah perintah."
Luca dan Lucien pun menganggukkan kepala mereka sebagai tanda menyetujui ucapan pria itu. Tumben sekali ketiga pemeran utama pria ini dapat berbaur seperti ini? Jika di novel, mereka hanya dapat sependapat seperti ini apabila hal tersebut menyangkut kepentingan Velma, lalu sekarang kenapa jadi aku?
"Kalau begitu kami pergi dulu, banyak hal yang harus dibereskan," ucap Lucien yang kemudian pergi begitu saja diikuti oleh Clarence dan Luca.
Sesaat setelah mereka pergi, Ilory pun akhirnya masuk ke dalam ruanganku. "Syukurlah kau datang, bisa minta tolong kau singkirkan selimut yang menutupi tubuhku ini? Dan juga sudah berapa lama aku tak sadarkan diri?" ucapku pada pelayan kepercayaanku satu-satunya itu.
"Sudah lima hari, Nona," jawabnya sambil melangkah mendekatiku dan menarik selimutku turun.
Oh, lama juga.
Eh, tapi ... apa-apaan ini?
"KENAPA SELURUH TUBUHKU DIIKAT SEPERTI INI HAH?!"
"Maaf Nona itu perintah."
"ILORY TOLONG LEPASKAN AKU!"
"Tidak bisa Nona, ini perintah mutlak Yang Mulia."
"ILORY AKU NONAMU!"
"Maaf Nona, saya dibayar lebih banyak oleh Yang Mulia."
"SIALAN KALIAN SEMUA ARGHHH!"
Galatea POV End
____________"Kalau semua perkataanmu benar, berarti Galatea memang sudah berubah, namun nama baiknya sudah terlanjur tercoreng sehingga dia sampai merasa lelah dengan kehidupannya sendiri," ucap Clarence yang dibalas dengan anggukkan setuju oleh Lucelence.
Lucien hanya dapat diam karena dirinya memang tidak mengenal Galatea selama Lucelence. Namun entah mengapa dirinya merasa bahwa permasalahan yang sedang dihadapi oleh Galatea tidak semudah apa yang dikatakan oleh Lucelence.
Terlebih lagi setelah mengingat apa yang terjadi di hari itu.
Flashback
Melihat sosok Galatea yang terhempas begitu saja membuat Eliot dan Clarence hendak menghampiri gadis itu, namun saat Lucelence telah mendahului mereka dan memeriksa keadaan gadis itu, mereka pun memutuskan untuk menyelesaikan monster di hadapan mereka terlebih dahulu.
Membutuhkan cukup banyak waktu dan tenaga yang terkuras dari mereka berdua untuk dapat membunuh monster sebesar itu, namun pada akhirnya mereka berhasil membunuhnya. Clarence langsung berlari ke arah Galatea dan menggendong gadis itu sambil berlari keluar dari hutan, ia tidak peduli dengan luka ditubuhnya maupun staminanya lagi.
Lucelence pun pergi mengikuti Clarence, sementara Lucien yang terjebak sebagai Eliot tentu saja tidak bisa bertindak gegabah dengan identitas orang lain, toh yang penting Galatea sudah aman sekarang.
'Krek!
Eliot sontak menoleh ke arah sumber suara dan mendapati gadis bersurai serupa dengan Galatea yang berada di dekat lokasi mereka saat ini. Dahinya berkerut heran dan ia pun berjalan mendekati sosok tersebut. "Tuan Putri kenapa kemari?" tanyanya.
Velma yang terlihat seperti baru saja berlari dengan sangat kencang hanya untuk mencapai tempat ini pun memasang senyum ramah yang terlihat sangat palsu dimata Eliot. "Eum, kurasa tadi ada keributan disini dan aku khawatir, semua baik-baik saja 'kan?"
Eliot balas tersenyum pada Velma. "Semua sudah tidak apa-apa kok Yang Mulia," balasnya, "kalau begitu saya pam—"
"Apa tadi ada korban jiwa?" tanya Velma tiba-tiba yang membuat Eliot mengangkan sudut alisnya dan menatap Velma. "Uh, aku hanya ingin memastikan bahwa semuanya aman."
"Hahaha, Yang Mulia memang baik sekali, semuanya baik-baik saja kok, dan tidak ada korban jiwa sama sekali," balas Eliot yang kemudian menundukkan badannya di hadapan Velma, "Kalau begitu, saya pamit undur diri dulu Yang Mulia."
"Ah, iya baik!" sahut Velma.
Eliot pun berjalan melewati Velma begitu saja. Namun dengan pendengaran tajamnya, ia dapat mendengar dengan pasti gumaman gadis itu.
"Sial, gagal," gumamnya.
Flashback End
__________________Hellowww~
Diriku hari ini akan ada double up ya ges yak, soalnya minggu kemarin aku kelupaan update T^T jadinya di minggu ini sekalian ku update buat kekurangan update di minggu lalu, ehe :v
So stay tune aja yahh~
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Hard To Be A Villain
Fantasi[Special Réincarnation Series] Aku terjebak di dalam tubuh pemeran penjahat dari cerita yang pernah kubaca sebelumnya. Tubuh seorang putri palsu yang akan menemukan akhir mengerikannya. Yap, kupikir hanya itu yang terjadi, karena itu selagi diriku...