ch 26 - T W E N T Y S I X

11.4K 1.9K 58
                                    

Author POV

"Kudengar Galatea membawa masuk seorang anak kecil yang luar biasa imut. Seluruh pelayan membicarakan perihal anak itu dan mereka berkata kalau Galatea sangat menyanyangi anak itu."

"Hm ... apa jangan-jangan anak itu ternyata anaknya?"

Prang!

Seketika suasana ruangan yang hanya terdiri dari tiga sosok pria itu langsung berubah mencekam. Sosok pria yang baru saja meletakkan cangkir tehnya dengan sangat kencang itu langsung menatap kedua pria lain di hadapannya.

"Jaga mulut kalian," ucapnya dingin.

Iris merah darahnya itu mengintimidasi kedua orang di hadapannya. Tak lama kemudian dia mengalihkan pandangannya ke arah jendela yang menampilkan langit malam hari. "Berapa hari lagi sampai hari penobatan?" tanyanya.

"Li-Lima hari lagi, Yang Mulia."

Pria itu, Clarence, menganggukan kepalanya mengerti. Melihat suasana ruangan yang sudah tak enak, kedua sosok bawahannya itu hendak berpamitan keluar dari ruang belajar Clarence. Namun sebelum mereka berhasil meraih gagang pintu, suara Clarence kembali menginterupsi.

"Tunggu sebentar," ucapnya.

"Y-Ya, Yang Mulia?"

"Anak itu ... laki-laki atau perempuan? Dan ciri-cirinya?"

"Sedengarku, anak itu sangat cantik, jadi dia pasti perempuan. Matanya bulat bersinar, irisnya berwarna hazel, dan ketika anak itu tersenyum, matanya akan tampak seperti bulan sabit. Wajahnya bulat bersinar bagaikan bulan, dan sorot matanya tajam seperti rubah."

"Anak siapa itu?" ucap Clarence tanpa sadar yang ternyata didengar oleh para bawahannya.

"Hah? Bagaimana, Yang Mulia?"

"Tidak. Keluarlah kalian, kapan-kapan jika ingin datang coba diam-diam bawa anak itu."

"Ah, baik, Yang Mulia."

_______________

Galatea memijat pelipisnya pelan. "Memang mulut para pelayan istana ini lebih mengerikan dari ular. Bisa-bisanya William dianggap sebagai anak rahasiaku. Dikira siapa bapaknya hah?"

"Pft, tapi jujur, awalnya aku nyaris percaya dengan ucapan mereka."

Iris biru Galatea sontak menatap tajam ke arah Lucien yang sedang duduk di hadapannya saat ini. "Aku debutante saja belum dan ternyata sudah mempunyai anak rahasia? Mau ditaruh dimana wajahku hah?"

"Kau belum debutante?"

"Belum."

"Sudah sembilan belas tahun kan?"

"Hentikan, cara bicaramu seperti orang pedofil."

Lucien terkekeh mendengar jawaban Galatea. Lucien tidak heran sih, umumnya seorang bangsawan akan menjalani debutante mereka di usia 17 tahun. Tapi Galatea, bangsawan mana yang mau mengundang gadis itu ke debutante mereka? Bahkan Raja terdahulu pun tidak mau mengadakan debutante untuk sosok Galatea sampai akhir hayatnya.

Namun Lucien benar-benar dibuat bingung oleh sosok Galatea. Sisi mana dari gadis di hadapannya ini yang membuat orang-orang bisa begitu membencinya?

Sementara itu disisi lain, Galatea beharap kalau dirinya tidak akan pernah mengalami yang namanya debutante. Namun apa dayanya ia mengingat bahwa beberapa minggu dari sekarang debutantenya akan dilaksanakan bersamaan dengan Velma, dan hal tersebut akan menjadi awal dari segala kehancuran dirinya.

{Quest Main Story Baru Telah Terbuka!}

{Clarence terluka!
Temui Clarence yang diam-diam terluka saat berlatih pedang di halaman belakang dan kasihan kepada situasinya.}

{Sanksi mengabaikan Quest adalah pengurangan life span selama lima tahun!}

{A. Temui Clarence +20}
{B. Pengurangan Life Span Lima Tahun}

Galatea menghirup aroma teh melatinya dan tidak menunjukkan reaksi apapun pada quest yang baru saja masuk itu. Dirinya sudah terbiasa dengan semua situasi ini, toh ia juga tak dapat melakukan apa-apa lagi.

"Lucien, apa kau akan tetap di sini?" tanyanya yang dibales dengan tatapan bertanya dari Lucien. "Aku mau pergi sebentar."

"Ah, baiklah. Aku akan tetap disini kurasa."

Galatea menganggukkan kepalanya mengerti dan langsung pergi meninggalkan Lucien di kamarnya. Meski Lucien sudah berkali-kali tampak di dalam istana, namun tidak pernah ada seorangpun pelayan yang tahu mengenai keberadaannya selain Ilory dan Angelo.

Salahkan saja pria itu yang selalu datang di tempat-tempat tak lazim.

______________

Galatea menatap sekelilingnya guna mencari sosok yang tak kunjung ia temui juga. Sampai tinggal hanya satu sisa semak-semak yang belum ia periksa, dan benar saja, baru beberapa langkah ia mendekat dan tampak sudah surai hitam mencuat dari balik semak-semak.

Galatea mengambil kembali beberapa langkah maju hingga akhirnya dapat melihat luka goresan pedang di lengan Clarence. "Kau tak apa?" tanyanya tiba-tiba yang mengejutkan sang pendengar.

Clarence bergegas menutupi luka di lengannya lalu bangkit berdiri menghadap Galatea bertindak seolah-olah dirinya tidak pernah terluka. "Kenapa kau di sini? Lalu apa pula urusanmu?"

Galatea memejamkan matanya sejenak, ia harus merasa kasihan pada Clarence baru dengan begitu misinya akan berhasil. "Kau terluka, biarkan aku merawatnya," sahut Galatea yang tidak menjawab sama sekali pertanyaan Clarence.

Saat tangan Galatea hendak meraih lengan Clarence, tiba-tiba pria itu menepis tangannya. "Apa kau kasihan padaku?" ucapnya dengan nada sedikit meninggi.

Clarence tidak suka dikasihani, dan Galatea paham sekali soal itu. Tapi ini misinya. "Ya, aku sangat kasihan padamu," sahutnya tanpa basa-basi dan langsung menarik lengan Clarence tanpa peduli desis kesakitan pria itu.

Clarence kali ini diam dan hanya menatap lama ke arah Galatea yang sedang merawat lukanya. Benar, ia memang tidak suka dikasihani, namun melihat situasi saat ini membuat dirinya kembali teringat akan masa-masa mereka di menara gelap.

"Kapan kau akan pergi?" tanya Clarence tiba-tiba. Galatea mengangkat sisi alis kanannya dan menatap bingung. "Saat menolakku, kau bilang kau akan pergi. Kapan?"

Galatea hanya dapat mendengus pelan. "Entahlah, aku berharap secepatnya namun kenyataannya tidak bisa," sahutnya sambil mengikat balutan kain di lengan Clarence. Setelah semua selesai, ia bangkit berdiri dan menepuk roknya. "Yang pasti aku akan pergi, walau entah kapan."

Galatea membereskan peralatan membersihkan luka miliknya dan hendak pergi saat tiba-tiba tangan kanan Clarence menahan pergelangan tangannya. "Kau ...."

Clarence tampak ingin mengatakan sesuatu karena itu Galatea menungguinya, namun perkataan tampak tidak kunjung keluar dari bibir Clarence sampai membuat dahi Galatea berkerut kencang. "Ada apa?"

Perlahan Clarence mulai melepaskan genggamannya dari Galatea, dan menundukkan kepala. "Tidak ada. Lupakan."

___________________

Hola!

Selamat Hari Raya Idul Adha buat teman-teman yang menunaikan🙏🏻

Sorry gais diriku sempet bolos update kemarin soalnya baru ganti HP jadi harus mindah-mindahin data dari HP lama ke yang ini.

Btw diriku besok sudah mulai masuk sekolah jadi mungkin updatenya mulai ndak beraturan lagi. Tapi akan tetap kuusahan untuk masih update setidaknya seminggu sekali kalau sempat.

Terima kasih banyak buat kalian yang meluangkan waktu untuk membaca cerita ini, kalau ada salah kepenulisan mungkin boleh minta koreksinya, jangan lupa vote dan commentnya yaa...

Sampai jumpa!

It's Hard To Be A VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang