Chapter 1

556 88 9
                                    

2012

Lelaki itu menaruh sebuah botol air mineral di meja kantin, tempat pacarnya sedang membaca buku. Perempuan yang sedang membaca buku itu pun melirik sekilas botol air mineral dingin yang bagian tubuh botol itu basah karena adanya proses kondensasi. Perempuan itu lalu menutup buku Leila S. Chudori yang sedang ia baca tadi, dan dengan senyum tipis perempuan itu mengucapkan kata terima kasih pada pacarnya.

"Makasih, Bian," ucapnya sumringah. Lelaki di depannya pun tak kalah sumringahnya. "Sama-sama," balas lelaki itu.

"Udah selesai latihan basketnya?" tanya si perempuan pada lelaki bernama Bian itu.

Sore ini, Kina, nama perempuan itu, sedang menunggu Bian, pacarnya yang sedang berlatih basket dengan tim dari ekstrakulikuler basket di sekolah mereka. Dan sambil menunggu pacarnya selesai ekstra, Kina membaca buku di kantin yang jaraknya tidak jauh dari lapangan basket, dan ia masih tetap bisa melihat bagaimana kerennya Bian saat berlatih basket.

"Udah dong. Masa nggak ngeh sih aku udah ganti kaos gini?" tanya Bian dengan wajah yang ia buat seolah-olah kecewa dengan pacarnya. Dan bukannya merasa menyesal, Kina malah tertawa kecil karena Bian yang merajuk itu.
"Hahaha, iya deh, maaf." Kina mengelus pelan pipi pacarnya itu.

Bian tiba-tiba mengistirahatkan kepalanya di bahu Kina yang membuat Kina mematung begitu saja. Ia masih belum terbiasa dengan perlakuan Bian yang selalu tiba-tiba seperti itu. Hubungan Bian dan Kina ini cukup terbilang klise, seperti cerita-cerita roman picisan anak remaja pada umumnya. Seorang laki-laki tampan, yang sangat digandrungi banyak perempuan di sekolahnya berpacaran dengan seorang perempuan yang pendiam tapi tetap memiliki banyak teman di sekolah karena sifatnya yang ramah ke semua orang. Klise bukan? Tapi ternyata hal itu memang bisa juga terjadi. Bahkan Kina sampai harus menyembunyikan hubungan mereka 3 bulan setelah mereka jadian karena takut dengan fans-fans Bian yang mayoritas adalah kakak kelasnya. Dan sebagai informasi saja, Bian adalah kakak kelas Kina dengan jarak 2 tahun. Jadi bisa dibayangkan berapa banyak siswa perempuan di kelas XI dan kelas XII yang mayoritas mengangumi Bian, belum lagi ditambah dengan kelas X, teman seangkatan Kina yang juga diam-diam mengagumi Bian.

"Capek," keluh Bian yang memainkan jari-jari tangan kanan Kina.

Kina pun hanya tersenyum kecil mendengar keluhan pacarnya itu. "Kamu juga sih, udah kelas duabelas ngapain sih masih rajin ikut ekstra, dinilai juga enggak," ucap Kina yang pura-pura memarahi Bian. Padahal aslinya, dia dukung-dukung saja apapun yang Bian ingin lakukan.

"Nggak usah ngomelin deh. Kamu aja juga tetep mau nemenin aku lathian basket kan?" tembak Bian yang otomatis membuat Kina terdiam. Pacarnya itu memang selalu bisa membalikkan situasi.

"Pulang sekarang?" tanyanya lagi pada Bian yang sudah mengangkat kepalanya dari bahu Kina.

Dan Bian hanya mengangguk sambil menggenggam tangan kanan Kina yang baru saja memasukkan bukunya ke dalam tas. Kina pun mengikuti saja perlakuan Bian. Sudah hampir satu tahun pacaran, tapi entah kenapa jantung Kina selalu berdetak sembarangan saat tangan besar itu menggenggam tangannya. Dan Kina menyukai suara detak jantungnya yang heboh seperti sekarang.

****

Kina melepaskan helmnya saat motor sport milik Bian berhenti tepat di pagar rumahnya. Bian memperhatikan Kina yang sedang merapikan rambutnya yang acak-acakan karena melepas helm tadi. Ia tersenyum tipis karena wajah Kina yang sedikit cemberut karena rambutnya berantakan. Tangan kanan lelaki itu pun terulur untuk membantu Kina merapikan rambut pacarnya yang sebenarnya sudah rapi, tapi Bian tidak tahan ingin mengelus rambut pendek Kina dengan sayang. Membuat Kina entah kenapa langsung membulatkan kedua matanya. Jantungnya semakin berdetak tak karuan. Muka perempuan itu memerah, dan Bian bisa melihat merahnya wajah Kina sekarang.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang