Chapter 36

462 66 22
                                    

Seorang laki-laki paruh baya terlihat berdiri di dekat pos satpam sebuah gedung pencakar langit yang jika dikira-kira sepertinya memiliki lebih dari dua puluh lantai. Lelaki itu mendongakkan kepalanya dengan mata yang menyipit saat berusaha melihat puncak ujung gedung tersebut. Ada tulisan Greenice yang dipajang sangat besar di tengah-tengah tembok rooftop gedung itu

"Lihatin apaan sih Om?" tanya laki-laki dengan seragam coklat seperti anak Pramuka – tapi dia bukan anggota Pramuka. Dia satpam yang menjabat sebagai Danru alias Komandan Regu dengan name tag Anwarsani.

Lelaki paruh baya itu sedikit kaget saat suara cempreng dari satpam itu menyapa dirinya. Ia tersenyum kikuk sebelum menjawab pertanyaan dari satpam tersebut.

"Ini gedung ada berapa lantai? Tinggi banget ya," kata lelaki paruh baya itu yang kembali mengalihkan pandangannya pada ujung atas gedung itu.

Satpam itu terlihat berpikir dan ikut melihat puncak gedung yang selama lebih dari sepuluh tahun ia jaga bersama tim keamanannya. "Hmm, kalo kagak salah nih ye, ada empat puluhan lantai."

Lelaki paruh baya itu mengangguk-anggukkan kepalanya, entah tanda ia paham atau hanya sebagai respon umum atas informasi yang baru saja ia dapat.

"Mas Fabian biasanye abis ini dateng, duduk di dalem aje Om, nyengat banget ini mataharinye," tawar Pak Anwarsani pada lelaki paruh baya itu.

Lelaki itu tersenyum sambil menggelengkan kepala. "Di sini aja, sekalian berjemur biar sehat," katanya.

"Ya udeh, kal... Lah itu die mobilnye," kata Pak Anwarsani sambil menunjuk mobil sedan hitam yang baru saja masuk ke parkiran mobil Direksi.

 Lah itu die mobilnye," kata Pak Anwarsani sambil menunjuk mobil sedan hitam yang baru saja masuk ke parkiran mobil Direksi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pak Anwarsani langsung menghampiri mobil tersebut saat melihat seorang laki-laki dengan blazer hitam turun dari mobil. "Mas Bian, good morning," sapa satpam itu dengan Bahasa Inggris, gaya-gayaan doang. Senyum cerah terlihat dari wajah Pak Anwarsani.

"Oit, Bos. Tumben nyamper," balas Bian ramah saat melihat Pak Anwarsani menghampirinya. Bian memang terkenal supel walaupun wajahnya bisa dibilang sedingin es kutub. Tapi, jika ia sudah akrab dengan seseorang, tidak terlihat ada jarak antara atasan dan karyawannya.

"Bos satpam iye," kata Pak Anwarsani sambil tertawa lepas. "Noh, dicariin," lanjut Pak Anwarsani sambil menunjuk laki-laki paruh baya yang sedang menatap dirinya dan Bian saat sedang berbicara.

Bian terlihat sedikit kaget dan langsung menghapus senyum cerah yang tadi tercetak di wajah tegasnya. Ekspresi lelaki itu mengeras saat melihat laki-laki paruh baya yang sekarang mulai berjalan mendekat ke arahnya. Pak Anwarsani yang melihat perubahan ekspresi Bian jadi sedikit khawatir jika lelaki itu tiba-tiba memukul bapak-bapak yang sekarang sudah berdiri di depan dirinya dan Bian.

"Mau apa anda ke sini?" tanya Bian dengan nada dingin. Membuat Pak Anwarsani yang mendengar sedikit bergidik saking dinginnya nada bicara Bian.

"Mas," Pak Anwarsani berusaha untuk menenangkan Bian.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang