Lelaki itu menengadahkan kepalanya menatap langit yang sedikit mendung pada sore hari itu. Atap gedung Greenice memang selalu menenangkan saat ia merasa hidup lagi kacau-kacaunya.
Asap rokok ia hembuskan ke arah langit-langit seakan berharap asap rokok itu dapat berkumpul bersama awan yang warnanya sudah mewakili hatinya, sedikit buram dan redup. Tidak seputih dan secerah siang hari tadi. Seperti saat dirinya membantu kegiatan fotocopy perempuan yang masih ada satu ruang di dalam dadanya. Perasaan yang menyenangkan walaupun hanya sesaat.
"Oi!" sapa laki-laki dengan suara bass yang sekarang sudah berdiri di sebelahnya.
Lelaki itu hanya menatap sekilas laki-laki jangkung yang seperti sedang sibuk mencari sesuatu di tubuhnya.
"Bagi api dong Sa," ucap laki-laki bersuara bass pada lelaki yang langsung melemparkan sebuah korek bertuliskan Indomaret dari dalam sakunya.
Laki-laki bersuara bass itu tertawa kecil membaca nama minimarket terkenal di seluruh penjuru negeri ini. "Indomaret," ucap lelaki itu sambil terkekeh.
"Gue kira lo udah nggak ngerokok, Sa,"
"Cak, kalo lo cuma mau kepo gue kenapa, jangan sekarang deh, gue lagi males cerita," kata Aksa yang sudah tahu jika Cakra hanya ingin tahu permasalahan dalam hidupnya.
"Dih siapa yang kepo anjir," bantah Cakra sewot.
"Gue cuma penasaran aja kenapa muka lo kayak lap dapurnya Pak Imam, kucel," lanjut Cakra.
"Sama aja, anjing," umpat Aksa sambil tertawa.
Aksa kembali menutup mulutnya dan kembali menatap langit. Cakra yang tadinya menatap Aksa pun sekarang mengikuti aktivitas teman satu timnya itu, menatap langit mendung yang seakan sedang ikut bersedih bersama Aksa.
Sekitar sepuluh menit Cakra mengikuti kegiatan Aksa menatap langit. Sampai satu kalimat keluar dari bibir laki-laki di sebelahnya.
"Gue benci banget kata-kata, 'yang penting dia bahagia'. Itu seakan-akan lo nggak mau berusaha dan terlalu ngikutin alur." Aksa akhirnya berbicara.
Cakra menolehkan kepalanya menatap Aksa. Ia tidak bertanya dan lebih memilih untuk mendengar kelanjutan dari kalimat temannya itu.
"Tapi, disaat lo sudah ada usaha tapi hasilnya masih nggak sesuai sama ekspektasi lo, lebih baik lo mundur dan ikhlasin aja nggak sih?" tanya Aksa entah kepada Cakra atau kepada dirinya sendiri.
"Kadang ada hal-hal yang memang perlu kita perjuangkan sampai ibaratnya napas aja susah. Tapi, realistis itu perlu biar kita nggak gila kan?"
Cakra masih menatap laki-laki yang lagi-lagi mengeluarkan rokok dan membakar ujung benda bernikotin itu.
"Dan gue mencoba buat realistis aja. Dunia gak cuma berputar buat hidup gue, tapi juga buat hidup orang lain. Mungkin sekarang dunia lagi males berputar buat gue," kata Aksa sambil tertawa pelan. Tawa yang terdengar menyedihkan bagi Cakra.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION
RomanceBertemu kembali dengan mantan pacar yang sudah tidak pernah bertemu dan hilang kontak selama 10 tahun, membuat Bian menyadari jika Kina yang ia temui sekarang bukanlah Kina yang dulu ia kenal. Sifat hangat dan ceria perempuan itu berubah menjadi di...