Chapter 6

477 81 10
                                    

Perempuan itu membuka matanya perlahan dan mengedipkannya beberapa kali karena pandangannya yang terasa buram. Matanya terlihat sayu seakan nyawanya belum terkumpul seratus persen pada pagi hari itu. Kepalanya pun terasa sakit dan pandangannya sedikit berputar. Tapi satu yang ia tahu, tubuhnya dikunci oleh tangan besar yang ia jadikan bantal dan tangan satunya lagi memeluk pinggangnya erat.

 Tapi satu yang ia tahu, tubuhnya dikunci oleh tangan besar yang ia jadikan bantal dan tangan satunya lagi memeluk pinggangnya erat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedua matanya dapat menangkap wajah tampan seorang lelaki yang sedang tertidur pulas di depannya. Jantung Kina kini berdetak sedikit jauh dari tempo yang seharusnya. Perempuan itu melihat wajah Bian, mantan pacarnya yang sekarang ada di depannya, tertidur pulas.

Tangan kanan perempuan itu secara perlahan mengecek keaslian wajah lelaki di depannya. Jarinya menari lembut di atas alis tebal lelaki itu. Perlahan jari telunjuknya turun mengikuti indahnya tulang hidung yang Tuhan berikan untuk laki-laki itu. Semakin turun lagi, jarinya menyentuh bibir tipis Bian yang terkatup rapat.

"Bian," lirih Kina.

Pandangan perempuan itu kembali terasa berputar dan kepalanya terasa sakit lagi. Kina pun memutuskan untuk menutup matanya sekali lagi. Bahkan perempuan itu semakin mendekatkan dirinya pada Bian, karena pelukan lelaki itu terasa hangat dan nyaman. Entah itu mimpi atau bukan, yang jelas Kina sangat membutuhkan rasa itu, hangat dan nyaman.

Bian yang sebenarnya sudah bangun saat Kina memainkan alisnya tadi, kini berganti membuka matanya. Senyum tipis ia berikan pada perempuan yang kembali memilih untuk memejamkan matanya itu. Ia bersyukur Kina tidak terkejut atau apapun itu yang membuat suasana menjadi canggung. Bian pun kembali mengeratkan pelukannya pada Kina, mengikuti perempuan itu untuk kembali ke mimpinya.

 Bian pun kembali mengeratkan pelukannya pada Kina, mengikuti perempuan itu untuk kembali ke mimpinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Panasnya sinar matahari terasa menyengat di wajah Kina, membuat perempuan itu mau tidak mau membuka matanya perlahan. Kedua mata itu menyipit karena teriknya sinar matahari yang sudah mulai naik ke atas. Dan itu membuatnya sadar seratus persen dari tidurnya.

Dilihatnya tembok kamar berwarna putih dan abu-abu yang sangat berbeda dengan tembok kostnya. Ditambah, kamar itu jauh lebih luas dari kamarnya. Pandangnya menyusur ke setiap sudut kamar itu. Dari ornamen, warna, dan aroma yang menyeruak dari kamar itu, Kina tahu jika itu bukanlah kamar perempuan. Saat menyadari itu, Kina langsung otomatis mengecek badannya. Dan helaan napas lega keluar dari bibir Kina.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang