Chapter 7

429 86 18
                                    

Langkah Kina dan senyum Kina terhenti saat ia melihat ke arah para pewawancara. Diantara ketiga pewawancara itu, ada satu orang yang membuat jantungnya berdetak kencang. Jantungnya yang sebenarnya memang dari tadi berdetak kencang, sekarang semakin berdetak tak beraturan.

Senyum pewawancara yang duduk di tengah, diantara dua pewawancara lainnya itu membuat dirinya semakin gugup. Tiba-tiba pikirannya jadi sedikit kacau.

"Selamat siang Shaqueena Nadira," sapa seorang ibu-ibu yang duduk di sebelah kiri.

Kina pun berusaha untuk tetap tenang dan membalas sapaan itu dengan anggukan dan senyum terbaiknya. "Siang, Bu."

"Kita santai aja ya, Shaqueena. Kita kenalan dulu, saya Dewi, Supervisor Finance, yang dipaling kanan itu ada Mas Krisna, Senior Finance, terus yang di tengah ini ada Mas Bian, dia Direktur Finance kita dan salah satu pemilik Greenice," jelas Bu Dewi memperkenalkan para pewawancara. Kina terlihat kaget saat ia mendengar nama Bian yang diperkenalkan sebagai salah satu pemilik Greenice. Selama kenal Bian dulu, Kina sama sekali tidak tahu jika Bian sekaya itu, karena Bian dan keluarganya selalu berpenampilan sederhana dan tidak pernah sama sekali menunjukkan kekayaan yang mereka miliki. Rumah Bian saja dulu tidak semewah jika dikatakan sebagai pemilik perusahaan sebesar Greenice. Yang Kina tahu, keluarga Bian memang memiliki usaha, tapi ia tidak tahu jika Greenice, salah satu perusahaan terbesar di Indonesia adalah milik keluarga Bian.

Kina pun mengangguk sebagai tanda ia paham saat perkenalan tadi. Membuang jauh-jauh ekspresi kagetnya tadi.

Sesi wawancara pun dimulai. Diawali dengan Kina yang diminta untuk memperkenalkan diri sampai ditanya mengenai pekerjaan Kina yang terdahulu dan alasan kenapa dirinya resign dari tempat kerjanya yang dulu. Bu Dewi dan Mas Krisna terlihat bertanya-jawab dengan Kina mengenai pekerjaan, sedangkan seorang lelaki yang duduk diantara Bu Dewi dan Mas Krisna sedari tadi hanya menatap Kina dengan matanya yang tajam.

"Dari saya dan Krisna sudah Mas. Ada yang mau ditanya lagi ke Shaqueena?" tawar Bu Dewi pada Bian yang masih melipat kedua tangannya dan menyandarkan tubuhnya pada kursi hidrolik. Tatapan matanya masih menatap Kina dalam. Membuat Kina sedikit tidak nyaman, tapi entah kenapa ia merasa tatapan Bian terasa hangat untuknya.

"Besok mulai masuk," ucap Bian dengan suara rendahnya. "Welcome to Greenice, Miss Shaqueena Nadira."

Jantung Kina berdetak semakin kacau. Rasanya ia ingin pergi saja dari tempat itu tapi ia tidak munafik jika ia memang butuh pekerjaan itu. Ditambah, Greenice adalah perusahaan besar yang ia tahu kalau gaji di Greenice sangat jauh di atas UMR.

Bu Dewi dan Mas Krisna terlihat kaget dengan kalimat Bian barusan. Pasalnya dari tadi interview lelaki itu terlihat antusias untuk memberikan dan membombardir pertanyaan jebakan pada calon karyawan lainnya dan itu hanya satu orang yang menurut Bian cocok bergabung setelah bom pertanyaan dari dirinya. Tapi, saat Kina yang diwawancara, tidak ada pertanyaan mematikan seperti yang tadi lelaki itu berikan ke orang lain.

"Mas?" Bu Dewi terlihat sedikit bingung. Bukan cuma Bu Dewi, Kina pun juga bingung.

"Kenapa?" tanya Bian.

"Langsung?" tanya Mas Krisna.

"Langsung."

"Selamat ya Kina." Bian tersenyum pada Kina.

Entah harus senang atau tidak, yang jelas jantung Kina sepertinya sudah tidak bergelantung lagi di tempatnya saat ia melihat senyum Bian, ada perasaan lain yang sulit untuk dideskripsikan.

"Maaf, tapi bukannya anda seharusnya memberikan saya beberapa pertanyaan untuk memastikan saya memang pantas atau tidak berada di sini," Kina mencoba untuk melakukan interview yang menurutnya fair, karena dengan Bian yang tiba-tiba menerimanya bekerja, membuat Kina entah kenapa merasa tidak enak.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang