Chapter 32

404 75 18
                                    

Kina meletakkan kotak obat di meja makan Bian dan membuat lelaki itu menatap Kina penuh tanya. Ia memperhatikan Kina seperti menunggu apa yang akan pacarnya lakukan dengan kotak obat itu.

"Aku lihat ada salep Oparin di kotak obat kamu, sini aku obatin dulu pipi kamu," kata Kina yang meminta Bian untuk mendekat ke arahnya.

Bian yang akan menyendok es krim ke dalam mangkuk mau tidak mau langsung mendekat ke arah Kina, persis seperti anak kecil yang dipanggil ibunya. Lelaki itu lalu duduk di kursi samping Kina.

Kina pun dengan hati-hati mengoleskan obat bertekstur gel itu ke pipi Bian yang masih terlihat memerah, walaupun tidak semerah tadi. Kina hanya takut jika tidak diobati, pipi Bian malah menjadi lebam besok paginya.

"Ssh," Bian mendesis seakan dirinya kesakitan. Tapi bukannya membuat Kina panik, malah membuat Kina menatap lelaki itu tajam.

"Gak usah lebay," ucap Kina ketus.

Bian melebarkan senyumnya saat melihat Kina yang galak-galak-gemesin gitu. "Thank you," ucap Bian saat Kian sudah selesai mengoleskan obat di pipinya.

Kina mengangguk pelan sambil merapikan kotak obat yang ada di depannya. Dalam hatinya masih bertanya-tanya apa yang membuat pipi Bian menjadi sedikit bengkak seperti itu, tapi ia tidak ingin memaksa Bian untuk bercerita.

"Aku ditampar Putri," ucap Bian yang seperti bisa menjawab pertanyaan yang ada di kepala pacarnya dan membuat Kina langsung membulatkan kedua matanya menatap Bian.

Entah kenapa Bian tidak bisa menyembunyikan hal itu dari Kina dan berakhir memutuskan untuk menceritakan apa yang terjadi pada dirinya tadi siang pada pacarnya itu.

"Kok bisa? Kamu ketemu Putri? Ngapain?" tanya Kina bertubi-tubi.

Bian tertawa kecil melihat ekspresi Kina yang langsung menjadi marah sekaligus khawatir. Lelaki itu menggenggam tangan Kina.

"She was badmouthing you, and I think I just made her upset with my words. So, this is what I got," kata Bian menjelaskan sambil tertawa kecil menunjuk pipinya yang sedikit bengkak karena tamparan Putri, berusaha untuk mencairkan suasana dengan suara tawa renyahnya.

"Mas," Kina menatap Bian dengan tatapan sedih. Ia mengusap pelan pipi Bian yang sedikit bengkak tadi.

"Sorry," ucap Bian karena membuat Kina entah kenapa menjadi sedih.

"Thank you." Kina sama sekali tidak bisa berkata-kata selain kata terima kasih karena Bian membelanya sampai sebegitunya.

"It's nothing. Pokoknya aku bakalan jadi perisai biar gak ada yang sakitin kamu lagi," kata Bian sambil membusungkan dada dan berakting seperti bodyguard yang membuat Kina tertawa.

"Tapi jangan sampai kayak gini lagi. Belum lama tangan kamu sembuh, ini udah kena di pipi karena belain aku," kata Kina. Entah kenapa lagi-lagi rasa bersalah itu muncul lagi.

"Harusnya..."

Bian memeluk Kina erat. Bian tahu apa yang akan Kina ucapkan. Bian tahu Kina akan kembali menyalahkan dirinya sendiri karena apa yang terjadi pada Bian. Dan Bian tidak ingin mendengar itu, ia tidak ingin Kina menyalahkan dirinya sendiri saat Bian ingin menjaganya dari orang-orang jahat.

"Kamu itu berharga banget buat aku," ucap Bian. "Aku nggak akan biarin orang-orang sakitin kamu lagi. Aku mau kamu bahagia, aku udah janji sama kamu."

Kina membalas pelukan Bian. Perempuan itu mengeratkan pelukannya. Walaupun rasanya ada yang mengganjal, perempuan itu tetap menyampaikan rasa terimakasihnya pada Bian.

"Makasih. Makasih banyak, Fabian."

*****

Perempuan itu memamerkan senyum terbaiknya saat ada beberapa orang yang menyapanya. Kina hari ini mulai berangkat kerja. Perasaannya jauh lebih baik sekarang dan itu membuatnya selalu menampilkan senyum pada beberapa orang yang menyapanya tadi. Tapi, sepertinya senyum di wajah manisnya tidak bertahan lama ketika ada beberapa staff Greenice yang menatap dirinya aneh saat mereka sama-sama menunggu lift yang ada di lobi kantor.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang