Chapter 22

437 80 15
                                    

"Bian?"

Suara seorang perempuan mendistraksi aktivitas Bian yang sedang mengagumi wajah cantik Kina. Senyum yang tadi tercetak di wajah lelaki itu seketika luntur ketika melihat wajah perempuan yang baru saja memanggilnya.

"Hai!" sapa perempuan itu ceria.

Perempuan itu lalu menghampiri Bian dan menyapa Bian dengan cara cipika-cipiki alias cium pipi kanan, cium pipi kiri. Walaupun sapaan itu terlihat wajar bagi sebagian orang, tapi bagi Bian salam seperti itu sama sekali bukan tipenya.

"Ups, sorry. Aku lupa kamu gak suka kalo cipika-cipiki ya?" ucap perempuan itu dengan nada menyesal.

Bian masih terdiam dan seperti malas menanggapi perempuan itu. "Santai, Put," jawab Bian yang berusaha untuk tidak menyinggung perasaan perempuan itu.

"Kamu apa kabar? Ngapain berdiri di depan toilet?" tanya Putri yang penasaran karena Bian berdiri di depan toilet perempuan.

"Ombi!" suara anak kecil memanggil Bian lalu berlari ke arah lelaki itu. Bian langsung menggendong Jio dan anak itu langsung memeluk tubuh Bian.

Putri yang melihat Jio yang berlari ke arah Bian langsung menoleh ke arah dari mana anak kecil itu berlari. Dan wajah Putri langsung menegang saat ia melihat Kina yang menatap dirinya datar. Tidak ada senyuman yang terukir di wajah kedua perempuan itu.

Tidak ada yang saling menyapa antara Putri dengan Kina. Keduanya saling tatap beberapa detik, lalu setelahnya Kina berjalan ke Bian dan Jio, yang otomatis melewati tubuh Putri.

Bian langsung mengambil tas ransel yang berisi perlengkapan Jio dari bahu Kina. Lelaki itu lalu menggandeng tangan Kina dan pergi setelah pamit pada Putri.

"Kita duluan ya, Put." Pamit Bian yang berjalan melewati Putri dengan tangan kanan yang menggandeng tangan kiri Kina. Putri bisa melihat genggaman tangan Bian yang saling menyatu diantara sela-sela jari Kina. Genggaman tangan yang dari dulu tidak pernah ia dapatkan, karena Bian selalu menolak menggandeng tangan Putri dan berakhir Putri yang menggandeng lengan Bian.

*****

Bian mengajak Jio dan Kina untuk makan siang di restoran Jepang favoritnya. Karena Bian masih sangat ingat kalau Kina sangat menyukai ramen. Dengan tangan yang masih saling bertaut, mereka bertiga memasuki restoran Jepang pilihan Bian.

Kina melepaskan genggamannya pada tangan Bian. Dirinya memilih duduk di sebelah Jio agar bisa mengawasi keponakan Bian yang hari ini super aktif.

"Duduk Jio," perintah Kina lembut dan anak laki-laki itu menuruti perintah Kina.

Bian entah kenapa merasa Kina jadi diam setelah tadi bertemu dengan Putri. Sampai sekarang pun tidak ada obrolan antara dirinya dengan Kina. Perempuan itu lebih asyik bermain dan mengobrol dengan Jio sekaligus menyuapi keponakan Bian itu.

"Sini gantian aku yang suapin Jio, kamu habisin makananmu dulu," ucap Bian setelah selesai makan lalu mengambil alih piring dan sendok yang ada di tangan Kina.

Perempuan itu pun menuruti perkataan Bian tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Membuat Bian sedikit gemas karena Kina yang tiba-tiba berubah moodnya. Bian kali ini merasa harus tahu apa yang sedang Kina rasakan, dan lelaki itu akan membicarakannya setelah Kina menyelesaikan makan siangnya.

"Sini Mas, biar aku yang lanjut suapin Jio," ucap Kina setelah menyelesaikan makan siangnya.

Bian memberikan sendok dan piring yang tadi dipegangnya pada Kina. Sesekali Bian ikut bermain dengan Jio dan robot-robotnya yang memang selalu dibawa di dalam tas anak laki-laki itu.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang