Chapter 25

480 83 26
                                    

Lelaki itu menengadahkan kepalanya ke atas. Kedua matanya menatap langit-langit atap kantor yang berwarna putih bersih. Pundaknya hari ini terasa jauh lebih ringan dari hari-hari sebelumnya. Sudah sebulan lebih dua hari ia bekerja jauh dari ibu kota negara. Dan kali ini semuanya berjalan sesuai apa yang ia rencanakan.

Kasusnya memang belum selesai, tetapi Bian sudah bisa bernapas lega karena semua bukti sudah terkumpul rapi. Bukti jika dirinya memang tidak ada campur tangan pada kasus penggelapan dana di kantor cabang Medan. Semuanya hampir selesai, tinggal eksekusi dan ia menyerahkan aksi final ke Divisi Compliance. Dirinya sudah terlalu lelah untuk mengikuti masalah itu sampai selesai. Setidaknya, ia sudah bisa membuktikan ke ayahnya jika dirinya tidak bersalah. Walaupun tetap saja, masalah itu masih menjadi tanggung jawabnya. Tapi setidaknya, ayahnya tidak lagi berpikiran negatif terhadap dirinya.

Tok tok

Bian menoleh ke sumber suara saat mendengar pintu diketuk. Dilihatnya Bio, Bu Dewi dan Mas Krisna yang masuk ke ruang meeting, tempat mereka selama sebulan lebih membahas kasus tersebut.

"Pesawat kita kemungkinan dapet yang jam 9 malem kalo hari ini," ucap Bio.

"Nggak apa-apa kan, Mas? Atau mau ganti besok pagi?" tanya Bu Dewi selaku orang yang mengurus tiket pesawat kepulangan mereka.

Bian menatap Bu Dewi dengan tatapan lelah. "Gue ngikut Kiki aja, Bu," ucap Bian sambil tertawa pelan.

Kiki adalah anak Bu Dewi yang diajak ikut dinas ibunya ke Medan. Bian berpikir jika seharusnya mereka tidak perlu mementingkan Bian atau pun Bio. Mereka semua harusnya lebih memikirkan kenyamanan anak Bu Dewi yang masih berusia lima tahun.

"Kalo Kiki milihnya jam 9 malem, Mas. Karena katanya dia mau lihat bintang dari dalem pesawat," ucap Mas Krisna sambil terkekeh.

Bian dan yang lainnya juga ikut tertawa mendengarnya. Lelaki itu lalu mengangguk dan menatap Bio. "Gimana Mas?" tanya Bian pada Bio.

"Gas lah! Gue udah kangen bini sama anak gue," ucapnya sambil tertawa.

"Oke kalo gitu gue pesen sekarang." Bu Dewi langsung mengeluarkan ponselnya saat itu juga.

****

Kina menatap laptopnya dalam diam. Hubungannya dengan Aksa tidak ada yang berubah. Masih seperti biasa. Aksa masih sering menghampirinya untuk sekedar mengajak makan siang atau hanya ingin main-main ke kamar Kina. Dan Kina pun juga melakukan hal yang sama. Ia tetap menganggap Aksa sebagai temannya, karena memang Kina menganggap Aksa begitu.

"Maaf ya Sa," ucap Kina saat Aksa menyatakan perasaannya. Aksa saat itu berusaha tersenyum walaupun Kina tahu senyum Aksa adalah senyum yang dipaksakan.

Sehari-dua hari memang terasa sedikit canggung hubungan antara dirinya dan Aksa. Tetapi, lelaki itu selalu mengingatkan Kina, kalau dirinya tidak akan merubah statusnya dengan Kina jika perempuan itu memang tidak bisa menerimanya lebih dari sahabat. Dan itulah yang terjadi sampai sekarang.

Dilihatnya waktu sudah menunjukkan pukul duabelas lebih tujuh menit dini hari. Suasana di kamarnya juga jadi sedikit lebih dingin. Perempuan itu memutuskan untuk menutup laptopnya dan pergi tidur.

Saat tubuhnya sudah ia rebahkan di atas kasur empuknya, perempuan itu membuka ponselnya untuk sekedar melihat-lihat beranda Instagramnnya sebelum ia pergi ke alam mimpinya. Semenit, dua menit, tiga menit, perempuan itu memainkan ponselnya. Sampai sebuah notifikasi chat WhatsApp terlihat di kolom notifikasinya. Kedua mata perempuan itu membulat sempurna ketika membaca nama si pengirim pesan.

Mas Bian.

Nama itu terlihat jelas di layar ponsel Kina. Perempuan itu lalu membuka pesan chat dari lelaki yang beberapa hari ini juga mengganggu pikirannya. Selama sebulan lebih ia dan Bian hanya berkirim pesan beberapa kali.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang