Chapter 30

451 74 7
                                    

"Ayah minta, kamu jangan terusin hubungan sama Kina."

Bian menatap wajah ayahnya tajam. Kalimat yang baru saja keluar dari bibir ayahnya sukses membuatnya terkejut sekaligus kesal.

"Apaan sih?" tanya Bian yang sudah mulai terpancing emosinya.

"Bian," ibunya menggenggam tangan Bian tapi lelaki itu menepis pelan genggaman tangan ibunya.

Bio yang duduk tidak jauh dari Bian memberikan ponselnya pada Bian. Lelaki itu mengambil kasar dan melihat isi dari grup chat management Greenice yang terlihat di layar ponsel itu.

"Shaqueena itu anak dari seorang kriminal."

Itu adalah kalimat pertama yang Bian baca. Rahang lelaki itu mengeras. Genggaman tangannya pada ponsel Bio bisa saja meremukkan benda pipih itu jika saja Bio tidak segera mengambil ponselnya.

"Ini apaan sih? Berita dari mana ini?" tanya Bian dengan emosi.

"Apa kata orang kalo kamu masih berhubungan sama Kina? Latar belakang dia nggak bagus, Bian." Ayah Bian mengatakan kalimat itu dengan tegas.

Bian tersenyum miring. Mengingat bagaimana ayahnya dulu sangat mendukung hubungannya dengan Kina dan sekarang berubah menjadi orang yang menentang hubungannya dengan Kina.

"Bian," ibunya kembali berusaha memberikan pengertian pada anaknya.

"Bunda juga suruh Bian buat lepasin Kina? Aku nggak akan lepasin Kina." Bian dengan tegas mengatakan hal itu.

"Fabian!" bentak ayahnya. "Apa kata orang nanti kalo kamu berhubungan sama Kina?"

"Emang Kina salah apa? Kina nggak pernah berharap dilahirkan di keluarga yang berantakan," kata Bian dengan penuh emosi.

Kedua orang tua Bian menatap Bian dalam. Bio juga terdiam saat mendengar kalimat yang keluar dari bibir Bian.

"Kina udah terlalu sakit selama dia hidup, dan aku bersyukur dia bertahan sampai sekarang," suara Bian bergetar. Dadanya terasa sesak.

"Baru kemarin dia dihajar sama ayahnya sendiri," kata Bian dan otomatis membuat ayah, ibu dan kakaknya menatap Bian kaget.

"Kina nggak pernah berharap dilahirkan dengan keadaan orang tua yang problematik. Dan yang bikin aku ingin kasih dia dunia yang lebih baik ke Kina, karena dia nggak pernah sama sekali ngeluh tentang hidupnya. Dia nggak pernah kasih tau kalo selama dia hidup dia menderita," suara tangis Bian akhirnya terdengar. Dirinya sudah tidak bisa lagi menahan emosinya dan berakhir menangis. Merasa hidup kembali tidak adil, bukan tidak adil kepada dirinya tapi karena semua itu terjadi pada Kina, perempuan yang sangat ia sayangi setelah ibunya.

"Kina perempuan baik-baik, Yah. Kina nggak pernah salah. Kina nggak ada hubungannya dengan ayahnya yang dipenjara," lanjut Bian.

Ayahnya terlihat kaget saat mendengar kalimat Bian barusan. "Kamu tahu ayahnya dipenjara?"

"Bian yang masukin dia ke penjara," jawab Bian.

"Maksud kamu?" tanya ayahnya kaget. Bukan cuma ayahnya, ibu dan kakaknya juga kaget dengan kalimat yang baru saja Bian ucapkan.

"Ya yang tadi aku bilang. Dia ngehajar Kina sampai Kina pingsan, abis itu Bian urus semua ke polisi dan mutusin buat penjarain ayah Kina,"

"Kamu ada di sana?"

"Hmm," gumam Bian mengiyakan pertanyaan dari ibunya.

Ayah Bian menghela napas. Entah apa arti dari helaan napas ayah Bian, Bian tidak mau mengartikannya. Dirinya sudah malas berada di ruangan ayahnya dan memutuskan untuk pergi dari tempat itu.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang