Chapter 43

395 67 23
                                    

"Bian," panggil Putri ceria saat mendengar ada suara yang berasal dari dapur. Tapi sepersekian detik tubuhnya mematung saat melihat wajah seorang perempuan yang juga mematung menatap dirinya.

Kaget.

Itu adalah ekspresi yang mereka berdua berikan ketika saling tatap untuk beberapa saat, sampai suara pintu yang dibuka terdengar di arah ujung apartemen mendistraksi kekagetan mereka.

Kina dan Putri menoleh ke arah ujung apartemen ketika keduanya mendengar suara pintu yang terbuka. Dan lelaki yang baru saja masuk ke dalam apartemen itu ikut mematung beberapa detik saat melihat ada dua perempuan di apartemennya.

Kina langsung melepas apron yang ia pakai lalu menyambar kasar tas yang tadi ia letakkan di atas meja makan. Bian yang melihat Kina akan pergi dari hadapannya langsung berusaha mencegah perempuan itu.

"Na, Na. Aku bisa jelasin," Bian menghalangi langkah Kina yang akan memakai sepatu.

"Minggir." Suara dingin itu kembali Bian dengar setelah sekian lama.

"Kina." Bian masih berusaha mencegah Kina pergi.

Kina tetap berjalan setelah memakai sepatunya lalu keluar dari apartemen Bian. Ia menepis kasar tangan Bian yang menahan pergelangan tangannya. Kedua matanya terasa memanas dan dadanya terasa sangat sesak. Ia memilih pergi untuk menenangkan dirinya terlebih dahulu.

"Shaqueena. Aku bisa jelasin. Please." Bian masih berusaha menahan Kina agar mau mendengarkan penjelasannya. Nada lelaki itu terdengar memohon agar Kina mau mengehentikan langkahnya dan mendengarkannya. Tapi, perempuan itu tetap berjalan ke arah lift dan memencet tombol agar lift terbuka.

Kina benar-benar tidak mau menatap Bian yang masih memohon agar dirinya mau mendengarkan lelaki itu. Perempuan itu kembali memencet-pencet tombol lift berharap agar lift itu segera terbuka.

Bian memegang bahu Kina, mencoba mengarahkan tubuh Kina menghadap ke arahnya. Ditatapnya kedua mata perempuan itu yang sudah berair dan seakan air itu bisa tumpah kapan saja, bahkan detik itu juga. Hati Bian terasa sakit saat melihat sorot mata kecewa yang Kina pancarkan.

"Lepas." Pinta Kina dengan nada datar.

"Kina, aku sama Putri nggak ngapa-ngapain. Tadi malem itu dia ma..."

"Bian," suara Putri memanggil Bian membuat Kina menepis kedua tangan Bian yang ada di bahunya.

TING!

Suara lift berbunyi nyaring, menandakan pintu lift terbuka. Kina yang tak mau membuang waktunya berada diantara Bian dan Putri, membuatnya melangkahkan kakinya maju, masuk ke dalam lift.

"Stop." Kina melarang Bian untuk ikut masuk ke dalam lift. Lelaki itu pun seperti seekor anjing yang menuruti perintah tuannya. Bian memundurkan langkahnya saat Kina melarangnya untuk masuk ke dalam lift dengan nada dingin dan tatapan tajam. Perempuan itu lalu memencet tombol untuk menutup pintu lift saat itu juga. Meninggalkan Bian yang masih mematung di depan lift.

Tapi tidak ada lima detik, lelaki itu berlari ke arah pintu darurat untuk mengejar Kina. Tidak peduli dengan Putri yang masih berdiri menunggunya.

"Bian!" Panggil Putri, berharap Bian menoleh ke arahnya. Tapi sayangnya, Bian tetap pada pendiriannya untuk mengejar dan menjelaskan apa yang terjadi.

"Fabian!"

*****

Suara derap langkah kaki terdengar terburu di setiap anak tangga yang lelaki itu pijat dengan kaki jenjangnya. Seluruh tenaganya pagi ini ia keluarkan agar bisa mengejar Kina yang sudah turun ke lantai satu menggunakan lift.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang