Chapter 3

409 80 14
                                    

Bian menatap gelapnya malam ibu kota melalui jendela kamar apartemennya. Sekilas, ia melihat jam dindingnya yang sudah menunjukkan pukul setengah satu malam dan dia masih terjaga sampai detik ini. Kebiasaan lelaki itu jika sedang ingin memperbaiki moodnya, ia pasti akan memilih untuk ke apartemen dibanding rumahnya. Alasannya adalah karena ibunya sudah pasti bisa membaca raut wajah anaknya yang ditekuk dan akan berakhir menjadi wartawan sampai esok harinya.

Tadi, selesai acara pesta kelulusan sekolahnya, banyak sekali teman-teman yang mengajaknya untuk melanjutkan pesta di salah satu restoran mewah dekat dengan sekolahnya. Tapi sayangnya, mood lelaki itu bahkan sudah rusak sebelum acara pesta yang meriah itu dimulai. Dan alasannya tentu karena Kina yang secara mendadak membatalkan rencana untuk pergi ke pesta itu tanpa alasan yang jelas. Bahkan sampai dini hari ini perempuan itu sama sekali belum memberinya kabar kenapa ia tiba-tiba tidak bisa datang ke acara spesial Bian.

Lelaki itu menghembuskan napas secara perlahan. Mencoba mengatur emosinya agar ia bisa memahami penjelasan Kina jika mereka bertemu besok. Sejujurnya, selama lebih dari tiga bulan ini, hubungan mereka bisa dibilang tidak seperti dulu, tidak seromantis dulu, komunikasi pun tidak seintens dulu. Dan Bian sangat menyadari ada sesuatu yang Kina sembunyikan darinya, tapi Bian memilih agar Kina sendiri yang menceritakannya.

Bian lalu memilih untuk merebahkan tubuh jangkungnya ke atas kasur empuk dengan bed cover berwarna hitam itu. Kedua matanya menerawang beberapa detik atap kamarnya yang terlihat remang-remang terkena cahaya lampu dari luar apartemennya.

TING TONG TING TONG!!

Suara bel yang terdengar tidak sabaran membuat Bian langsung membuka matanya sempurna. Lelaki itu langsung melirik jam weker di meja nakas sebelah tempat tidurnya yang menunjukkan pukul 01.02 dan lelaki itu bertanya-tanya siapa yang mengunjunginya dini hari seperti ini. Dalam hatinya sebenarnya malas untuk membukakan pintu, tapi sialnya otak lelaki itu memilih untuk memerintahkan tubuhnya untuk bergerak menuju ke pintu apartemennya.

Bian melihat melalu layar intercom saat ia sudah bangun untuk membukakan pintu apartemennya. Dan helaan napas kembali terdengar dari bibir tipis Bian saat melihat teman perempuannya berdiri di depan kamera intercom sambil tersenyum. Ia pun langsung membukakan pintu dan dilihatnya Putri yang tersenyum semakin lebar.

"Bian!" teriak Putri senang dan berjalan sempoyongan masuk ke rumah Bian.

Bian pun terlihat terkejut saat melihat keadaan Putri yang mabuk seperti itu. Aroma red wine menguar kuat dari tubuh Putri. Lelaki itu hanya diam melihat Putri yang berputar-putar di ruang tengah apartemennya dengan bahagia. Bian tidak kaget dengan keadaan Putri yang mabuk berat seperti sekarang. Bian tahu Putri sudah lebih dulu mencicipi minuman haram itu jauh sebelum usia perempuan itu menginjak dewasa. Dan Bian juga tahu, Putri bukanlah peminum yang handal, jadi ia hanya diam saja memperhatikan Putri yang seperti orang gila di apartemennya.

"Bian, Bian, Bian. Dasar tolol!" umpat Putri pada foto Bian dan kakaknya yang terpajang di lemari kabinet ruang tengah.

 Dasar tolol!" umpat Putri pada foto Bian dan kakaknya yang terpajang di lemari kabinet ruang tengah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang