Lelaki terlihat tergesa-gesa untuk menyelesaikan pekerjaannya. Hari ini ayahnya mengabari jika siang ini lelaki paruh baya itu dan kakak laki-lakinya akan menjenguk Kina, dan ayahnya bilang jika Bian tidak perlu ikut karena memang harus ada beberapa pekerjaan yang perlu diselesaikan oleh tim finance termasuk menyiapkan beberapa data laporan keuangan untuk digunakan saat pemeriksaan audit minggu depan. Tapi tetap saja, ia tidak mau jika kakak dan ayahnya menjenguk Kina tanpa dirinya.
"Tata suruh masuk," ucap lelaki itu pada telepon saat mengecek beberapa laporan keuangan operasional yang dibuat Tata.
Tata mengetuk pintu ruangan Bian dengan sedikit takut. Jika sedang mode bekerja gini, Bian memang terkenal ganas dan dingin, ia tidak segan membentak jika laporan itu dinilai tidak benar.
"Masuk," ucap Bian setengah berteriak.
"Ya Mas?" tanya Tata takut-takut. Demi Tuhan sekarang kedua tangannya sudah seperti memegang es balok yang super dingin.
"Lo cek lagi di bagian operational cost, menurut lo itu wajar nggak?" tanya Bian sambil memberikan selembar kertas HVS berisi Neraca Laporan Keuangan bulan kemarin yang baru saja mereka selesaikan.
Tata melihat bagian pendapatan dan biaya yang Bian tunjuk tadi. Ada sedikit timpang, tapi menurut Tata itu masih bisa dibilang wajar karena memang saat itu biaya yang dikeluarkan memang lebih banyak dari bulan sebelumnya.
"Wajar Mas," jawab Tata yakin.
"How come?"
Tata tersenyum. Ia mengenal tidak sebulan-dua bulan, dan hal itu adalah salah satu pertanyaan yang diucapkan Bian ketika lelaki itu sedang mengetes anak buahnya. Tujuannya adalah agar tim finance bisa mempertanggungjawabkan semua pekerjaan yang dibuat dan tidak asal membuat laporan. Semua harus ada dasarnya, begitu kata Bian setiap kali meeting dengan timnya.
"Operational cost bulan ini memang sedikit membengkak, Mas. Karena ada dua mesin yang rusak jadi kita perlu sewa mesin biar pekerjaan tetap jalan dan tidak ada karyawan operasional yang nganggur. Lalu, dua forklift untuk storage juga perlu melalukan servis, jadi untuk bulan kemarin kita juga sewa forklift dua buah, Mas." Tata menjelaskan dengan sangat detail.
"Berapa ton?"
"Yang tujuh ton, Mas,"
"Terus? Cuma dua masalah itu, nggak mungkin revenue kita jadi turun tiga persen kan?" tanya Bian.
"Ada dua customer yang melakukan retur karena salah muat barang, Mas."
"Dan lo baru cerita sekarang?" tanya Bian dengan tatapan tajamnya. Tangan Tata yang tadi sudah sempat menghangat, sekarang kembali seperti dihantam dengan balok es 5 kilo.
"Saya kira Mas Bian sudah tau dari tim warehouse," jawab Tata takut.
Bian menghela napas panjang. Dia ingat jika bulan kemarin dirinya sama sekali tidak melakukkan meeting dengan tim warehouse sehingga memang terjadi miss pada informasi yang ia dapatkan sehingga perlu untuk mempertanyakan pertanyaan yang seharusnya tidak perlu ia tanyakan.
"Oke. Bilang Daniel, suruh atur jadwal sama tim warehousing besok, kita harus tau penjelasan lebih lengkapnya sebelum general meeting. Gue nggak mau Pak Agam ngira anak finance cuma asal bikin laporan," ucap Bian memerintahkan Tata.
"Siap, Mas."
"Ya udah, lo boleh lanjut kerja," kata Bian mempersilakan Tata keluar.
"Makasih Mas."
Bian meletakkan punggungnya pada kursi kerjanya. Kepalanya ia tengadahkan ke atas karena kasus tadi. Memang ada sedikit miss, walaupun itu tidak fatal, tapi Bian adalah orang yang bisa dibilang perfeksionis. Ia tidak mau pekerjaannya ada cacat sedikit pun. Kalaupun itu ada sedikit luka, ia pasti selalu bisa mendapatkan obatnya dan menutup luka itu sehingga tidak sampai menyebabkan cacat.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION
RomanceBertemu kembali dengan mantan pacar yang sudah tidak pernah bertemu dan hilang kontak selama 10 tahun, membuat Bian menyadari jika Kina yang ia temui sekarang bukanlah Kina yang dulu ia kenal. Sifat hangat dan ceria perempuan itu berubah menjadi di...