Chapter 24

428 78 12
                                    

Lelaki itu membuka matanya perlahan. Sinar lampu redup di kamarnya cukup membuat lelaki itu sedikit menyipitkan kedua matanya karena merasa sedikit silau. Dan satu hal yang baru ia sadari, perempuan kesayangannya sudah tidak ada di pelukannya. Lelaki itu terlihat sedikit kaget tapi nyawanya masih belum terkumpul seratus persen. Yang ia lakukan hanya menepuk-nepuk kasur di sebelahnya sambil bergumam, "Nana, Nana."

Suara pintu terdengar dari arah kamar mandi kamar lelaki itu. Senyumnya tercetak tipis saat melihat seseorang yang ia cari baru saja keluar dari kamar mandi dengan kaos yang terlalu besar bergelantung di badan perempuan itu.

Bian masih enggan untuk bangun dari tempat tidurnya. Ia memilih untuk pura-pura menutup mata ketika Kina sekilas mengecek dirinya sudah bangun atau belum. Dan demi Tuhan, Bian berusaha keras untuk tidak tersenyum saat Kina mengecup dahi lelaki itu pelan.

"Mas Bian," bisik Kina, mencoba untuk membangunkan Bian. Tapi lelaki itu masih saja enggan membuka matanya.

"Mas bangun," Kina menepuk-nepuk dahi Bian dengan jari telunjuknya dengan pelan. Mencoba sekali lagi agar Bian mau membuka matanya, tapi sepertinya susah.

"Ya udah, sepuluh menit lagi boleh deh," Kina yang tadinya ingin membangunkan Bian malah mengelus rambut tebal Bian dengan sangat lembut.

"Dasar sleepyhead," gumam perempuan itu sambil tekekeh pelan. Sangat pelan, karena takut membangunkan Bian.

Bian kembali membuka matanya perlahan saat merasa Kina sudah menjauh dari tempat tidurnya. Dan kali ini ia bisa melihat Kina yang membuka lemarinya untuk mempersiapkan baju yang harus Bian packing pagi ini. Dilihatnya perempuan itu mengambil jas, blazer, kaos, celana dan kemeja dengan sangat hati-hati. Seakan tidak mau merusak tatanan lemari yang sudah rapi.

Perempuan itu menata baju-baju itu ke dalam koper Bian. Kina terlihat memilih-milih blazer yang akan ia bawakan untuk Bian.

"Kenapa kebanyakan warna hitam sama navy sih?" gumam Kina karena bingung dengan selera Bian tentang warna.

Bian tertawa pelan saat mendengar gumaman Kina. Lelaki itu lalu perlahan bangun dari tidurnya agar Kina tidak tahu jika lelaki itu perlahan-lahan mendekat ke arahnya dan langsung memeluknya dari belakang.

Kina benar-benar terlonjak kaget saat tangan kekar itu mengunci pinggangnya yang ramping.

"Astagah Mas Bian! Kalo aku jantungan gimana?" Omel Kina dan Bian malah tertawa keras sambil mengeratkan pelukannya pada perempuan itu.

"Dingin," ucap Bian tanpa memperdulikan Kina yang mengomel.

"Ya suhunya dinaikin," balas Kina jutek.

"Lepas dulu ini, aku mau lanjutin packingin buat kamu," Kina berusaha untuk keluar dari pelukan Bian tapi sepertinya sulit karena lelaki itu seperti sudah mengunci kedua tangannya dan membuang kuncinya jauh-jauh.

"Mas,"

"I like your smell," ucap Bian sambil mencium leher Kina yang tertutup rambut panjang perempuan itu.

Kina tersenyum tipis. Pipinya kembali terasa panas setiap Bian memuji dirinya. Tangan perempuan itu mengelus pelan punggung tangan Bian yang mengunci pinggangnya.

"I don't wanna go," suara rendah Bian menggelitik telinga Kina.

"I wanna stay with you, here," lanjut Bian. Dan sekarang semakin mengeratkan pelukannya dan meletakkan kepalanya di sela-sela leher dan pundak Kina.

"I wish you could," balas Kina, masih dengan tangan yang mengelus pelan punggung tangan Bian.

Bian mengehela napas. Ia lalu melepaskan pelukannya dan memutar tubuh Kina agar bisa menatapnya. Ia kecup sekilas bibir perempuan itu, membuat Kina kaget tapi setelahnya tertawa pelan.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang