19 - One Night With My Enemy

154 30 9
                                    

Aksara menghela napasnya panjang sembari melirik tumpukan berkas di mejanya yang sebagian besar sudah dia kerjakan. Aksara pun menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sembari memijat pelipisnya yang mendadak terasa nyeri. Mungkin efek kelelahan mengingat seharian ini Aksara duduk dikursi kerjanya dan menyelesaikan tumpukan berkas yang dia tinggalkan selama dua hari lamanya karena dua wanita yang berbeda; Yuna dan juga Rinai.

Ngomong-ngomong soal Yuna dan Rinai, mendadak Aksara mengingat sebuah kalung yang kemarin dia beli. Dia pun segera mengeluarkan kalung tersebut yang kebetulan selalu dia bawa kemana-mana. Berharap ada satu momen yang memungkinkan bagi Aksara untuk memberikan kalung tersebut pada Rinai. Meskipun kenyataannya, sampai detik ini kalung itu masih setia dalam genggamannya.

Aksara mengusap liontin kalung itu dengan ibu jarinya sembari menatap liontin tersebut dengan tatapan yang memancarkan banyak rasa. Sekilas ada kerinduan yang terpancar dari sana, dan sekilas juga ada rasa bersalah juga perasaan sedih yang ikut terselip di sana. Dan semuanya karena fakta bahwa sejak Aksara kembali dari Bandung, maka sejak saat itu juga Aksara memutuskan untuk melupakan perasaan cintanya untuk Rinai, dan memilih fokus pada perjodohannya dengan Yuna kendati didetik ini Yuna mungkin masih marah karena dirinya yang membentaknya kemarin malam.

Meskipun begitu, Aksara tetap tidak bisa berbohong bahwa jauh di dalam lubuk hatinya Aksara masih sangat mencintai Rinai. Terkadang bisa terlihat jelas dari bagaimana rasa rindu yang bisa tiba-tiba muncul disela-sela kesibukan Aksara. Rasa rindu yang belum pernah Aksara rasakan sebelumnya. Seolah eksistensi Rinai memang seberarti itu baginya. Padahal kalau ditarik ulur ke belakang, dirinya dan Rinai justru terlibat satu lingkaran yang tidak bisa dikatakan akrab, bahkan sesederhana disebut teman pun tidak bisa. Tapi sialnya dia jatuh cinta pada Rinai dan memiliki hasrat yang begitu besar untuk bisa memiliki Rinai.

"Kenapa ya saya selalu mencintai wanita yang salah?" Gumam Aksara bertanya pada hening yang tercipta di ruang kerjanya. Aksara menghela napasnya berat kemudian meremat kalungnya kuat-kuat. Entahlah, terkadang Aksara ingin sekali merutuki takdir yang seenak jidat membuatnya mencintai wanita yang salah.

Bersamaan dengan pemikiran tersebut yang muncul dikepalanya, rasa nyeri yang hebat kembali muncul disekitar area kepalanya. Aksara mengerutkan keningnya dalam-dalam lantas memijat pelipisnya dengan tangannya sementara tangan satunya yang bebas tampak mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja untuk sekedar melihat jam.

22:34

Ah, pantas saja Aksara merasa pusing seperti ini. Karena seingatnya terakhir kali dia makan adalah pagi tadi itupun hanya memakan sepotong roti. Selain tenaganya yang terkuras habis, pekerjaannya yang menumpuk ini benar-benar membuat Aksara melupakan kebutuhan penting yang harus dia penuhi.

Aksara menyerah. Meskipun masih ada beberapa pekerjaan yang menunggu untuk dia kerjakan, Aksara lebih memilih untuk segera menyudahi kegiatannya sebelum dia jatuh sakit karena terlalu memforsir dirinya sendiri. Aksara pun segera memasukkan dua benda yang semula memenuhi tangannya ke dalam saku celananya, baru kemudian Aksara mengambil kunci mobilnya yang juga tergeletak di atas meja sebelum dia bangkit dari posisinya. Aksara berniat mencari restoran yang masih buka di waktu tengah malam seperti ini agar dia bisa segera mengisi perutnya. Bukan karena lapar tapi karena kepalanya yang semakin berdenyut nyeri, mana tahu disebabkan karena perutnya yang kosong dalam waktu yang cukup lama.

Baru juga Aksara bangkit dari posisinya, tubuh Aksara tiba-tiba saja limbung, dia menumpu tubuhnya yang terasa berat pada tepian meja sementara tangan satunya lagi-lagi memegang pelipisnya yang berdenyut nyeri, bahkan terasa semakin parah.

Dirasa keadaan tubuhnya yang semakin memburuk. Aksara pun akhirnya memilih untuk pulang ke rumah saja. Maka, dengan sisa-sisa tenaga yang dia punya, Aksara pun segera keluar dari ruangannya kemudian berjalan tertatih keluar dari agensinya yang notabenenya hanya menyisakan dirinya di sana, menuju ke arah mobilnya diparkirkan.

Step-Sister (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang