Epilog

185 18 19
                                    

Cklek!

Aksara menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Melihat Rinai yang baru saja membuka pintu kamarnya sembari melongokkan kepalanya ke dalam. Bibir Rinai refleks mengerucut lucu saat Rinai melihat Aksara justru sibuk bertelepon ria bersama dengan entah siapa, alih-alih segera menyelesaikan kegiatan berpakaiannya.

Sudah hampir satu jam Rinai menunggu, bahkan Yuna saja sudah datang ke rumah Aksara dan menunggu mereka di lantai bawah. Harus berapa lama lagi Rinai menunggu Aksara jika Aksara selambat itu?

Rinai pun membuka pintu kamar Aksara lebar-lebar. Menampilkan dirinya yang memakai atasan blouse berwarna hitam yang bagian bawahnya dimasukkan ke dalam rok payung berwarna hitam dengan ukuran sepertiga. Kedua kakinya yang berbalut slip-on putih itu terlihat melangkah masuk lebih jauh ke dalam kamar Aksara, sebelum dia menghentikan langkahnya dihadapan Aksara.

Dia berkacak pinggang di sana sembari menatap Aksara dengan alisnya yang naik satu.

'Bentar' ujar Aksara lewat gerak bibirnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Mengisyaratkan Rinai untuk sedikit bersabar menunggunya. Aksara masih belum selesai mengurus masalah pekerjaannya bersama bawahannya sekarang.

Rinai pun terlihat menghela napasnya berat. Inginnya meledak pada Aksara, tapi kasihan juga Aksara. Ini kan tuntutan pekerjaan dan bukan atas dasar kemauan Aksara, lagipula kejadian seperti ini sangat jarang terjadi mengingat Aksara memang selalu mengutamakan dirinya.

Manik hitam Rinai bergulir ke bawah, menatap kemeja hitam yang Aksara kenakan yang belum terkancingi di sana sehingga terlihat jelas bagaimana tubuh atletis Aksara yang terekspos di sana, dengan salah satu tangan Aksara yang bebas yang sedari tadi sibuk memegangi kancing kemeja Aksara tanpa berniat mengaitkannya. Tentu saja akibat kelewat fokus dengan urusan pekerjaannya.

Rinai pun langsung menjauhkan tangan Aksara dari kemeja tersebut dan mengambil alih tugas Aksara untuk mengancingi kemeja Aksara. Aksara sendiri hanya menggulirkan bola matanya menatap ke arah Rinai yang dengan telaten mengurus dirinya.

Yah, meskipun hubungan keduanya baru menginjak usia dua bulan ---jika dihitung dari saat mereka resmi menjadi sepasang kekasih, tepatnya ketika mereka berdua kembali dipertemukan di Bandung--- mereka memang kerap kali memperlakukan satu sama lain selayaknya pasangan suami-istri yang harmonis. Oh tentu saja masih dengan batas wajar. Sebab sebelum adanya kata 'sah' mana berani Aksara menyentuh Rinai dalam konteks lebih jauh.

Setelah selesai mengancingi kemeja hitam Aksara. Rinai pun langsung merapikan kerah kemeja Aksara kemudian menatap wajah Aksara yang setia menatapnya, meskipun bibirnya terus bergerak mengucapkan banyak kata untuk sosok yang menghubunginya sejak tadi.

Menyadari bahwa rambut Aksara sedikit berantakan, Rinai pun langsung berjinjit sedikit, berinisiatif merapikan poni rambutnya. Ya, kondisi kaki Rinai memang sudah baik-baik saja sekarang, pemulihannya hampir satu bulan dan selama itu juga Aksara yang merawat dirinya dengan sangat baik.

Menyadari Rinai yang sedikit kesulitan merapikan rambutnya karena perbedaan postur tubuh mereka, Aksara pun langsung menundukkan kepalanya ke bawah agar memudahkan Rinai untuk melakukan kegiatannya.

"Iya... Terimakasih kembali ya" ujar Aksara menjadikan kalimat tersebut sebagai akhir dari pembicaraan penting dirinya dan bawahannya.

Kemudian Aksara mematikan sambungan telepon lebih dulu sebelum dia memasukkan ponselnya ke dalam saku celana katun hitamnya, sementara kedua manik matanya kembali menatap Si Manis yang sejak tadi menunggu dirinya dengan menyibukkan dirinya sebagai periasnya.

Cup!

Aksara pun terlihat mencium kening Rinai secara tiba-tiba sampai membuat tubuh Rinai membeku.

Step-Sister (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang