20 - Not Anymore

123 29 7
                                    

Rinai menaruh kecap ke atas bubur buatannya yang tersaji di dalam mangkuk tebal, jika diibaratkan seperti akhir dari garnish yang dibuat pada masakannya sendiri. Ya, tidak ada yang spesial memang, hanya sebuah bubur yang dipadukan dengan kecap.

Habis mau bagaimana lagi, isi kulkas Aksara benar-benar hanya diisi oleh berbagai jenis minuman kemasan, buah-buahan dan sayuran yang sudah membusuk saja, benar-benar tidak ada yang bisa dia buat menjadi lauk pendamping bubur. Sementara bahan makanan lain yang dia temukan di luar kulkas hanyalah beras, berbagai jenis selai, roti tawar serta sebotol kecap yang tadi dia temukan terselip di antara rak piring saja. Benar-benar definisi kaya tapi terlihat miskin bukan? Jadi tolong jangan salahkan Rinai jika hasil masakan yang dia buat memang sesederhana ini.

Dirasa cukup, Rinai menutup botol kecap yang sudah dia gunakan tersebut kemudian menaruhnya ke dalam salah satu laci kabinet.

Bubur tersebut adalah menu akhir yang Rinai persiapkan, sebelumnya Rinai sudah mempersiapkan segelas air putih dan potongan buah pear yang dia temukan di kulkas tadi. Maka dengan begitu, masakannya sudah siap untuk dia sajikan ke hadapan si pemesan alias Aksara.

Tanpa perlu menunggu lama lagi, Rinai pun langsung membawa nampan tersebut menuju ke kamar Aksara yang terletak di lantai dua.

Cklek!

Begitu pintu terbuka lebar, secara refleks Rinai memejamkan matanya dengan erat. Sementara Aksara yang notabenenya sedang sibuk melepaskan bajunya yang basah karena guyuran hujan semalam langsung menolehkan kepalanya ke arah pintu begitu mendengar suara pintu terbuka dari luar.

Tidak ada respon yang berarti dari Aksara, Aksara hanya menatap Rinai dengan alisnya yang naik satu, malah merasa heran karena Rinai berdiri di tengah pintu dalam keadaan kedua matanya yang terpejam erat sembari membawa nampan di  kedua tangannya. Rinai benar-benar terlihat aneh dengan posisinya yang seperti itu adanya.

"Kenapa tutup mata?" Tanya Aksara penuh tanda tanya.

Rinai berdecak sebal, bisa-bisanya Aksara bertanya kenapa Rinai menutup matanya seperti ini, "Kamu bukannya sakit, kok malah ganti baju begitu sih?"

Aksara melemparkan bajunya yang kotor ke atas kursi dengan asal kemudian mengambil baju bersih dari lemari secara acak. Pilihannya jatuh pada sebuah sweater hangat berwarna cokelat. "Memangnya kamu mau gantiin baju saya?" Tanyanya sembari memakai baju yang dia pilih tadi.

"Enggak" jawab Rinai dalam tempo cepat. Terlalu tegas menolak opsi semacam itu.

Alih-alih kesal, Aksara justru tersenyum geli mendengar penolakan Rinai barusan. Dengan langkah lambat, Aksara pun berjalan menuju ke arah tempat tidur dan kembali mendudukkan dirinya di sana. Dia pun tampak menarik selimut sampai pinggangnya kemudian menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang.

Kalau boleh jujur Aksara memang terpaksa mengganti bajunya sendiri ditengah dirinya yang masih dalam keadaan sakit seperti ini, bukannya semata-mata karena sakit Aksara yang menghilang tanpa jejak dalam sekejap. Lagipula sesuai dugaan Aksara, Rinai tidak akan mau membantunya berganti baju, makannya Aksara memilih melakukannya sendiri sedari awal.

Aksara menoleh ke arah Rinai saat dirasa Rinai tidak lagi bersuara, dan harus kembali menatapnya penuh rasa heran saat Rinai masih berdiri di sana dalam keadaan kedua matanya yang masih terpejam erat, "kamu ngapain masih tutup mata gitu?" Tanya Aksara lelah.

Rinai berdecak pelan, "ya, saya nggak mau liat kamu telanjang. Nanti mata saya ternodai. Gimana sih kamu"

Aksara menghembuskan napasnya keras saat mendengar ucapan Rinai barusan. Padahal salah siapa tadi yang tidak mengetuk pintu terlebih dahulu. Aksara kan tidak akan tahu kalau Rinai akan datang tadi, seandainya dia tahu Rinai akan datang, dia akan memberikan peringatan dulu sebelumnya.

Step-Sister (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang