27 - Don't Leave Me

108 26 5
                                    

Sekarang jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Aksara sudah bangun dari tidurnya sejak satu jam yang lalu. Dan selama itu juga Aksara hanya terdiam di sana sembari menolehkan kepalanya ke arah pintu kamarnya, menunggu Rinai dalam diamnya.

Entahlah, sejak Rinai pergi dari rumahnya kemarin, Aksara memang selalu menunggu Rinai untuk kembali kemari dan merawatnya sampai sembuh. Padahal sebelum Aksara memutuskan untuk jujur pada Rinai dengan mengatakan padanya bahwa dia jatuh cinta pada Rinai dan meminta Rinai untuk tidak menjadikan diri Rinai selayaknya iblis yang menghancurkan rencana pernikahannya dengan Yuna bahkan meminta Rinai untuk hidup bahagia bersama kekasihnya yang sebenarnya tidak Aksara ketahui, Aksara sudah berada dititik di mana dia ikhlas jika sewaktu-waktu Rinai benar-benar pergi dari hidupnya. Tapi baru juga ditinggalkan selama semalaman Aksara sudah rindu berat pada Rinai.

Bahkan tidak hanya sampai disitu. Entah karena ini efek rindu atau memang pada dasarnya Aksara selalu sepenasaran itu dengan hari-hari Rinai. Yang jelas pertanyaan demi pertanyaan pun terus bersahutan dikepalanya.

Apakah Rinai sudah makan? Apakah Rinai sudah masuk bekerja? Apakah Rinai baik-baik saja sekarang? Dan apakah Rinai memikirkan dirinya seperti Aksara yang memikirkan Rinai sekarang?

Semua pertanyaan itu terus berputar di dalam kepalanya, dan tentu saja Aksara tidak bisa menjawabnya sendirian. Aksara perlu jawaban yang keluar langsung dari bibir Rinai.

Aksara tampak menggulirkan bola matanya ke arah laci nakas dan melihat ponselnya yang tergeletak di sana. Apa Aksara harus menghubungi Rinai sekarang juga?

Aksara pun langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ah tidak, tidak. Aksara tidak mau membuat keputusan semacam itu. Karena kalau Aksara menghubungi Rinai itu sama saja Aksara terus menunjukkan rasa perhatiannya pada Rinai. Dan tindakannya ini justru bisa saja membuat perkataan Aksara kemarin menjadi sebatas omong kosong semata.

Ayolah, sebagai seorang pria yang mencintai wanitanya, paling tidak Aksara harus membiarkan wanitanya bahagia bersama pria yang dia cintai, dan jika itu bukan dirinya maka mau tidak mau Aksara harus menerimanya. Meskipun rasanya begitu berat, apalagi jika disusul dengan kenyataan bahwa dirinya yang akan segera menjadi milik wanita lain. Wanita yang merupakan adik tiri dari wanita yang dia cintai. 

Memang sialan takdirnya ini. Kenapa dia harus terjebak dengan drama percintaan semacam ini? Apakah tidak bisa Aksara mendapatkan jalan cerita yang sesuai dengan apa yang hatinya mau? Apakah tidak bisa Aksara hanya harus membatalkan perjodohannya dengan Yuna dan kemudian memperjuangkan Rinai saja? Apakah tidak bisa?

Drttt... Drrttt...

Refleks Aksara langsung mengambil ponselnya dalam tempo cepat kemudian segera mengangkat panggilan tersebut.

"Halo Rinai---"

["Bukan Rinai, Aksa. Ini Fabby yang paling cantik sedunia"] katanya dengan nada suara sarkas setelah dengan berani memotong ucapan Aksara.

Raut wajah Aksara pun langsung berubah datar. Jujur saja Aksara langsung merasa malas seperti ini saat tahu bahwa wanita yang menghubunginya ternyata bukan Rinai. Dan lagi Aksara juga sedikit malu pada dirinya sendiri yang bisa-bisanya masih mengharapkan Rinai sampai sebegitunya.

"Oh. Kenapa? Tumben ngehubungin saya. Kalau bicara soal bisnis saya lagi nggak mood. Kamu cari agensi lain aja" ujar Aksara meminta Fabby untuk memutuskan kontrak kerja sama saja dengannya jika Fabby berani-beraninya membahas perihal bisnis dengan Aksara yang mood-nya sedang berantakan seperti ini.

Suara decakan sinis terdengar dari seberang sana, ["Aksa bisa nggak sih nggak usah bicara sesombong itu sama aku"]

"Hem" balas Aksara dengan malas.

Step-Sister (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang