10 - Wajah Malaikat Yang Menipu Aksara

139 30 19
                                    

"Tungguin saya?" Tanya Aksara sembari memasukkan dompetnya ke dalam saku celananya tepat setelah Aksara berhasil menyamakan posisinya dengan Rinai sehingga mereka berdiri bersisian di sana. Tadinya Aksara pikir Rinai sudah pergi dari area rumah sakit, tapi begitu dia melangkahkan kakinya keluar Aksara langsung bisa melihat punggung sempit Rinai yang ternyata menunggunya di sudut beranda rumah sakit.

Rinai yang memang sengaja menunggu Aksara pun langsung melirik Aksara dengan malas. Karena sejujurnya dia terpaksa melakukan hal ini semua. "saya baru inget soal handphone saya" katanya disertai helaan napas beratnya.

Aksara yang mendengar penjelasan Rinai barusan pun langsung ber'oh ria. Tadinya Aksara pikir Rinai benar-benar menunggunya, mungkin untuk sekedar menagih uang makan yang belum sempat Aksara berikan atau mungkin sekedar mengucapkan terimakasih padanya yang mendadak menjadi malaikat Rinai dihari ini tanpa diduga-duga keduanya tentu saja. Tapi rupanya dugaan atau mungkin bisa dikatakan sebagai harapan sederhana dari Aksara bukanlah jawabannya, Rinai menunggunya hanya lantaran ponsel milik Rinai yang masih ada ditangannya dan belum sempat dia kembalikan tadi. Benar-benar hanya karena benda itu saja.

"Balikin" ujar Rinai dengan tegas sembari menengadahkan telapak tangannya ke hadapan Aksara, meminta ponselnya dikembalikan. Toh, menurutnya urusannya dengan Aksara sudah tuntas dan tidak ada alasan bagi Aksara untuk tidak mengembalikan ponselnya.

Aksara menaikkan satu alisnya sembari melirik telapak tangan Rinai. Bola mata Aksara pun bergulir ke atas, menatap wajah Rinai yang tidak sedikitpun melirik ke arahnya seolah dia tidak sudi melihatnya. Rinai benar-benar hanya melihat ke depan sana. Sialnya meskipun begitu, Aksara tetap bisa melihat dengan jelas bagaimana raut pucat itu mendominasi wajah Rinai bahkan bibir Rinai yang biasanya merah merona kali ini tampak lebih pucat dari biasanya.

Grep!

Rinai tersentak terkejut saat Aksara memegang tangannya alih-alih menepis tangannya atau mengembalikan ponselnya. Rinai membuka mulutnya lebar-lebar, bersiap menyuarakan protesannya sebelum Aksara lebih dulu menariknya menuju ke arah mobilnya berada.

"Heh! Apa-apaan nih?!" Teriak Rinai sembari berusaha menarik tangannya menjauh dari Aksara. Sialnya tenaga Aksara jauh lebih kuat dari Rinai, alih-alih Rinai bisa lepas dari Aksara, Rinai malah merasa jauh lebih lemas lagi karena tenaganya yang tersisa beberapa persen ini justru mulai terkuras habis sekarang. Meskipun begitu, Rinai tidak pernah sudi menyerah dari Aksara. Rinai tidak pernah mau kalah dari tenaga superior Aksara hanya lantaran dirinya yang belum makan sejak kemarin. Maka dari itu lah, Rinai terus berusaha memberontak, menghabiskan sisa-sisa tenaga yang dia miliki.

Aksara yang merasa bahwa Rinai terus memberontak hanya melirik ke arah Rinai dengan malas. Dan dengan santainya tetap melanjutkan langkahnya menuju ke arah mobilnya berada sembari menyeret wanita berambut panjang ini.

"Aksara lepasin nggak?!" Teriak Rinai mulai merasa bahwa usahanya yang terus memberontak seperti ini tidak berguna sama sekali. Yang ada Rinai semakin merasa lemas lagi. "Kalau enggak, saya gigit tangan kamu sampe berdarah" teriak Rinai lagi, kali ini dibumbui oleh sebuah ancaman. Usaha lain selain berusaha memberontak dengan tenaga. Sungguh Rinai merasa lemas bukan main sekarang.

Sialnya suara teriakan Rinai yang membahana disekitar area parkiran rumah sakit besar tersebut membuat beberapa orang yang berada disekitar area itu menaruh perhatian kepada mereka. Alih-alih merasa malu atau kesal, Aksara justru meresponnya dengan senyuman ramahnya seolah menjelaskan pada mereka bahwa keributan yang terjadi diantara mereka hanyalah keributan biasa yang kerap kali terjadi pada sepasang kekasih.

Rinai berdecak sebal saat Aksara malah bersikap berkebalikan dengan titahnya, "Aksara lepas---"

Brak!

Step-Sister (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang