15. SENIN YANG ANEH

1.6K 153 0
                                    

Renma meletakkan enam lembar soal di meja Bu Indah. Sekilas, Bu Indah mengecek beberapa jawaban Renma yang ternyata benar. Bu Indah menurunkan kacamatanya, matanya menyipit, meneliti penampilan Renma dari ujung kaki hingga ujung kepala. Sungguh banyak perubahan yang terjadi pada remaja itu.

"Ini beneran kamu yang ngerjain?" tanya Bu Indah tak percaya.

"Ya iyalah, Bu," jawab Renma.

Salah satu alis Bu Indah terangkat. Ia kemudian mengambil kertas dan bulpoin, lalu mulai membuat soal yang lebih sulit untuk Renma.

"Coba kerjakan ini!" Bu Indah menyodorkan kertas soal buatannya.

Renma menggaruk rambutnya yang mendadak gatal, membaca sekilas soal yang diberikan Bu Indah. Soal itu terasa tidak asing bagi Renma. Sama persis dengan soal yang dibuat Bundanya untuk Hasan tempo hari. Karena ingatan Renma sangat kuat, ia mampu mengerjakan soal itu dengan baik. Bukan karena bisa. Tapi karena hafal.

"Renma, sepertinya kamu harus ikut olimpiade." Bu Indah mendelik kaget setelah membaca jawaban Renma.

"Maaf, Bu. Saya nggak minat," timpal Renma santai.

"Tapi kenapa kamu bisa mengerjakan semua soal-soal dengan baik?" tanya Bu Indah heran.

"Kalau soal yang saya kerjakan benar, berarti itu cuma kebetulan," jawab Renma seenak jidatnya.

Sejak Bu Indah memberikan 100 soal pada Renma minggu lalu, Renma terus belajar bersama Bundanya karena entah mengapa ia merasa sangat nyaman berada di dekat Bundanya. Dan satu-satunya alasan paling ampuh agar terus dekat sang Bunda hanyalah dengan belajar.

"Hmm ... kalau gue nerima tawaran Bu Indah buat ikut olimpiade, nanti pasti gue belajar terus sama Bunda," pikir Renma. "Tapi ... gue males mikir juga sih. Aduuuh gimana ya?"

"Renma, kamu mau kan ikut olimpiade OSN?" bujuk Bu Indah.

"Em ... saya pikir-pikir lagi dulu, Bu."

Renma keluar dari ruang guru, lalu menuju gudang belakang sekolah untuk menemui teman-temannya. Di sana, sudah ada Vino, Rion, dan sejumlah ketua dari masing-masing kelas. Tujuan mereka mengadakan pertemuan di gudang sekolah hari ini adalah untuk membahas tantangan SMA Dunia Nusantara.

"Ren, kita dapat surat tantangan lagi dari SMA Dunia Nusantara." Vino meletakkan sepucuk surat bertuliskan tinta darah di atas meja.

Salah satu alis Renma terangkat, melirik surat yang bertuliskan darah itu. Dia menghela napas, bingung harus menanggapi apa. Mengingat SMA Dunia Nusantara tempo hari menggunakan cara licik untuk menang, tentu Renma tidak mau gegabah dalam mengambil keputusan. Dia takut teman-temannya babak belur seperti tawuran terakhir kali.

"Mereka menantang kita hari Senin, Ren," imbuh Vino.

"Gimana keputusan lo, Bos?" tanya Rion.

"Em ... untuk saat ini, gue nggak bisa memutuskan apa pun, mengingat kita udah kalah telak kemarin," kata Renma.

"Kalau mereka ngajak teman dari SMA lain, bukankah kita juga bisa mengajak teman dari SMA lain? Lo kan udah jadi ketua di antara ketua, Ren. Lo sangat disegani para ketua dari SMA lain. Gampang aja kalau lo mau minta bantuan ke mereka," saran Vino.

Pelukan BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang