45. KEMBALIKAN ANAKKU PART2

287 22 2
                                    

"Bunda! Jangan ikuti aku, Bun!" teriak Renma. Ia tak mau Bundanya terluka atau kelelahan karena mengejar mobil yang tengah melaju.

"Percuma kalau kamu berteriak kayak gitu, Renma! Bundamu nggak bakal bisa mendengar apa yang kamu katakan!" ujar Nyonya Liliana.

Renma kembali menoleh ke belakang. Dilihatnya Sang Bunda masih mengejar mobil yang ia tumpangi. Wanita paruh baya itu terjatuh, berteriak memanggil-manggil nama putranya. Sudah cukup ia kehilangan Renma selama 16 tahun. Ia tak mau kehilangan Renma lagi.

"Bunda!" Renma berteriak cemas, melihat Bundanya jatuh tersungkur di atas aspal.

Renma kemudian memohon pada Mamanya agar membiarkannya turun sebentar saja untuk berkata sesuatu pada Sang Ibundanya. Ia mengemis-ngemis, meminta agar Mamanya segera menghentikan laju mobil.

"Ma, aku mohon, Ma. Tolong biarkan aku mengatakan sesuatu pada Bunda. Aku mohon!" pinta Renma. Ia begitu mengkhawatirkan kondisi Bundanya di belakang sana, tersungkur di atas aspal kasar.

"Baiklah. Mama kasih kamu waktu lima menit!" timpal Nyonya Liliana, lalu ia memerintahkan sopirnya untuk menghentikan mobil.

Renma segera keluar dari dalam mobil ditemani dua bodyguard berbadan kekar. Ia berlari, menghampiri Bundanya yang saat itu mencoba untuk berdiri. Mata Renma melotot kaget, melihat telapak tangan Sang Bunda penuh dengan darah karena tergores aspal. Sementara ada pula darah yang merembes keluar dari gamis yang dikenakan Sang Bunda di bagian lutut.

"Ya Allah, Bunda!" Renma segera memapah Bundanya untuk berdiri.

"Kamu jangan pergi, Nak. Bunda nggak mau kamu pergi." Bu Inayah langsung memeluk Renma. Air matanya masih mengalir deras.

"Bunda, aku pasti kembali. Aku janji. Jadi, jangan kejar mobil Mamaku."

"Bunda nggak mau," tolak Bu Inayah, menggelengkan kepalanya. Masih tak mau melepaskan pelukannya.

"Bunda, aku janji pasti kembali," ulang Renma untuk meyakinkan Ibundanya. Air mata remaja itu menetes, tak tega melihat telapak tangan dan dengkul Ibundanya yang penuh dengan darah.

"Kamu janji ya?" Bu Inayah melepaskan pelukannya.

Renma mengangguk, lalu mengusap air mata Ibundanya. "Aku janji. Aku bakal kembali buat jagain Bunda."

"Kamu nggak boleh pergi terlalu lama. Ya?"

Renma kembali mengangguk, lalu menciumi kedua tangan Ibundanya. "Bunda harus segera diobati. Aku takut Bunda kenapa-napa."

"Luka di tangan dan dengkul Bunda nggak sebanding dengan luka di hati Bunda, Nak."

Renma menangkup kedua pipi Ibundanya dengan berlinang air mata. "Aku tahu, Bunda. Maka dari itu, tolong biarkan aku pergi kali ini saja. Hm?"

"Pokoknya, kamu harus segera kembali."

"Iya, Bunda."

Dua bodyguard yang sedari tadi menunggu percakapan selesai, seketika membawa Renma kembali masuk ke dalam mobil setelah mendapatkan perintah dari Nyonya Liliana. Saat itu Bu Inayah benar-benar tak berdaya, hanya bisa membiarkan putranya pergi.

Pelukan BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang