50. RUJUK

160 11 2
                                    

Tuan Richard membuka sebuah koper usang yang ada di dalam gudang rumahnya saat ia hendak mencari beberapa berkas penting yang mungkin saja tak sengaja ikut terbawa saat beres-beres rumah. Kedua alisnya terangkat saat ia melihat foto pernikahannya bersama sang istri. Seketika ia tercekat, mengingat sejumlah kenangan indah saat ia pertama kali jatuh cinta pada sang istri.

Tangan Tuan Richard merambat ke album foto yang lainnya setelah selesai melihat-lihat album foto pernikahannya. Kali ini ia membuka album foto saat Renma kecil. Saat itu, ia begitu senang mendapatkan anugerah seorang bayi tampan yang begitu pintar. Saking senangnya, ia bahkan membelikan apa pun yang diminta Renma kecil. Namun lambat laun, kasih sayang itu perlahan berubah menjadi caci maki, tamparan, bahkan pukulan.

"Apa ... apa yang kulakukan pada anak dan istriku?" Tuan Richard bertanya-tanya, mendadak ia mengintrospeksi dirinya sendiri.

Sejumlah memori mengapung di pikirannya. Ia ingat betul saat ia pertama kali mencoba menjalin hubungan gelap dengan wanita lain. Tak lama setelah itu, sang istri juga membalas dengan menjalin hubungan gelap. Akibatnya, rumah tangga yang ia bina dengan cinta berubah jadi sejumlah pertengkaran yang seakan-akan tak berujung. Renma pun tumbuh menjadi anak yang tak tahu aturan, pemabuk, juga gemar tawuran karena hidup dalam sebuah keluarga yang sangat berantakan. Bahkan remaja itu telah ia usir dari rumah tanpa bekal apa pun.

Air mata tiba-tiba menetes begitu saja dari kedua bola mata Tuan Richard, membasahi salah satu foto kebersamaannya bersama anak dan istri. Ia rindu masa-masa itu. Tak disangka ia sendirilah yang menghancurkan mahligai rumah tangga yang selama ini susah payah ia bangun.

"Kenapa ... kenapa aku bisa bertindak bodoh?" Tuan Richard bertanya-tanya.

Satu peristiwa demi peristiwa teringat olehnya. Ia mendadak menyadari bahwa selama ini ia selalu bersikap kejam dan keras terhadap Renma. Kini, ia menyesal bukan main.

Kaki Tuan Richard melemah, dengan tangan gemetar, ia mengambil album foto itu, lalu memeluknya erat-erat.

"Aku ... aku ingin memperbaiki semuanya. Aku ingin anak dan istriku kembali seperti dulu." Bulir-bulir air mata yang jatuh dari Tuan Richard semakin mengalir deras.

Saat Tuan Richard sedang dalam tenggelam dalam kesedihan, Pak Johan datang menghampirinya. Pria berjas hitam itu adalah sekretaris kepercayaan Tuan Richard yang menangani segala jadwal perjalanan bisnis dan masih banyak hal yang lainnya.

"Tuan Richard, setengah jam lagi ada rapat dewan direksi untuk perluasan perusahaan," kata Pak Johan mengingatkan.

Tuan Richard segera mengusap air matanya, lalu memerintahkan Pak Johan untuk menunda rapat tersebut karena ia ingin segera bertemu dengan mantan istri dan anaknya. Namun sayangnya, Pak Johan mengatakan bahwa rapat direksi itu tidak bisa ditunda apalagi dibatalkan lantaran investor asing juga akan datang dan ikut rapat. Apa boleh buat? Mau tidak mau, Tuan Richard mengabaikan perasaannya dan memaksakan diri untuk menghadiri rapat bernilai triliyunan rupiah itu.

Tuan Richard dan Pak Johan segera bergegas menuju kantor, lebih tepatnya ke ruang rapat di lantai lima belas sebuah gedung menjulang tinggi, seolah nyaris menyentuh langit. Di sana sudah hadir para direktur, general manager, dan para investor yang siap mendengarkan rencananya dalam melakukan perluasan bisnis ke Negara Asia lainnya.

"Aku harus berhasil meyakinkan para investor. Kalau perusahaan ini semakin kokoh, nanti Renma nggak akan bingung melakukan perluasan lagi," batin Tuan Richard.

Tuan Richard adalah seorang pembisnis hebat di bidang real estate, kekayaannya mencapai triliyunan rupiah. Ia sudah melakukan berbagai cara untuk mendapatkan pewaris dari darah dagingnya sendiri. Namun apalah daya bila dia ditakdirkan memiliki sperma yang tidak sempurna sehingga tidak mampu membuahi rahim manapun. Selain itu, ia juga sebenarnya memiliki penyakit psikologis sehingga pihak Dinas Sosial tidak memberikan izin padanya untuk mengadopsi anak dari panti asuhan manapun. Itulah sebabnya ia terpaksa memungut Renma dan membesarkan anak itu bersama sang istri.

"Ya! Aku harus berhasil!" Tuan Richard menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya. Ia bersiap mempresentasikan rencana perluasan perusahaan pada semua orang yang hadir.

Cukup lama ia mempresentasikan rencananya, tentu ia mendapatkan tepukan gemuruh dari semua orang kecuali Tuan Bima, salah satu pemegang saham yang memiliki ambisi untuk menjadi CEO dan menguasai perusahaan.

"Apa saya boleh bertanya pada anda satu hal?" Tuan Bima mengangkat tangan setelah menyunggingkan salah satu sudut bibirnya.

"Silakan!" tantang Tuan Richard.

"Jika perusahaan ini mengalami perluasan yang sangat pesat sesuai rencana, lalu apakah anda memiliki rencana selanjutnya? Misalnya saja penerus perusahaan yang KOMPETEN." Tuan Bima sengaja menekankan kata kompeten, ingin mengingatkan para semua dewan direksi bahwa Tuan Richard hanya memiliki seorang anak yang tidak berguna, tukang mabuk-mabukan, juga tukang tawuran. Apa jadinya jika perusahaan bertaraf internasional kelak dipegang penerus seperti itu?

"Pertanyaan anda sungguh keluar dari pembahasan!"

"Ini sama sekali tidak keluar dari pembahasan. Sebuah perusahaan pasti butuh generasi penerus yang KOMPETEN." Lagi, Tuan Bima sengaja menekankan kata kompeten. "Bukankah setiap tanaman padi yang tua nantinya akan digantikan dengan tanaman padi yang muda?"

Tuan Bayu selalu mengungkit tabiat Renma selaku penerus satu-satunya Tuan Richard, itulah salah satu alasan Tuan Richard selalu pulang ke rumah dengan amarah yang meluap-luap, melampiaskan cacian, tamparan, juga pukulan pada Renma yang ia anggap tidak memenuhi ekspektasinya.

"Kenapa anda selalu mengungkit penerus perusahaan ketika saya masih sehat dan masih dalam usia produktif?" tanya Tuan Richard jengkel.

"Kita tidak tahu kapan kita akan mati, bukan?" Tuan Bayu mengedikkan bahunya.

"Anda tenang saja! Putra saya sangat kompeten! Saya yakin dia akan mampu mengelola perusahaan dengan baik."

Rapat itu pun diakhiri dengan penyampaian kesimpulan oleh notulen yang disampaikan dalam dua bahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Setelah itu, Tuan Richard cepat-cepat keluar dari ruangan menuju lift, tak sabar ingin menemui mantan istri dan anaknya.

"Anak yang kompeten?" Tuan Bayu tiba-tiba ikut masuk ke dalam lift yang sama dengan Tuan Richard. "Jangan bercanda!"

"Aku nggak bercanda! Aku yakin, anakku Renma mampu memimpin perusahaanku suatu hari nanti," kata Tuan Richard saat pintu lift tertutup.

"Anak yang selalu mabuk-mabukan dan tawuran itu?" Tuan Bayu tertawa meremehkan. "Kamu pikir dia memiliki kemampuan? Yang benar saja!"

"Tunggu dan lihat saja, Bayu!"

Ting

Pintu lift pun terbuka. Tuan Richard segera keluar dari lift bersama Pak Johan, lalu menuju tempat parkir. Saat memasuki mobil, Tuan Richard meminta Pak Johan mempercepat laju kendaraan agar ia bisa segera menemui mantan istri dan anaknya. Kabar terakhir yang ia dengar tentang Renma, anak itu kini sudah tinggal di rumah lamanya.

"Liliana!" Tuan Richard membuka pintu rumah dengan napas ngos-ngosan, tepat setelah ia sampai di halaman rumah mantan istrinya.

Nyonya Liliana menoleh ke arah pintu. Dilihatnya mantan suaminya berdiri di sana dengan wajah senang saat melihatnya.

🏵🏵🏵🏵🏵

instagram = zaimatul.hurriyyah

Jangan lupa love, comment, subscribe, dan follow akun zaimnovelis agar penulis semakin semangat mengetik.

Pelukan BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang