30. OLIMPIADE MATEMATIKA

1.2K 150 21
                                    

Renma memiringkan tubuhnya ke kanan, lalu ke kiri. Ia tak bisa tidur nyenyak, mengingat besok pagi ia harus berangkat untuk mengikuti olimpiade Matematika tingkat Kota. Mendadak ia tak percaya diri dengan kemampuannya yang hanya belajar kumpulan soal hanya dalam waktu dua bulan.

"Kayaknya gue harus nyari makanan di kulkas deh. Kalau perut gue kenyang, pasti gue bisa tidur nyenyak," pikir Renma.

Renma beranjak dari tempat tidurnya, lalu pergi menuju dapur. Sesampainya di sana, Renma terperanjat kaget ketika menjumpai Ibrah dan Layala tengah asyik memakan ice cream di depan kulkas.

"Bocil, kalian ngapain makan ice cream di depan kulkas?" tanya Renma yang berhasil membuat kedua adiknya menoleh kaget.

"Astaghfirullahal Adzim. Bang Rengma kenapa ngagetin aku?" Layala mengerucutkan bibir mungilnya yang dipenuhi sisa-sisa ice cream coklat, membuat Renma gemas melihatnya.

"Ya kalian yang ngagetin Abang." Renma mengambil beberapa lembar tisu, lalu mengelap lembut bibir Layala.

"Kita nggak bisa tidur, Bang. Kita baru aja mimpi buruk. Jadi, kita makan ice cream aja," jelas Ibrah, lalu kembali menyendok ice creamnya.

Renma terkekeh. "Ya udah. Abang temenin."

Renma ikut mengambil satu cup ice cream dari dalam kulkas, lalu memakannya bersama Ibrah dan Layala. Walaupun mereka sudah memakan ice cream, tetap saja perut mereka masih lapar, ingin makan sesuatu yang hangat. Renma pun menggoreng beberapa sosis untuk ia makan bersama kedua adiknya.

"Waaah perutku udah kenyang." Ibrah mengelus perut tambunnya setelah memakan beberapa potong sosis goreng buatan Renma.

"Iya." Layala mengangguk. "Aku juga udah kenyang."

"Abang juga udah kenyang, Cil."

"Tapi ... kenapa aku masih nggak bisa tidur ya, Bang?" tanya Layala.

"Abang juga nggak bisa tidur. Gimana kalau Abang bacain cerita ke kalian sampai kalian tidur?" kata Renma menawarkan.

"Yeeey!" pekik Ibrah dan Layala senang.

Renma mengambil sebuah buku cerita dari dalam rak buku, membawa kedua adiknya memasuki kamarnya, meminta mereka berbaring di atas kasur, menyelimuti mereka, lalu mulai membacakan cerita mukjizat para Nabi. Tak terasa setengah jam pun berlalu. Ibrah dan Layala sudah tertidur lelap di samping Renma.

"Kenapa gue bisa punya adik selucu mereka?" Renma tersenyum senang, lalu mengecup singkat kening Layala sebelum ia ikut tertidur pulas.

Beberapa jam kemudian, adzan Subuh berkumandang. Hasan diminta Sang Bunda untuk membangunkan semua adik-adiknya. Tentunya ia mulai dari Renma yang paling susah dibangunkan untuk menunaikan sholat Subuh.

Mata Hasan melebar, cukup kaget melihat Ibrah dan Layala yang tertidur pulas sambil memeluk Renma. Tampak Renma masih memegang buku kisah para Nabi di tangannya. Entah mengapa dada Hasan mendadak berat, mengingat ia sering tidur bersama kedua adiknya, membacakan cerita untuk mereka sampai mereka tertidur di pelukannya. Tapi posisi itu seolah sudah digantikan Renma lantaran ia terlalu sibuk belajar, belajar, dan belajar. Mendadak Hasan juga teringat saat Ibrah dan Layala meminta bantuannya untuk mengerjakan soal. Namun dengan lembut, ia menolak dan mengucapkan kata 'Nanti' yang entah kapan.

Pelukan BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang