24. MAAFKAN AKU BUNDA

1.5K 176 108
                                    

Komen 100++ besok pagi langsung update

Tak terasa sudah tiga hari Renma mengintai rumah Bundanya. Tapi ia sama sekali tak pernah melihat Sang Bunda menyiram tanaman di halaman depan. Anehnya, Hasan dan Ana terlihat selalu pulang malam. Dan lebih anehnya lagi, Pak Rahman juga tak pernah terlihat berangkat atau pulang dari kantor.

"Kok perasaan gue jadi nggak enak ya?"

Di hari keempat, Renma memutuskan untuk mengikuti Hasan dan Ana dari berangkat sekolah sampai pulang sekolah. Namun ternyata, kedua saudara kembarnya tidak langsung pulang, melainkan pergi ke rumah sakit.

"Kenapa mereka ke rumah sakit sore-sore begini?" Dahi Renma berkernyit heran.

Diam-diam, Renma terus mengikuti langkah kaki Hasan dan Ana yang berjalan menuju ruang rawat inap VVIP. Dari balik jendela, Renma melihat Sang Bunda terkapar tak berdaya di atas ranjang rumah sakit. Wanita paruh baya itu terlihat pucat dengan selang infus yang menancap di tangannya. Tampak juga Sang Ayah yang selalu setia menemani.

"Bunda sakit?" Mata Renma terbelalak tak percaya.

Tentu saja Renma sangat ingin masuk ke ruang itu. Tapi langkah kakinya terhenti saat melihat Sang Bunda tersenyum senang, menyambut kedatangan Hasan dan Ana. Renma berpikir, senyuman itu pasti akan mengempis saat ia tiba-tiba datang.

"Apa ... apa gue bisa jadi anak yang membanggakan seperti Hasan dan Ana? Kayaknya mustahil deh. Mereka kan terlahir jenius." Renma menunduk, teramat iri melihat kehidupan kedua saudara kembarnya yang selalu baik-baik saja.

Renma terkesiap ketika melihat Ana tampak hendak keluar dari kamar. Ia segera meraih pergelangan tangan Ana dan membawa gadis itu ke lorong sepi.

"Ana, sebenarnya Bunda sakit apa?" tanya Renma cemas.

Kedua bola mata Ana memutar malas. "Kenapa Abang tanya sekarang, hah? Selama ini Abang ke mana aja?"

"Gue cuma pergi biar nggak jadi beban keluarga."

"Malah Abang menjadi beban yang lebih berat kalau pergi begitu aja. Apa Abang tahu kalau Bunda nggak bisa tidur setiap hari gara-gara mikirin Abang? Apa Abang tahu kalau Bunda nangis setiap malam gara-gara mikirin Abang? Apa Abang tahu kalau Bunda nggak napsu makan gara-gara mikirin Abang?"

"Bunda mikirin gue sampai segitunya?" Renma terpental kaget.

"Ya iyalah!" bentak Ana. "Asal Abang tahu, Ayah sama Bunda udah nyari Abang ke seluruh pelosok negeri selama enam belas tahun. Mereka sudah menghabiskan banyak uang hanya untuk nyari Abang. Tapi saat mereka berhasil menemukan Abang, Abang malah pergi hanya dengan meninggalkan sepucuk surat."

"Gue malu sebagai seorang anak, An. Gue ngerasa kalau Bunda akan jauh lebih bahagia kalau gue nggak ada karena gue hanyalah aib keluarga."

"Bunda akan jauh lebih bahagia kalau Abang berubah menjadi pribadi yang lebih baik."

"Tapi ... gue nggak bisa. Lo tahu sendiri kan? Baru beberapa minggu tinggal bersama Ayah dan Bunda, gue udah bikin banyak ulah."

"Berubah atau enggak, itu tergantung Abang sendiri," kata Ana tegas.

"Tapi gimana caranya, An? Gimana caranya gue bisa berubah?"

Pelukan BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang