17. APAKAH INI CINTA?

1.3K 146 4
                                    

Bu Inayah menyodorkan sebuah ponsel mahal pada Renma. Harga ponsel itu mencapai 28 juta rupiah, setara harga motor baru. Sengaja Bu Inayah membelikan ponsel yang sama dengan Hasan dan Ana, hanya berbeda pada warna casingnya saja. Bu Inayah dengar, merk ponsel tersebut adalah merk yang paling digemari remaja masa kini.

Renma tersenyum senang, membuka boxnya, lalu melihat-lihat fitur yang ada di dalam ponsel tersebut. Ya! Ponsel itu sama persis dengan ponsel yang ia miliki sebelumnya. Namun, saat ia membuka fitur playlist, hanya ada murrotal Al-Qur'an yang mungkin sudah diisi oleh Bu Inayah.

"Sudah Bunda isi seratus empat belas surat. Siapa tahu kamu bisa hafal surat-surat pendek yang lainnya," kata Bu Inayah.

"Terima kasih ya, Bunda." Renma memeluk erat sang Bunda, merasakan sebuah kenyamanan yang teramat menenangkan dalam pelukan itu.

"Iya, Nak. Sama-sama. Dengan HP itu, Bunda harap kamu semakin rajin belajar. Jaman sekarang mah belajar nggak perlu pakai guru udah bisa karena banyak jenis aplikasi pembelajaran."

"Sekali lagi terima kasih ya, Bunda."

"Iya." Bu Inayah mengusap lembut pipi Renma.

Ting tung ting tung

Suara bel rumah berbunyi. Renma segera membuka pintu. Kedua alisnya sedikit terangkat melihat siapa yang datang. Ya! Siapa lagi kalau bukan Dinda Aulia Hanum? Gadis cantik yang biasa datang lima hari dalam seminggu untuk ikut belajar bersama kedua saudara kembarnya.

"Assalamu'alaikum, Tante." Dinda langsung berjalan melewati Renma untuk meraih tangan Bu Inayah.

"Wa'alaikum salam," timpal Bu Inayah. "Sebentar ya. Belajarnya kita tunggu Hasan dan Ana dulu. Mereka masih murojaah hafalan sama Ayah mereka."

"Iya, Tante." Dinda mengangguk sopan.

Tak lama menunggu, Hasan dan Ana datang membawa beberapa buku dan alat tulis. Sekilas, tatapan Hasan dan Dinda berada pada satu garis lurus, membuat keduanya mendadak salah tingkah. Hasan langsung mengalihkan pandangannya, takut jika ia kembali terperangah melihat kecantikan Dinda. Sementara Dinda pun demikian. Dia juga membuang muka, entah mengapa merasa agak sedikit canggung berjumpa dengan Hasan setelah kejadian di perpustakaan tadi siang.

Pembelajaran pun dimulai. Renma terlihat begitu semangat mendengarkan penjelasan sang Bunda yang ia nilai sangat mudah ia pahami. Namun anehnya, Hasan terlihat tidak fokus. Ada suatu kecemasan yang mendadak mengganggu benaknya. Ia bertanya-tanya apakah Dinda baik-baik saja setelah insiden tadi siang di perpustakaan.

"Hasan, soal mana yang belum kamu mengerti, Nak?" tanya Bu Inayah.

"Bang!" Ana menyikut lengan Hasan, sukses membuat Hasan terkesiap.

"Hm?" tanya Hasan.

"Bunda tadi tanya Abang lho," jelas Ana.

"Kok kamu nggak fokus?" tanya Bu Inayah. Tak biasanya Hasan melamun.

"Ada sedikit hal yang mengusik pikiranku, Bun," jawab Hasan jujur. "Nanti aku ceritain ke Bunda."

"Oooh jadi begitu." Bu Inayah mengangguk paham.

Dinda berdiri dari tempat duduknya, lalu izin pada Bu Inayah untuk meminjam toilet. Setelah buang air kecil, gadis itu mencuci tangan. Dilihatnya wajah cantik yang terpantul di cermin wastafel. Pikiran aneh mulai menggelayut di benaknya, berpikir apakah wajah cantik yang ia miliki bisa menjadi bagian dari keluarga Hasan.

Pelukan BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang