40. JATUH CINTA PADA GADIS YANG SAMA

1.1K 111 85
                                    

Di atas kasur, Dinda menggigil kedinginan, demam, juga tak bertenaga. Sementara wajahnya benar-benar pucat. Kemarin malam, Bu Inayah sudah memanggil dokter. Tapi rupanya Dinda malah bertambah sakit. Bu Inayah berinsiatif membawa gadis itu ke rumah sakit.

"Dinda, ayo kita ke rumah sakit, Nak!" ajak Bu Inayah.

Pak Rahman hari ini sedang ada rapat bersama beberapa rekan bisnis, jadi ia tidak bisa menemani istrinya mengantar Dinda. Sebelum berangkat kerja, ia sudah menyuruh Pak Lukman. Tapi satu jam sebelum berangkat, tiba-tiba Pak Lukman harus pulang lantaran istrinya mengalami kontraksi karena hamil besar. Terpaksa Bu Inayah memesan mobil ojek online.

"Tante?" Dinda terbangun. Suaranya terdengar lemas.

"Ayo kita ke rumah sakit!" ujar Bu Inayah lembut sambil memapah Dinda untuk turun dari ranjang.

Dinda mengerahkan sisa tenaganya untuk turun dari ranjang. Namun belum beberapa langkah ia beranjak, kepalanya terasa begitu pusing bukan main. Pandangan mata yang tadinya jelas, tiba-tiba mendadak memudar. Dia pun kesadaran. Untungnya, Bu Inayah langsung menangkapnya.

"Hasan! Renma! Bantuin Bunda!" teriak Bu Inayah yang sudah tidak kuat menopan tubuh Dinda.

Renma yang sedari tadi mondar-mandir di depan kamar Ana, pun segera masuk, lalu menggendong Dinda. Dia membawa Dinda menuruni tangga menuju mobil ojek online yang sudah terparkir di depan rumah.

Mulut Hasan menganga ketika baru saja keluar dari kamarnya, melihat Renma menggendong Dinda. Entah mengapa mendadak ada rasa sesak di dadanya. Tangannya mengepal marah, menyesal mengapa ia tidak siaga di depan kamar.

"Ada yang panas tapi bukan kompor nih," sindir Ana yang berhasil membuat Hasan terkesiap.

Hasan segera beristigfar berulang kali, menyadari bahwa tak seharusnya ia menyimpan kekesalan pada saudara kembarnya sendiri hanya karena saudara kembarnya menggendong gadis yang mampu membuat jantungnya berdegup tak berirama. Ia memang terlambat! Tapi ia terlambat karena harus begadang semalaman untuk menghapus rekaman CCTV dari rumah Dinda, dan CCTV lainnya yang menampilkan dirinya sedang membawa kabur anak orang. Ia hanya tak mau masalah akan semakin runyam, takut kedua orang tua Dinda akan memperpanjang masalah dan membuat Bu Inayah khawatir. Bagi Hasan, Bundanya harus selalu bahagia tanpa perlu mengkhawatirkan hal-hal yang tidak perlu dikhawatirkan.

Bu Inayah meminta Renma untuk menemaninya ke rumah sakit. Sementara Hasan dan Ana diminta tetap di rumah untuk menjaga Ibrah dan Layala karena saat ini Bik Tina sedang ke pasar untuk berbelanja bahan-bahan makanan.

Sesampainya di rumah sakit, Renma segera menggendong Dinda menuju IGD, Instalasi Gawat Darurat. Dokter yang berjaga langsung memeriksa kondisi Dinda, lalu meminta perawat untuk memasangkan infus. Tak lama setelah itu, Dinda dipindahkan ke ruang rawat inap.

Sementara itu, Tuan Renaldi dan Nyonya Silvia tak sadar sudah genap tiga hari lupa bahwa mereka telah mengurung Dinda di dalam kamar tanpa diberi makanan sedikitpun. Kebetulan tiga hari belakangan ini mereka sibuk mengurus pekerjaan kantor.

"Mas, apa kamu sudah ngeluarin Dinda dari kamar?" tanya Nyonya Silvia.

"Lah? Aku pikir kamu yang udah buka pintu kamarnya Dinda," timpal Tuan Renaldi.

Mereka saling menatap satu sama lain dengan mata melebar. Tentu mereka mendadak panik, mengingat sudah tiga hari penuh Dinda terkurung di dalam sana. Cepat-cepat mereka mencari kunci, lalu membuka pintu kamar Dinda.

Pelukan BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang