33. TANTANGAN TAWURAN PART B

964 104 36
                                    

Karin masih menangis sesenggukan di dalam gudang. Kakinya tak bisa ia gerakkan walaupun polisi sudah berusaha menuntunnya. Benar-benar gemetar takut bukan main. Dalam hati ia bersumpah akan membuat Yogi dan kawan-kawannya mendapatkan hukuman terberat tanpa bisa mendapatkan remisi apa pun.

Renma, Hasan, dan Ana langsung berjalan menghampiri gadis itu. Karin mendongak, dilihatnya Renma berjalan menuju ke arahnya. Seketika ia bisa berdiri, lalu berlari untuk memeluk Renma. Namun sebelum ia berhasil memeluk Renma, Ana dengan sigap menghalanginya. Menggantikan Renma sebagai objek pelukan, mengingat Karin bukanlah mahrom bagi Abangnya.

"Apaan sih! Gue mau meluk Renma," keluh Karin.

"Masih belum mahrom. Jadi peluk aku saja." Ana memeluk Karin erat-erat sambil menepuk-nepuk punggung gadis itu.

Renma melihat dengan seksama gadis yang kini dipeluk oleh saudari kembarnya. Ia hanya ingin memastikan jika gadis itu tak terluka sedikitpun. Kedua matanya terbelalak lebar ketika melihat luka lebam di sekeliling pergelangan tangan Karin. Wajahnya berubah panik. Cepat-cepat ia meraih tangan gadis itu untuk melihat seberapa parah luka di pergelangan tangan gadis itu.

"Tangan terluka!" ujar Renma cemas.

"Mon maap. Belum mahrom." Ana melepaskan tangan Renma yang memegang tangan Karin. "Biar aku aja yang nanti mengobati Karin."

Tak mau luka Karin nantinya akan bertambah parah, Renma langsung pergi ke apotek untuk membeli saleb. Ia pun segera kembali, lalu memberikan saleb yang ia beli pada Ana.

"Sebaiknya korban harus ikut saya ke kantor polisi untuk dimintai keterangan," kata polisi.

Belum sempat Ana membuka tutup saleb, Ana dibawa ke kantor polisi. Karena gadis itu masih ketakutan, Ana mendampinginya masuk ke mobil polisi. Di dalam mobil, dengan lembut Ana mengoleskan saleb di pergelangan tangan Karin. Tak lupa juga ia meniup pelan agar Karin tak merasa perih.

000

Sesampainya di rumah, Renma dan kedua saudara kembarnya menjumpai Bu Inayah dan Dinda yang sudah berada di ruang tamu. Tentu Bu Inayah sangat khawatir mengapa ketiga anaknya pulang terlambat.

"Kalian ke mana saja?" tanya Bu Inayah cemas, menghampiri ketiga anaknya. "Bunda telepon berulang kali tapi kalian nggak angkat."

"Ceritanya panjang, Bun. Nanti aku bakalan ceritain semuanya ke Bunda. Sekarang, Bunda tenang dulu." Hasan menuntun Bundanya untuk duduk di atas sofa.

Renma dan Ana mulai bercerita bagaimana kronologi mereka bertiga bisa pulang terlambat dan tak sempat mengangkat panggilan telepon dari Sang Bunda. Tentu cerita yang disampaikan Renma dan Ana membuat Bu Inayah kaget bukan main. Bagaimana mungkin ada remaja SMA yang memiliki pemikiran untuk menyekap seorang gadis. Terlebih mereka mengancam akan memperkosa pula! Benar-benar tak bisa Bu Inayah bayangkan beginilah realita kehidupan anak Jakarta yang sebenarnya.

"Lalu, sekarang Karin di mana? Apa dia baik-baik saja?" tanya Bu Inayah yang masih cemas.

"Bunda tenang aja." Hasan mengelus bahu Bundanya. "Sekarang Karin sudah bersama keluarganya dan mendapatkan perawatan dokter.

Renma menunduk sedih, melihat Bundanya tampak begitu cemas. Ia merasa semua yang terjadi hari ini gara-gara dirinya. Andaikan saja ia bukanlah ketua geng dari sekolahnya, mungkin kejadian nahas ini tidak akan terjadi.

Pelukan BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang