22. MINGGAT!!

1.4K 169 24
                                    


Sejak kejadian Renma datang dalam keadaan mabuk, sikap Bu Inayah sedikit berubah. Ia menjadi enggan untuk menatap sang putra karena merasa takut jika nanti ia tetap tidak bisa merubah kebiasaan Renma yang ia nilai sudah sangat melenceng dari aturan agama. Tak hanya sikap Bu Inayah saja yang sedikit berubah, sikap Pak Rahman juga berubah. Pria paruh baya yang biasa bertutur kata lemah lembut itu, kini berbicara dengan intonasi sedikit sinis terhadap Renma seorang. Membuat Renma tak nyaman tinggal di rumah itu.

"Hasan, tolong belikan galon!" Bu Inayah tampak memberi uang pada Hasan.

"Iya, Bun." Hasan mengangguk patuh.

Sudah tiga hari Bu Inayah tak berbicara banyak dengan Renma. Wanita paruh baya itu berhenti menyuruh Renma membelikan galon atau tabung gas LPG. Paling jauh, ia hanya membangunkan Renma untuk sholat dan mengingatkan belajar.

"Hm ... pasti Bunda masih marah sama gue," batin Renma tak nyaman. "Gue harus apa agar Bunda benar-benar maafin gue?"

Renma berjalan mondar-mandir, sesekali melirik Sang Bunda yang tampak asyik mencuci sayur. Tiba-tiba terbesit di benaknya untuk meminta Bu Indah soal-soal Matematika via WhatsApp. Soal-soal itu nantinya akan ia cetak, lalu ia pergunakan sebagai alasan agar kembali dekat dengan Sang Bunda.

Setelah mencetak beberapa lembar soal Matematika, Renma memberanikan diri untuk mendekati Sang Bunda. Ia meneguk ludah, lalu memaksa wajahnya untuk tersenyum saat ia sudah berdiri di dekat Sang Bunda.

"Bunda, ada soal dari Bu Indah nih. Tapi aku masih nggak ngerti cara ngerjainnya. Bunda bisa ngajarin aku nggak?" pinta Renma.

Bu Inayah meletakkan sayurannya, lalu mengelap tangan. Dia segera melihat soal yang diberikan Renma. Cukup terkejut, soal-soal itu lebih sulit dari soal-soal sebelumnya.

"Kita ke ruang keluarga aja." Bu Inayah berjalan menuju ruang keluarga, diikuti Renma.

Bu Inayah duduk di sofa, lalu mulai mengajari Renma. Diam-diam, Renma menahan senyum, teramat senang karena dia bisa dekat dengan Sang Bunda, walaupun harus mempelajari mata pelajaran yang tak ia sukai.

"Gimana? Kamu paham?" tanya Bu Inayah.

"Belum, Bun." Renma menggeleng, membuat Bu Inayah kembali menjelaskan cara menjawab soal nomor satu.

Renma kembali tersenyum. Kali ini ia tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Ia berusaha keras memahami materi yang Bundanya ajarkan. Sebisa mungkin menjawab soal-soal itu dengan benar agar membuat Bundanya bahagia.

"Gimana, Bun? Ini udah bener, nggak?" tanya Renma dengan senyuman penuh semangat. Menunjukkan soal yang berhasil ia jawab.

"Iya." Bu Inayah mengangguk. "Jawaban kamu sudah benar."

Senyuman Renma mendadak mengempis saat melihat respon Sang Bunda yang hanya tersenyum kaku, seolah memaksakan diri. Sebagai orang tua, sebenarnya ia terlalu kaget memiliki anak pemabuk seperti Renma. Ada perasaan sedih, kecewa, dan marah yang teraduk menjadi satu. Untuk tersenyum pada Renma, entah mengapa begitu berat. Walaupun ia berusaha bersikap baik-baik saja di depan anak itu.

"Bunda ... masih marah ke aku, ya?" tebak Renma.

"Marah kenapa?"

Pelukan BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang