21. KETIKA BUNDA KECEWA PART C

1.3K 149 13
                                    

Bu Inayah dengan dibantu Hasan memindahkan Renma ke kamar, takut jika Ibrah dan Layala melihat apa yang terjadi pada Abang mereka, lalu menjadi contoh yang tidak baik. Kemudian Bu Inayah meminta Hasan untuk mengganti baju Renma dengan baju kering agar Renma tidak masuk angin.

"Bunda, aku sudah mengganti baju Renma." Hasan keluar dari kamar Renma untuk memberi tahu Bundanya.

"Hasan, mendingan sekarang kamu cepat-cepat ambil air wudlu, lalu murojaah Al-Qur'an sambil menunggu adzan Subuh bersama Ayah," saran Bu Inayah.

"Iya, Bun." Hasan mengangguk patuh.

Bu Inayah masih berdiri di depan kamar Renma, menatap pintu kamar tersebut dengan tatapan sedih. Beberapa bulir air mata bahkan terjatuh lancang dari kedua kelopak matanya. Membuat langkah Hasan terhenti, lalu berbalik.

"Bunda?" sapa Hasan.

Bu Inayah cepat-cepat mengusap air matanya, tak ingin membuat Hasan khawatir. "Hm?"

"Untuk saat ini, jangan dekat-dekat Renma. Dia sedang dalam pengaruh alkohol. Takutnya dia mukul Bunda karena nggak sadar," ucap Hasan mengingatkan.

"Kamu jangan khawatir."

Hasan pun akhirnya pergi untuk megambil air wudlu. Sementara Bu Inayah masih berdiri mematung di depan kamar Renma. Dengan ragu, ia meraih gagang pintu, lalu membukanya. Dilihatnya sang putra masih berbicara seperti orang tak waras, membuat Bu Inayah kembali menitihkan air mata.

"Renma, sadar, Nak." Bu Inayah mengelus lembut rambut Renma.

Dalam ketidak sadaran, samar-samar Renma mengira Bu Inayah sebagai Nyonya Liliana yang kerap kali memukulinya jika pulang dalam keadaan mabuk. Renma kemudian berdiri sempoyongan di atas kasur, lalu melompat-lompat.

"Renma, sadar, Nak. Ayo turun!" pinta Bu Inayah dengan air mata yang semakin mengalir deras, membasahi kedua pipinya yang mulai keriput.

"Aku nggak mau! Aku bukan anak kecil yang bisa diatur-atur lagi!" bentak Renma.

"Renma ...." Bu Inayah meraih tangan Renma sambil menatapnya lembut.

Renma menghempaskan tangan Bu Inayah, lalu turun dari atas kasur. "Pergi dari kamarku!" bentaknya.

"Ini Bunda, Nak."

"Hah? Sejak kapan aku memanggilmu Bunda? Kamu bukan orang tuaku."

Mendengar penuturan Renma, tentu hati Bu Inayah semakin hancur. Ia mengira bahwa saat ini Renma memang sedang berbicara dengannya.

"Pergi kamu! Aku mau sendirian!" Renma menarik kasar tangan Bu Inayah, lalu mengeluarkannya dari kamar.

Saat Bu Inayah tengah meratap penuh kekecewaan, suara adzan Subuh membuatnya terkesiap. Satu per satu kalimat adzan ia jawab dengan suara goyah, tak tahan dengan rasa kesedihan yang harus ia pikul pagi ini.

"Bunda?" Hasan yang memergoki Bundanya tengah menangis, tentu langsung datang untuk memeluknya erat-erat. "Bunda, Bunda kenapa, hm?"

"Bunda nggak kenapa-napa." Bu Inayah menggeleng, mencoba menutupi kesedihannya yang semakin lama terasa semakin lara.

"Ya udah. Mendingan sekarang kita sholat Subuh dulu. Pasti Bunda bakalan tenang setelah sholat dan membaca Al-Qur'an." Hasan mengusap lembut air mata yang membasahi kedua pipinya.

Pelukan BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang