53. GHIBAH

86 6 0
                                    

Beberapa siswi melihat Karin dengan tatapan risih. Sesekali mereka saling memperlihatkan layar ponsel masing-masing. Kemudian saling berbisik satu sama lain.

Karin yang sudah terbiasa dipandang dengan tatapan seperti itu, tentu tak peduli. Karena ia sering kali dijadikan target empuk bahan gosip, juga target iri hati. Ia pun mengedikkan bahu, lalu berjalan memasuki kelas.

"Eh lihat itu si Karin!"

"Gila ya! Bisa-bisanya cewek kayak dia bersekolah di sini."

"Gue malah takut kalau dia bakal mencemari nama baik sekolah ini."

"Iya nih. Gue juga takut kalau nanti masyarakat bakal berpikiran sekolah ini nggak mampu mendidik siswa-siswinya."

"Waduuuh reputasi sekolah ini bisa-bisa anjlok dong!"

Beberapa opini teman-temannya, bisa Karin dengan sangat jelas. Tentu Karin tak tahu hal apa yang sedang mereka bicarakan lantaran ia sendiri merasa tidak pernah melakukan apa pun yang bisa mencemari nama baik sekolah. Ia tak pernah mencuri, menyakiti orang, ataupun melakukan tindakan kriminal dalam bentuk apa pun.

"Gue jadi males sekelas sama orang itu." Ninda menunjuk Karin dengan dagunya.

Karin memutar malas kedua bola matanya. Batas kesabaran yang ia miliki rupanya sudah habis. Ia menggebrak meja, tak tahan dengan sindiran-sindiran yang ia dengar dari teman-teman sekelasnya.

"Kalian mau ngomong apa, hah?" Karin melihat satu per satu teman-temannya yang tadinya asyik bergosip.

Semua orang yang seketika berpura-pura tak mendengarkan Karin dan mendadak sibuk melakukan aktivitas lain seperti membaca buku, bermain ponsel, dan mendengarkan musik. Hanya tersisa seorang gadis cantik berkacamata hitam yang berani menatap Karin. Ninda, namanya.

Ninda mengeluarkan ponsel dari dalam saku jas almamaternya, lalu memperlihatkan ratusan postingan instagram pada Karin. Dalam postingan itu, tampak Karin tidak memakai jilbab, bahkan ada salah satu foto di mana Karin hanya mengenakan bikini.

"Ini akun instagram lo, kan?" tanya Ninda tegas.

"Iya. Kenapa memangnya?" Karin malah balik bertanya. Ia tak merasa ada yang salah dengan postingan-postingan yang ia unggah di instagram. Bukankah semua orang berhak memakai pakaian sesuka hati asalkan tidak telanjang, pikirnya.

Ninda memutar malas kedua bola matanya seraya tersenyum meremehkan. Tak percaya saat melihat tak ada ekspresi malu sedikit pun di wajah Karin. Ya! Mungkin karena Karin sempat tinggal di Los Angeles beberapa tahun saat ia masih kecil. Itulah sebabnya ia berpikir bahwa memakai bikini dan memostingnya di akun instagram adalah hal yang lumrah.

"Sebaiknya lo jangan ikut campur dengan urusan gue deh," kata Karin.

"Tapi postingan lo itu bisa mencemarkan nama baik SMA ini selaku SMA internasional yang berbasis agama," debat Ninda.

Karin terdiam. Ia baru sadar jika ia kini tidak lagi bersekolah SMA Mulia Bakti, tapi bersekolah di Albayan Islamic International School yang merupakan sekolah berbasis agama terelite di Jakarta. Tentu Karin tak berpikir jauh jika kebiasaannya yang gemar memakai pakaian sexy bisa saja mencemarkan nama baik sekolahnya.

"Ta ... tapi ... gue kan nggak memakai pakaian minim di sekolah. Gue selalu taat aturan sekolah kok." Karin mencoba membela diri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pelukan BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang