3. SALAH ORANG

1.8K 174 13
                                    

Hari Sabtu ini, Hasan berniat untuk mencari beberapa buku pelajaran untuk belajar soal-soal Matematika. Hobinya adalah memecahkan soal-soal Matematika, merasa ada kepuasan tersendiri saat ia berhasil memecahkan pertanyaan-pertanyaan sulit. Namun saat ia dalam perjalan, tiga remaja bermotor menghadangnya, seketika membuatnya berhenti.

"Hai, Renma! Apa kabar?" Yogi meraih kerah kaos Hasan dan memaksanya turun dari motor bebeknya.

Lukas dan Tomi tertawa, melihat motor bebek yang dikendarai Hasan. Tak mereka sangka jika pentolan sekolah SMA Mulia Bakti bisa mengendarai motor bebek berwarna merah.

"Kalian siapa?" tanya Hasan bingung. Melihat satu per satu remaja yang menghadangnya, sungguh tidak ada satu pun yang mereka kenal.

"Jangan sok amnesia deh!" bentak Lukas.

"Kapan kita tawuran, hah?" Tomi mendorong bahu Hasan.

"Ta ... tawuran?" Hasan terpental kaget. Meskipun ia mempunyai sejumlah medali kejuaraan karate dan sudah memegang sabuk hitam, tak pernah sedikit pun ia berpikir menggunakan kemampuannya untuk tawuran.

"Ya elah. Nih anak malah belagak pilon," kata Yogi yang menghantam bahu Hasan dengan bahunya, membuat Hasan mundur dua langkah ke belakang.

"Tunggu! Sebenarnya kalian ini siapa? Dan kalian mau apa?" tanya Hasan semakin bingung.

"Nggak usah sok-sok'an nggak kenal deh!" bentak Lukas semakin geram.

Dahi Tomi berkerut, merasa ada yang aneh dari penampilan Renma hari ini. Rambut yang biasa gondrong dikuncir sebagian ke belakang, kini terlihat cepak rapi. Telinga yang ditindik dan dipasang giwang hitam, kini tak ada. Bahkan kalau diperhatikan lebih teliti, tidak ada lubang tindik di telinganya! Terlebih lagi, kalung rantai dan sejumlah gelang rantai yang biasa digunakan Renma, kini juga tak nampak. Penampilan Renma hari ini benar-benar seperti remaja baik-baik.

"Kayaknya kita salah orang deh," kata Tomi.

"Lo bercanda ya, Tom? Jelas-jelas dia ini Renma!" bentak Yogi.

"Renma? Saya bukan Renma. Saya Hasan dan saya sama sekali nggak kenal sama kalian," jelas Hasan.

Sebenarnya, kalau Hasan mau, ia bisa saja menghajar ketiga remaja tersebut hanya dengan sekali pukul untuk mempersingkat waktu. Tapi ia masih berusaha menyelesaikan masalah secara kekeluargaan.

Yogi tergelak bersama Lukas. "Lucu sekali aktingmu!"

"Gi, mumpung ketua geng SMA Mulia Bakti udah berhasil kita kepung, gimana kalau kita keroyok aja sekalian?" saran Lukas. "Biar nggak kebanyakan cincong!"

"Lo bener!" Yogi membenarkan saran Lukas.

Tanpa aba-aba, Lukas langsung berusaha melayangkan tinjunya pada Hasan. Namun dengan mudah, Hasan menghindar. Tak puas sebelum mendaratkan tinjunya, Lukas berbalik. Dia kembali berusaha melayangkan tinjunya. Lagi, Hasan dengan mudah menghindarinya.

Yogi meraih kedua tangan Hasan dan mengunci pergerakan tangan Hasan ke belakang. Tomi yang masih ragu bahwa orang itu bukanlah Renma, tentu saja tetap ikut membantu kedua temannya mengunci pergerakan remaja yang mereka pikir adalah Renma.

"Tunggu! Kalian mau apa?" tanya Hasan semakin bingung.

Lukas akhirnya bisa mendaratkan tinjunya ke muka Hasan, membuat sudut bibir Hasan berdarah. Tak mau mukanya babak belur dan membuat Bundanya khawatir, Hasan mendorong kuat sikunya ke belakang sampai menyundul perut Yogi, membuat Yogi mengerang kesakitan. Dan dengan mudah, ia juga berhasil menghempaskan tangan Tomi.

"Hajar dia!" perintah Yogi.

Lukas kembali melayangkan tinju, namun Hasan dengan mudah menahan lengan Lukas, lalu menghempaskannya. Tak berhenti sampai di situ, Yogi juga berusaha menyerang Hasan. Dan lagi-lagi dengan mudah, Hasan menghindar. Tak butuh waktu lama, Hasan berhasil membuat tiga remaja yang menyerangnya kelelahan bukan main.

"Saya nggak kenal siapa kalian. Kenapa kalian menyerang saya?" tanya Hasan.

Yogi, Lukas, dan Tomi sudah kehabisan tenaga. Tak peduli berapa kali mereka menyerang, Hasan selalu bisa menghindar. Menyadari bahwa Hasan bukanlah sembarang orang, Yogi memutuskan untuk kembali ke markas dan membuat perhitungan di lain waktu.

Hasan mengusap sudut bibirnya dengan jempol. Ada sedikit darah yang membuatnya perih. Saat ia bercermin di kaca spion motor, didapatinya luka yang pastinya akan membuat sang Bunda khawatir.

"Waaah harusnya tadi aku bisa menghindar. Kalau gini kan, nanti Bunda khawatir," batin Hasan penuh sesal.

Hasan memutuskan untuk pulang dan mencari kotak P3K untuk mengobati lukanya sendiri. Namun, Bu Inayah memergokinya mencari-cari obat di dalam kotak P3K rumah.

"Hasan, muka kamu kenapa, Nak?" tanya Bu Inayah cemas, melihat luka kecil di sudut bibir putranya.

"Nggak apa-apa, Bun. Cuma luka kecil pas tadi mau pergi nyari buku," jawab Hasan.

"Kok bisa?" Bu Inayah menghampiri Hasan untuk melihat lebih detail luka di salah satu sudut bibir putranya.

Hasan terdiam sebentar. Tak mungkin ia mengatakan bahwa ia dihadang oleh tiga remaja tak dikenal yang memanggilnya dengan nama Renma. Seketika ia teringat cerita bahwa sebenarnya ia memiliki satu saudara kembar lagi yang hilang karena kecelakaan 16 tahun yang lalu. Hasan berpikir, mungkin saja kejadian yang ia alami hari ini ada kaitannya dengan saudara kembarnya yang hilang. Namun, sebelum ia mengatakan hal tersebut pada sang Bunda, ia berencana memastikan kebenaran tersebut dengan mata kepalanya sendiri.

"Tadi kesenggol tangan orang, Bun," timpal Hasan sambil menghiasi wajahnya dengan seulas senyum.

Sementara di tempat lain, Renma sibuk bermain kartu dengan teman-temannya. Menikmati hidup sebagai remaja bebas dengan di kelilingi teman-teman yang solid.

"Laper nih cuy!" keluh Renma. Dia meletakkan kartu reminya di atas meja begitu saja.

"Oi belum kelar mainnya!" protes Vino.

"Bosen nih main kartu mulu. Gimana sesekali kita main cewek? Masa' enam belas tahun kita hidup, kita jomblo terus. Nggak peningkatan dalam dunia percintaan," keluh Rion yang sukses membuat Renma berdesis kesal.

"Pikiran lo cewek mulu!" Vino mendorong pelan kepala Rion.

"Lah kenapa? Kita bertiga kan ganteng. Nyari cewek mah, gampang-gampang aja," bantah Rion. "Kenapa kita nggak nyoba nyari satu? Kalau enak, nanti kita nambah satu lagi."

"Ish!" Vino kali ini menjitak kepala Rion.

Mendengar percakapan kedua temannya, Renma tercenung. Seketika ia teringat seorang gadis yang cukup menarik perhatiannya. Namanya Dinda Aulia Hanum, seorang pelajar berprestasi dari Albayan Islamic International School. Dia pernah bertetangga dengan gadis itu saat SD. Namun ketika menginjak kelas 1 SMP, gadis itu pindah ke perumahan lain. Tak menyerah terhadap gadis itu, diam-diam Renma sesekali mengintainya dari kejauhan.

😊😊😊😊😊

Jangan lupa love, subscribe, comment, dan follow akun zaimnovelis agar penulis semakin semangat mengetik

Pelukan BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang