2. KEMBAR BEDA AKHLAK PART 2

2.2K 201 20
                                    


Seorang remaja berkopyah bernama Hasan segera menaruh mushaf Al-Qur'an di atas rak setelah ia berhasil murojaah setengah juz. Ia berencana murojaah lagi setelah sholat maghrib nanti bersama keluarganya. Setelah membaca doa keluar masjid, ia berjalan menuju tempat parkir. Seorang gadis berlesung pipit melambaikan tangan padanya. Gadis itu bernama Hasanah, biasa dipanggil Ana, kembaran Hasan.

"Kamu udah selesai murojaah?" tanya Hasan membukakan pintu mobil untuk adiknya.

"Udah dong, Bang," jawab Ana riang.

Hasan dan Ana pun memasuki mobil yang menjemput mereka. Pak Lukman, selaku sopir keluarga langsung mengganti lagu dangdut menjadi murrotal Al-Qur'an, tepat sebelum anak majikannya memasuki mobil.

Ya! Mereka berdua terlahir di keluarga penghafal Al-Qur'an. Tak heran jika mereka selalu menghiasi hari-hari mereka dengan membaca dan mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur'an. Kedua orang tua mereka memiliki peta kurikulum tersendiri untuk mendidik mereka berdua agar menjadi pribadi yang taat agama.

Sesampainya di rumah, mereka langsung mengucap salam, mencium tangan kedua orang tua, lalu bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ya! Mereka hidup di keluarga yang sangat harmonis karena selalu menerapkan ajaran Rasulullah sebagai suri tauladan.

Bu Inayah dan Pak Rahman adalah pengusaha sukses di bidang konveksi yang memproduksi busana muslim. Nama brand produk mereka adalah Al-Husein yang diambil dari nama anak mereka yang hilang 16 tahun silam.

"Bunda, masak apa?" tanya Ana setelah keluar dari kamar mandi, langsung menghampiri ibunya yang sibuk memasak di dapur untuk makan malam.

"Bunda masak rendang kesukaan kamu," jawab Bu Inayah yang berhasil membuat Ana tersenyum senang.

"Yeeey! Kalau begitu, aku makin semangat bantuin Bunda." Ana segera mengambil pisau, lalu mengupas bawang.

Sementara itu, Hasan berada di ruang keluarga bersama kedua adiknya, Ibrah dan Layala yang sedang asyik bermain menyusun lego. Hasan menghabiskan waktu sorenya untuk belajar Matematika, barangkali ia akan dipilih sekolah barunya untuk mewakili olimpiade.

Ya! Keluarga Pak Rahman baru saja pindah ke Jakarta dua bulan lalu untuk perluasan brand. Rencananya, mereka akan bekerja sama dengan sejumlah partner kerja untuk meluncurkan produk-produk baru yang berhubungan dengan busana muslim selain gamis, seperti baju koko, pakaian muslim anak-anak, kerudung, rok kerja, dan sejumlah aksesoris. Itulah sebabnya keempat anak-anak Pak Rahman harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

Hasan terkesiap saat mendengar adzan Maghrib. Dia menutup semua buku-buku untuk menyudahi aktivitas belajarnya, berencana akan lanjut belajar setelah sholat Isya' nanti. Sementara Ibrah dan Layala langsung membersihkan lego-lego yang mereka mainkan dan bergegas mengambil air wudlu. Didikan disiplin berdasarkan sunnah Rasulullah benar-benar tercermin di keluarga itu.

Di musholla, Pak Rahman sudah bersiap. Ia duduk di atas sajadah imam, menunggu istri dan keempat anak-anaknya datang. Tak menunggu lama, orang-orang yang ia tunggu akhirnya datang dan mengambil posisi makmum. Iqomah pun langsung berkumandang dari suara merdu Hasan. Setelah sholat, Pak Rahman murojaah hafalan Al-Qur'an bersama istri dan anak-anaknya sampai adzan Isya'. Kemudian mereka makan malam bersama sebelum melakukan aktivitas masing-masing.

"Hasan, Bunda minta tolong beliin susu buat Layala," pinta Bu Inayah. "Stok di lemari udah hampir habis."

"Siap, Bunda," sahut Hasan lembut.

000

Di rumah Renma, suara teriakan, makian, dan cacian kembali terdengar nyaring. Membuat telinga Renma berdengung, lalu merambat menjadikan kepalanya pusing bukan main. Rasanya sudah jenuh dihadapkan dengan pertengkaran selama belasan tahun silam. Renma hanya ingin kehidupan tenang, di mana tidak ada teriakan atau makian.

Renma berdecak, lalu membuka pintu kamarnya. "Ma, Pa, aku mau beli makanan," pamitnya malas.

Tiada satu pun yang menghiraukannya. Kedua orang tuanya sibuk bertengkar, saling memaki dan saling menuduh. Membuat kedua bola mata Renma memutar malas. Ia pun meraih jaket, lalu bergegas menuju garasi, memakai helm, lalu mengendarai motornya, menerobos jalanan kota Jakarta. Dia hanya berkeliling kota tanpa tujuan yang jelas, membiarkan udara malam yang begitu dingin menerpanya. Hingga akhirnya ia lelah dan memutuskan untuk membeli sebotol minuman keras dan beberapa potong roti isi di minimarket.

Saat Renma menemukan jajaran botol minuman keras di dalam pintu kaca kulkas minimarket, ia terhenti, lalu menoleh ke arah rak yang menampung jajaran susu bayi dan balita. Dilihatnya seorang remaja berambut cepak yang tadi sore ia lihat di masjid Albayan.

"Ngapain dia beli susu balita?" Renma bertanya-tanya.

Jika dilihat lagi, remaja itu benar-benar mirip dengan dirinya seperti anak kembar. Dari hidung, mata, bentuk bibir, garis rahang, bahkan postur tubuhnya nyaris identik. Kalau dipikir lagi, bukankah mustahil jika mereka bisa begitu mirip?

"Sialan! Kenapa dia bisa mirip banget sama muka gue?"

Tampak Hasan mengambil beberapa kotak susu, lalu bergegas menuju kasir. Entah sebab apa, Renma berinisiatif untuk mengikuti Hasan diam-diam. Ia hanya penasaran bagaimana Hasan menjalankan kehidupan selama ini.

Hasan mengendarai motor bebek menuju rumahnya yang tak jauh dari minimarket. Dia langsung disambut oleh seorang wanita paruh baya berjilbab panjang dengan senyuman. Tampak juga ia mencium punggung tangan wanita paruh baya itu, lalu merangkulnya manja. Membuat ada semacam perasaan iri di benak Renma.

"Huh! Ternyata dia cuma bocah manja!" batin Renma iri.

Rasa penasaran Renma semakin menjadi-jadi ketika ia mendengar suara tawa dari dalam rumah mewah bergaya minimalis modern yang terletak di perumahan elite itu. Diam-diam, ia mengendap-endap melompati pagar agar bisa melihat lebih jelas bagaimana kehidupan seorang remaja yang memiliki wajah serupa dengannya.

"Bunda, cara menyelesaikan soal yang ini kayak gimana? Udah aku coba berkali-kali, tapi tetep nggak nemuin jawabannya, Bun." Hasan memberikan modul latihan olimpiade Matematika pada Bu Inayah.

"Oooh ini memang soal sulit," kata Bu Inayah setelah melihat soal yang dikeluhkan putranya. "Kamu harus subtitusikan nilai ini dulu."

Sebelum menikah dengan Pak Rahman, Bu Inayah adalah seorang dosen Matematika di salah satu Universitas Negeri terbaik di Surabaya. Ia melepaskan jabatannya sebagai Aparatur Sipil Negara demi menjadi seorang ibu rumah tangga dan penghafal Al-Qur'an, mendedikasikan seluruh waktunya untuk membantu bisnis suami dan mendidik anak-anaknya. Tak heran jika dia pandai mengolah angka dan data.

Renma mematung melihat betapa harmonisnya keluarga itu dari balik jendela. Ayah yang dengan sabar mengajari dua anak bungsu, dan Ibu yang dengan teliti mengajari dua anak sulung.

"Eh tunggu! Kenapa muka cewek itu juga mirip banget sama tuh cowok? Apa mereka kembar?" Mata Renma terbelalak lebar saat menyadari bahwa remaja yang mirip dengannya ternyata memiliki saudari kembar.

"Eh Ana, Bunda minta tolong tutup kelambunya dulu," pinta Bu Inayah, mengingat hari sudah gelap.

Ana segera berdiri dari atas karpet lesehan, lalu berjalan menuju jendela. Membuat Renma cepat-cepat menyembunyikan diri. Takut keberadaannya di sadari oleh keluarga tersebut.

😊😊😊😊😊

Jangan lupa vote, comment, subscribe, dan follow akun zaimnovelis agar penulis semakin semangat mengetik

Pelukan BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang