19. KETIKA BUNDA KECEWA

1.6K 151 17
                                    

Renma melihat jam dinding yang menggantung cukup jauh dari foto wakil presiden. Jarum jam panjang menunjuk angka sebelas, sementara jarum jam pendek menunjuk angka tujuh. Kurang lima menit lagi bel sekolah berdering sebagai alarm masuk kelas. Namun siswa laki-laki di kelasnya hanya ada dirinya, Vino, Rion, dan Jodi. Renma ingat bahwa hari ini adalah hari di mana Yono bersama para siswa yang lainnya menanggapi tantangan Yogi.

Kriiing ... Kriiing ... Kriing ....

Bel sekolah akhirnya berbunyi. Bu Indah memasuki kelas, lalu memulai pembelajaran. Sudah bisa ia tebak di mana murid-murid yang lainnya. Pasti bolos sekolah untuk sekadar nongkrong atau ikut tawuran. Namun anehnya, Renma yang terkenal sebagai ketua geng masih berada di sekolah. Apa ia tidak salah lihat?

"Renma, di mana anak buah kamu? Kok nggak ada yang masuk?" tanya Bu Indah setelah selesai menjelaskan materi pelajaran.

"Anak buah?" Renma tergelak, merasa tidak pernah menganggap teman-temannya sebagai anak buah. "Siapa yang punya anak buah, Bu?"

"Teman-teman kamu ke mana? Kok cuma empat orang yang masuk?" tanya Bu Indah memperjelas.

Renma mengedikkan bahu. "Nggak tahu, Bu. Mungkin lagi sakit atau ikut kondangan keluarga."

Bu Indah berdecak kesal mendengar penuturan Renma. "Kenapa kamu nggak ikut? Biasanya kamu pemimpinnya."

"Nggak mungkin ada orang sakit, saya mau ikutan sakit, kan, Bu? Dan mungkin juga ada orang ikut kondangan keluarga, saya juga ikut, kan, Bu?"

Bu Indah terdiam. Rasanya percuma jika melontar pertanyaan lagi pada Renma. Sudah pasti anak itu tidak akan mengatakan keberadaan teman-temannya yang mungkin saja hari ini ikut tawuran di suatu tempat.

Tak terasa Renma sudah mengikuti dua pembelajaran dengan baik. Bel sekolah pun berdering, pertanda jam istirahat sudah dimulai. Renma bersama Vino dan Rion segera menuju kantin untuk memesan makanan dan minuman. Seperti biasa, anak laki-laki memang lebih cepat lapar bila dibandingkan anak perempuan.

Ketika sedang menunggu pesanan datang, dahi Vino berkernyit ketika nomor Yono menghubunginya via video call WhatsApp. Tentu saja ia langsung menerima panggilan. Namun matanya seketika terbelalak lebar ketika tahu yang menghubunginya bukanlah Yono, melainkan Yogi.

"Yo!" sapa Yogi.

"Yogi, kenapa lo bisa pegang HP Yono?" tanya Vino heran.

Yogi tertawa puas, lalu memperlihatkan siswa-siswa SMA Mulia Bakti yang tengah terkapar tak berdaya di atas aspal. Cepat-cepat Vino menunjukkan apa yang ia lihat pada Renma.

"Renma, lo di mana aja, hah? Lihat! Semua anak buah lo terkapar seperti ikan asin. Apa lo masih nggak mau datang?" Yogi menarik kerah baju Yono, lalu memposisikan Yono tepat di sampingnya agar Renma bisa melihat betapa prihatinnya kondisi Yono di sana.

Mulut Renma menganga lebar saat melihat kondisi Yono yang begitu memprihatinkan. Dahinya bercucuran darah, wajahnya sudah penuh dengan luka lebam, dan tangannya diikat ke belakang. Seketika tangan Renma, Vino, dan Rion mengepal marah.

"Nggak hanya Yono yang gue buat kayak gini. Lihat!" Yogi mengedarkan pemandangan video call ke sekeliling, memperlihatkan semua siswa SMA Mulia Bakti yang ada di sana juga diperlakukan sama oleh Yogi. "Kalau lo nggak datang ke sini, gue bakalan pukulin mereka lagi."

Tut

Yogi mengakhiri panggilan, membuat Renma masih mematung tak percaya. Tak lama, Renma menggebrak meja, teramat marah melihat kelakuan biadap Yogi pada teman-teman di sekolahnya. Bagaimana pun juga, Renma harus memikirkan cara untuk menyelamatkan teman-temannya.

"Waaah Yogi pasti menjebak Yono seperti dia menjebak kita kemarin, Bos." Rion beropini.

"Ini nggak bisa dibiarin, Ren! Kita harus nolong mereka!" usul Vino.

"Iya. Kita memang harus nolong mereka dan buat perhitungan ke Yogi." Renma mengangguk membenarkan. "Tapi ...."

"Tapi apa, Ren?" tanya Vino emosi. Dia hanya ingin cepat-cepat datang ke lokasi untuk menolong teman-temannya.

"Tapi kita nggak boleh gegabah," jawab Renma. "Kita nggak bisa ngalahin mereka sendirian. Terpaksa, kita harus nyari bantuan."

"Iya. Betul!" Rion mengangguk setuju. "Walaupun nolongin teman, kita harus memikirkan cara yang paling aman. Jangan sampai kita bonyok parah kayak kemarin."

Renma mulai menghubungi satu per satu teman-temannya dari SMA lain dan mengajak mereka ikut membantunya dalam tawuran kali ini. Tapi di sisi lain, ia juga takut jika Sang Bunda akan tahu apa yang ia lakukan, lalu kecewa. Jadi, Renma bertekad untuk menghindari semua pukulan agar nanti Bundanya tidak curiga padanya.

Di tempat tawuran, Renma bersama puluhan bala bantuan datang. Yogi mendelik kaget melihat Renma membawa begitu banyak orang. Seketika ia meneguk ludah, cukup takut saat tahu ia kini kalah dalam segi jumlah.

"Yogi, lepasin teman-teman gue!" perintah Renma tegas.

"Gue mau lepasin semua teman-teman lo. Tapi dengan satu syarat! Lo harus berlutut di hadapan gue dan mengaku kalah," kata Yogi.

"Aaah bacot!" ujar Vino.

Tanpa aba-aba, salah seorang bala bantuan Renma langsung maju ke depan dan mencoba menyerang Yogi. Kondisi seketika menjadi tak terkendali saat siswa-siswa lainnya ikut menyerang kubu Yogi. Padahal Renma berencana untuk melakukan negosiasi tanpa kekerasan agar ia bisa pulang ke rumah tanpa bekas memar.

Tawuran pun menjadi semakin membabi-buta. Tak tinggal diam, Renma dan kedua sahabatnya mencoba memanfaatkan kesempatan ini dengan melepaskan ikatan tali yang mengikat tangan teman-temannya. Satu per satu teman-teman mereka berhasil melepaskan diri dan ikut melawan kubu Yogi.

Menyadari kubunya kalah jumlah dengan kubu Renma, Yogi masih tak menyerah. Ia meminta Lukas dan Tomi untuk mengepung Renma selaku ketua geng. Mereka bertiga mencoba melayangkan tinju ke arah Renma. Namun sayangnya, Renma selalu bisa menghindari pukulan mereka.

Yogi semakin marah melihat Renma sama sekali tak berniat menyerangnya. Merasa tidak berharga di mata Renma untuk diserang. Dia pun mengambil segenggam pasir, lalu melemparkannya ke mata Renma. Seketika mata Renma kelilipan banyak pasir, membuat matanya perih bukan main. Yogi pun memanfaat waktu dengan menendang perut Renma. Sementara Lukas dan Tomi ikut membantu, membuat Renma terjatuh ke atas aspal.

Tak mau mendapatkan luka apa pun, Renma segera bangkit, lalu melawan ketiga remaja tersebut dengan mata terpejam. Dengan hanya menggunakan indra pendengaran, ia bisa menjatuhkan satu per satu lawannya. Dimulai dari Tomi, Lukas, lalu Yogi. SMA Mulia Bakti pun memenangkan tawuran kali ini.

Renma perlahan membuka matanya yang masih perih. Sedikit demi sedikit ia mencoba mengeluarkan debu yang terselip di tepi kelopak matanya. Kemudian ia meminta Vino meniup satu per satu matanya walaupun sedari tadi Rion merengek ingin membantu meniup, tapi Renma lebih memilih ditiup oleh Vino karena ia tahu kalauRion jarang sikat gigi. Takut nanti malah pingsan karena bau jigong Rion.

😊😊😊😊😊

Jangan lupa love, comment, subscribe, dan follow akun zaimnovelis agar penulis semakin semangat mengetik.

Pelukan BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang