46. KEMBALIKAN ANAKKU PART3

277 24 3
                                    

Sekitar 15 menit berkutat di depan kompor listrik, akhirnya Nyonya Liliana berhasil membuatkan Renma sepiring nasi goreng sederhana lengkap dengan potongan sosis dan telur ceplok. Renma segera melahap nasi goreng tersebut setelah berdoa.

"Sejak kapan kamu pakai doa dulu sebelum makan?" Dahi Nyonya Liliana berkernyit keheranan.

"Hm?" Renma terhenti, tak menyadari jika ia sudah terbiasa dengan hal-hal kecil yang diajarkan oleh kedua orang tua kandungnya. "Emangnya nggak boleh ya kalau baca doa dulu?"

"Boleh. Malah bagus kalau kamu rajin berdoa." Nyonya Liliana mengacak gemas rambut Renma yang tak lagi gondrong.

"Oh iya, Ma." Renma mulai melancarkan rayuannya. "Mama tahu nggak, kalau aku sekarang udah pindah ke Albayan Islamic International School?"

"Ha? Kamu bisa pindah ke sana?" Nyonya Liliana terpental kaget.

"Iya." Renma mengangguk. "Itu semua karena Bundaku yang ngajarin aku belajar."

"Jangan bilang kalau kamu mau membujuk Mama agar membiarkan kamu tinggal di rumah ibu kandungmu itu!"

"Enggak." Renma menggeleng. "Bukannya Mama pengin aku jadi anak baik-baik yang pintar? Kalau aku terus belajar sama Bunda, kemungkinan aku bisa masuk UI, Ma. Jurusan Ekonomi seperti yang Mama mau."

"Oh ya?"

"Iya. Nanti aku bakalan bantuin Mama mengurus perusahaan."

Nyonya Liliana tercenung, menimbang-nimbang bujukan Renma. Kalau dipikir-pikir lagi, ia tidak memiliki siapapun lagi yang bisa diandalkan saat ini. Kedua orang tuanya sudah meninggal, dan dia juga merupakan anak tunggal. Satu-satunya keluarga yang ia miliki hanya Renma, selaku anak angkatnya.

"Terus, kamu mau ninggalin Mama sendirian, gitu?" tanya Nyonya Liliana, takut ditinggal lagi oleh Renma.

"Siapa yang mau ninggalin Mama, hm?" Renma meraih tangan Mamanya, lalu mengelusnya lembut. "Memang benar Bunda yang melahirkan aku. Tapi Mamalah yang membesarkanku selama enam belas tahun. Mana mungkin aku mengabaikan Mama?"

Sedikit banyak, Nyonya Liliana semakin terbujuk dengan rayuan Renma. "Apa benar?"

"Iya, Ma."

"Terus, gimana? Apa Mama perlu memanggil Bundamu buat jadi guru les kamu?"

Renma terkekeh. "Enggak, Ma. Menurutku, akan lebih efektif kalau sepulang sekolah aku langsung ke rumah Bunda sampai jam setengah sembilan malam. Habis itu pulang ke sini. Gimana?"

"Berarti kamu bakalan menghabiskan banyak waktu di sana dong!"

"Enggaklah, Ma. Aku di sana cuma dari jam empat sampai jam setengah sembilan doang. Habis itu pulang ke sini, tidur di rumah ini sampai pagi. Sarapan sama Mama. Jadi aku sama Bunda cuma belajar doang bareng kembaranku. Kalau belajar bareng sama kembaran, aku makin semangat belajar, Ma. Karena ada saingan."

"Ya udah deh. Mama izinkan kamu belajar di rumah ibu kandung kamu itu."

"Beneran?" Kedua alis Renma terangkat senang.

"Iya. Tapi kamu harus pulang ke sini. Hari Sabtu sama Minggu, kamu harus temani Mama jalan-jalan ke mall!"

"Siap! Terima kasih, Mama baik!"

Pelukan BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang