Duduk menyender di sebuah kursi kayu dengan pandangan mata menatap bingkai berukuran besar yang telah terpasang di dinding ruangan. Raut kerinduan pun terukir jelas diwajahnya, saat dirinya memulai bercerita pada sosok yang selalu menemaninya di kala sepi.
"Medea, apa kau sangat bahagia di sana, hingga tak pernah mengunjungi ku lagi. Katanya kau cinta tapi ternyata kau setega ini. Dan ya Medea, apa kau ingat? kau pernah mengatakan jika seseorang akan datang ke rumah ini, yang membuatku seketika mengingat sosok mu yang dahulu. Awalnya aku pikir itu hanyalah gurauan semata hingga di saat kau pergi, semua berubah, dan aku justru menjalani hidupku dengan harapan itu terjadi," belum selesai ia bernostalgia, Toreno terlihat terlebih dahulu menutup mata untuk meyakinkan semuanya baik-baik saja.
"Medea, apa kau tahu? Seharusnya sekarang aku sudah bertemu denganmu, namun ternyata Dia yang di atas masih menginginkanku agar lebih lama menahan rindu, atau mungkin saja karena aku masih belum pantas untuk berada di tempat mu sekarang, dan jika kau bertanya apa aku merindukanmu? maka jawabannya selalu! Tapi apa dayaku Medea, ketika justru seseorang telah mempertaruhkan nyawanya untukku, hingga meninggalkan istri dan juga anaknya yang masih remaja. Aku sungguh terpukul dengan kenyataan itu. Karena apa kau tahu Medea? tidak ada lagi perasaan yang lebih menyakitkan, selain di tinggal pergi ke tempat yang entah keberadaannya di mana."
Sejenak ia diam, saat mencoba mengurangi rasa nyeri yang semakin menghujam sekat demi sekat hatinya, "Maafkan aku, karena aku mengatakan jika aku ingin mencoret nama Deron dari ahli waris ku, bukan tanpa alasan! Aku merasa kalau dia tidak memiliki rasa simpati! atau mungkin karena rasa sayangnya padaku tidak sebesar dia menyayangimu. Maafkan aku, Medea," ia kembali terdiam dengan kepala tertunduk.
"Dan yaa, apa kau cenayang, Medea?" guraunya, "karena perkataan mu benar! seseorang telah datang hingga membuatku seperti melihatmu kembali, tapi kau jangan marah, posisimu tidak akan tergantikan, di hatiku, tenang saja! Tapi yaa, jangan membuatku lupa untuk menceritakannya. Gadis itu adalah putrinya Danes, orang yang telah mempertaruhkan nyawanya untukku, awalnya aku hanya ingin mencukupi biaya hidupnya, namun aku ingat tentang janjiku yang akan melindungi keluarga mereka! apa keputusan ku salah Medea? Tapi bagaimana lagi, aku juga teramat ingin mengikat gadis itu untuk menjadi bagian dari keluarga kita. Aku pun meyakini jika Nevan akan serasi dengannya! Mhhh, tpi untuk hari ini cukup sudah aku bercerita, karena aku juga ingin mendengar ocehan mu lagi, maka dari itu berkunjunglah ke mimpiku, obati rasa rinduku ini, Medea."
Toreno menangis pilu dengan isakkan yang tak mampu ia tahan lagi, kepalanya yang selalu tegak kini tertunduk lemah, tangannya pun masih ia kepal rapat, saat dirinya mencoba kuat ketika mengenang sosok Medea, mendiang istri tercinta.
🍁🍁🍁
"Siapa?"
"Saya Shasyania, Tuan Toreno menyuruh saya untuk berkunjung," ujarnya, pada penjaga yang terlihat di layar monitor.
"Harap tunggu, saya akan mengkonfirmasikannya terlebih dahulu!"
Beberapa menit menunggu hingga sosok itu kembali terlihat ketika membuka pintu pagar dengan gestur sedikit menunduk, "Nona Shasyania silahkan masuk, maafkan saya atas ketidaktahuan saya ini Nona, saya sungguh menyesal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine ?
RomanceDinesclara Shasyania, gadis cantik primadona SMA MERPATI. Ia begitu dikagumi seluruh siswa, hingga mendapat julukan sebagai Dewi Nirwana, namun suatu peristiwa membuatnya harus pindah sekolah, dan mau tidak mau dia harus menjalaninya. Layaknya terj...