Chapter 23 : 5W + 1H

80 7 0
                                    

Lebih telat dari biasanya, Nevan memasuki ruang kelas yang sudah tampak terbuka oleh satu orang lainnya, langkah kaki mengayun berusaha tetap diam meskipun sempat melirik.

Pun suasana sunyi membuatnya menyibukkan diri dengan salah satu tangan merogoh smartphone dibalik kantong celana, sampai sebuah suara terdengar meninggi dari arah pintu.

"Hei, kalian! asik duduk tanpa memperdulikan sampah yang berserakan di depan kelas! cepat pungut! Bersihkan sebelum bel masuk!" ucap Ijong, selaku satpam SMA Guardians.

Nevan enggan memperdulikan, namun berbeda halnya dengan yang dilakukan oleh Shasyania, gadis itu justru langsung berdiri.

"Ini kenapa lagi sendiri! Saya memerintahkan kalian berdua!" seru Ijong, langkahnya tegap mendekat, "kamu! kenapa masih duduk saja? SINI MAJU! bantuin temen cewek kamu! Masak kalah sama perempu___"

Belum usai satpam itu berucap karena kini justru Nevan yang bersuara lantang, "Gunanya sekolah membayar petugas kebersihan untuk apa? makan gaji BUTA!" sarkas nya.

Ijong tersentak mendengar ucapan barusan, sampai pandangannya yang minus samar-samar menangkap sosok yang tengah menatapnya kesal.

Deg!

"Apes!"

Belum hilang rasa keterkejutan Ijong, ia kembali dibuat bergetar ketika menyadari sosok yang tengah berjongkok memungut sampah itu adalah siswi pindahan, yang beberapa hari ini menjadi buah bibir akibat dua orang yang paling berpengaruh di SMA Guardians mencatatkan dirinya sebagai wali Shasyania.

"Gi... gi.. gini loh, maksud saya.... Ada sampah berserakan, kenapa bisa begitu, yaa?" jelasnya terbata-bata.

"Suuu... sudah! Ini biar saya saja yang membuangnya, kamu bisa kembali duduk," ucap Ijong selembut mungkin, ia terus berdoa agar kesalahannya ini tidak mengundang malapetaka.

"Biar saya saja, Pak!" tolak Shasyania. Ia berdiri, namun ketika tangannya hendak mengangkat benda tabung tersebut, sebuah tangan dari sisi lainnya juga terlihat membantu.

Srrrt!

Berdampingan namun tidak saling menyapa, begitulah keadaan dua insan dengan isi pikiran berbeda, mereka membisu menyusuri koridor yang masih minim akan siswa lainnya.

Sampai tibalah mereka di ujung bangunan, di depan bak besar tempat sampah-sampah itu diletakkan.

"Lepas, biar gue yang buang ke sana, lo diem!" ucap Nevan, tanpa menunggu orang yang tengah ia ajak bicara.

Awalnya Shasyania membiarkan, sampai netra matanya menangkap sesuatu yang sangat ia kenali. Sepatu dengan garis melengkung, benda miliknya yang sempat hilang beberapa hari yang lalu akibat insiden bullying.

"Heh, ngapain?"

Nevan menyadari ketika gadis itu mencoba meraih sesuatu yang letaknya di atas tembok, tepat di sebelah mereka.

"Sepatu aku!"

"Sepatu? itu?"

Shasyania mengangguk, masih berusaha menjangkau sampai akhirnya Nevan menghentikan aksinya tersebut.

"Mau loncat berapa kali, pun itu sepatu gak akan jatuh!" tanpa diduga Nevan bergerak ke depan, laki-laki itu berjongkok dengan tangan mengisyaratkan sesuatu, "naik ke pundak gue!"

Terang saja aksinya bak pahlawan sontak membuat Shasyania menatap tidak percaya, benarkah ini? situasinya menjadi lebih rumit dibandingkan hari-hari sebelumnya.

"Masih mau itu apa enggak?" Nevan kembali mempertegas ucapannya dengan manik mata menatap Shasyania, namun gadis itu masih tampak ragu hingga Nevan meraih tangan Shasyania untuk mengikuti apa yang ia sampaikan.

Mine ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang