Chapter 38 : Hujan badai

202 10 0
                                    

Bau obat-obatan tercium pekat menyeruak ke dalam indra penciuman, dan berjarak tiga meter dari sisi pintu, tepatnya di sebuah bangku tunggu dua orang berbeda generasi tengah beradu argumen.

"Sudah sedari awal aku katakan, jika Oma terlalu memanjakan dia! dan lihatlah sekarang bagaimana dia menjalani hidupnya!" diliputi amarah seorang pria lengkap dengan setelan jas tampak berdiri, sembari mengusap-usap wajahnya gusar.

"Ini namanya musibah, Sean! tidak baik jika kamu terus-menerus menyalahkan adikmu seperti itu!"

"Musibah? apa lagi, Oma? atau ketidaksengajaan? takdir? Selalu saja seperti ini! dari dulu Oma selalu membela dia! dan kebiasaan seperti inilah yang membuatnya tidak pernah mengerti! Pembangkang! Tidak pernah berpikir untuk memperbaiki dirinya! apa Oma tahu, apa saja yang telah dia lakukan di luar sana? dia menjadi seseorang yang tidak tahu aturan! seperti tidak berpendidikan! bahkan ia dengan bangganya bergabung dan membentuk sebuah geng yang kerjaannya hanya membuat onar! dan aku yakin, jika penyerangan ini adalah salah satu bentuk dari aksi balas dendam diantara mereka!"

"Cukup Sean! cukup! jika kamu tidak bisa diam, maka tinggalkan Oma sendiri di sini!" bentak Raimar pada cucu sulungnya.

"Dia masih sangat muda, Sean! jangan terus menyalahkannya seperti ini! adikmu itu hanya butuh kasih sayang dan sebagai seorang kakak seharusnya kamu menjaga dan menasehatinya! sampai kapanpun hubungan kalian akan terus bermasalah jika di antara kalian tidak ada yang bisa mengalah! Setidaknya kedewasaan kamulah yang Oma harapkan di sini!"

Pria bernama lengkap Seandominic Zail Ethan itu membuang muka tidak percaya, ketika mendengar setiap penuturan yang terlontar dari mulut wanita paruh baya yang ia sebut Oma.

"Tarik kata-kata Oma tadi! jika Oma adil maka Oma pasti mengerti! Oma bilang tidak ada yang mengalah? sadarkah Oma dengan apa yang Oma katakan tadi? Oma berpikiran seperti itu padaku?" tekan Sean, bersama rahang yang semakin mengeras.

"Jadi, APA YANG SELAMA INI AKU LAKUKAN, OMA? apa semuanya hanya bentuk dari keegoisanku saja di mata Oma? seperti itukah Oma menilai ku selama ini?"

Situasi menjadi semakin runyam ketika Raimar secara tidak langsung telah menyakiti hati sang cucu, dan saat Raimar berniat memegang tangan Sean, pria itu menepisnya dan melangkah mundur.

"Tidak, bukan! bukan maksud Oma seperti itu, Sean! Oma tidak bermaksud seperti itu, mengertilah keadaan adikmu sekarang, dia masih sangat muda untuk memahami semua ini. Dan Oma yakin, saat dia cukup dewasa maka ia akan mengerti dengan sendirinya, jadi... bersabarlah!"

Sean semakin terperosok ke dalam lembah ketidakadilan yang ia rasa, "Belum cukup dewasa? masih sangat muda? Oma selaaaaaalu dan akan selalu memiliki pembelaan atas apa yang ia lakukan! selalu ada pembenaran atas segala tindakan yang dilakukan oleh Gemmi! Kenapa seperti ini, Oma! selalu Gemmi dan terus Gemmi! sakit sekali rasanya!" bibir Sean sampai bergetar, bersama nafasnya yang memburu.

"Seaan...."

"Lalu bagaimana denganku, Oma? bahkan saat kejadian itu terjadi, usiaku baru menginjak empat belas tahun, tapi waktuku sudah tersita dengan segala urusan orang dewasa! Apa saat itu Oma pernah berpikir, jika aku ini hanya seorang anak remaja? yang masih belum cukup umur untuk dewasa? Tidak, aku yakin tidak!"

"Sean, kamu menyadari betul kemampuanmu melebihi adikmu! dan kamu sendiri tahu akan hal itu! Dan jika kamu masih bertanya kenapa harus kamu, maka jawabannya karena hanya kamulah yang bisa Oma andalkan untuk meneruskan perusahaan kita!"

Buliran air mata Sean pun mengalir tanpa bisa ia bendung. Biarkan saja hari ini ia menjadi sosok lemah, setidaknya dengan itu ia bisa mengurangi rasa sesak yang selama ini ia pendam. Dirinya seperti manusia pada umumnya yang kadang rapuh namun seringkali tertutup oleh keadaan.

Mine ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang