Chapter 49 : Jarak

15 1 1
                                    

"Shasyaa, bisa bicara sebentar?"

Suara itu mampu menghentikan langkah mereka, Shasyania ingat betul siapa orang tersebut, kakak kelas yang beberapa hari lalu membujuknya ikut serta dalam sebuah lomba hits yang akan segera berlangsung di sekolah mereka.

"Nit, Rin, kalian duluan aja," ucapnya yakin yang kemudian melangkahkan kaki mengikuti gadis di hadapannya.

"Shaa, bener gak perlu kita temenin?" tanya Ririn ragu.

Anggukan dan senyum Shasyania menyaratkan jika apa yang ia sampaikan barusan adalah keputusan final, tidak dirubah hingga sampailah saat Yuki menuntun langkah Shasyania mengikutinya ke sebuah gazebo tepat di lantai tiga, dan di ketinggian tersebut hembusan angin terasa kuat menerpa kulit mereka.

"Shasyaaa, ahh walupun bisa aja gua menyesal, tapi gue akan tetap mengatakan ini, setidaknya gue mencoba," ucap Yuki begitu lantang, kegelisahan terlihat jelas dari kepalan tangannya, "masih ingat Septi Linkara?" imbuhnya bertanya.

"Iyaa tentu, kenapa kak?"

Yuki mengajak Shasyania terlebih dahulu duduk sebelum melanjutkan apa yang ingin ia sampaikan, pandangannya menerawang bersama senyum tipis yang ia perlihatkan.

"Kebanyakan orang, bahkan termasuk gue sendiri pada awalnya berpikir kalau orang yang bernama Septi Linkara itu adalah sosok yang pantang menyerah, tidak pernah gentar, naah karna itulah dia di anggap si paling ambisius, penggambarannya emang seperti itu, tapi itu hanya berlaku untuk orang-orang yang belum mengenal sosoknya lebih jauh," tuturnya sembari melepas kaca matanya, sejenak menghilangkan debu sampai akhirnya kembali dipakai lalu melanjutkan cerita.

"Waktu pertama sekolah, hari di mana gue sekedar tahu nama itu, saking aktifnya tuh orang, gadis yang selalu mau maju untuk segala hal yang di tunjuk, bahkan waktu lomba itu di umumkan, dia juga orang pertama yang mencatat diri sebagai peserta."

Yuki melirik, melihat reaksi Shasyania, "Lomba Putri Sekolah, lomba paling hitz di kalangan kita! SMA Guardians beberapa kali telah mencatatkan diri sebagai pemenang, tapi ada masa di mana kita kalah, dan tahun pertama saat Septi menjadi bagian dari Guardians ia dengan lantang berbicara jika dia bisa memulangkan kembali mahkota itu, begitu percaya diri meskipun akhirnya di caci hanya karena kekalahan. Menurut lo itu adil gak?"

Shasyania masih menyimak, ia belum bisa menjawab karena  ia tahu cerita ini belum usai untuk di sampaikan padanya.

"Istilah gengsi buat menang jadi harga mati, gue pikir dia bakalan nyerah tapi anak itu malah bebal, meskipun mendapat juara di kesempatan kedua tapi dia kembali menjadi bahan olokan, yang diinginkan di sini itu juara satu bukan juar tiga! gue kesal ikut memojokkan dia, tapi ada waktu di mana situasi itu ngebuat gue jadi lebih mengenalnya! Gue Osis tim gue ditugaskan buat menjaga perwakilan kita, ingin rasanya gue tempeleng itu orang, nyuruh dia stop biar slot dia dipakai yang lain, tapi di hari gue ingin ngebuat dia nyerah, gue ngeliat itu anak tidak setegar yang gue kira! Ahhhh!"

"Lomba yang diadakan di setiap semester, dan sebanyak itupula Septi gagal memulangkan mahkota itu ke sini, entah udah sebanyak apa ia mendapat olokan, dan kali ini, ini akan menjadi kesempatan terakhir bagi dia sebelum angkatan kita disibukkan dengan ujian, dan itu juga yang ngebuat gue ingin ngebantu, sampai akhirnya lo tiba-tiba menjadi bagian dari kita, gue pikir itu sebagai pertanda jika keinginan kita, terkhusus Septi bisa terkabul, Shaa?"

Belum terlalu jelas arah dari pembicaraan ini tapi Shasyania menjawab dengan lugas, "Maka bantu dia semampu yang kakak bisa," selorohnya berkata.

Yuki tidak menyangka Shasyania akan menjawabnya dengan ucapan tersebut, geram tentu tapi semampunya ditahan saat kembali mencoba memberi pemahaman.

"Lo tahu, Septi punya kakak perempuan, yang dulunya juga sekolah di sini. Namanya Rinka, kandidat terkuat untuk lomba putri sekolah, semangatnya berapi-api ingin suatu hari nanti bisa menjadi seorang putri untuk mewakili Negara kita, makanya di setiap hal yang berhubungan dengan dunia pageant, ia akan ikut! namun saat beberapa minggu lomba itu berlangsung, kakaknya di larikan ke rumah sakit."

Penjelasannya di jeda, sulit untuk Yuki kembali bercerita ia takut ini adalah langkah yang salah, namun ia juga sudah setengah jalan apalagi ekspresi Shasyania ikut mempertanyakan tentang kelanjutan dari ceritanya.

"Kak Rinka, dia tahu dirinya tengah sakit bahkan Septi pun tahu, tapi semangat kakaknya untuk tetap hidup dalam tawa seolah seperti sebuah magic untuknya tetap bertahan, namun penyakitnya semakin parah, sel kanker itu semakin menyebar, dan di saat rasa sakit itu muncul maka Septi akan selalu menemani kakaknya, ngebuat semangat kak Rinka bertambah dengan membicarakan lomba tersebut, ada banyak cerita yang kak Rinka ucapkan pada Septi sampai pada hari itu, kak Rinka mengatakan ia ingin Septi mewujudkan keinginannya, menjuarai lomba tersebut, menaklukkan panggung dan memenangi mahkota."

Yuki mengusap wajahnya gusar, ada genangan di pelupuk mata yang ingin ia sembunyikan, gadis itu tahu Septi telah berjuang mati-matian untuk menepati janji yang telah dibuat pada satu-satunya keluarga yang dimiliki sahabatnya.

"Dan lo tahu sendiri Shaa, sangat sulit bagi kita untuk memenangkan juara pertama, nyaris tidak ada kesempatan akibat munculnya perwakilan dari SMA Merpati, SMA Guardians seperti tidak memiliki celah lagi, tapi untuk kali ini siapa yang tahu, ini seperti jawaban dari apa yang Septi inginkan, bukankah kita memiliki peluang untuk kali ini? kita bisa menjuarainya bukan? menjadi satu tim! meskipun bukan Septi tapi setidaknya gelar itu milik SMA Guardians, gue mohon, bantu kami membawa kemenangan itu untuk SMA Guardians, Shaaa! dan tentunya untuk Septi, ini tidak sulitkan, Shaa?" tekan Yuki dengan segala penggarapannya.

"Kak, aku turut berduka mengenai cerita kak Septi, tapi untuk selanjutnya, itu adalah janji dia, meskipun gak sesuai tapi dia telah berjuang yang terbaik yang ia bisa! Dia telah mencoba dan itu patut dihargai dan cukup sebagai bukti kalau dia telah menepati janjinya!"

"Shaaa, lo gak paham!"

"Maaf, tapi tolong hargai juga apapun keputusanku, kak!"

Shasyania memberi gestur jika dirinya akan beranjak, hingga membuat Yuki selangkah mendekat lalu berkata, "Baiklah, tapi apapun yang lo ketahui tadi anggap itu selesai di sini, Shaaa!"

"Iyaa, tentu saja kak," jawabnya tanpa menoleh.

Shasyania tidak ingin terlalu masuk untuk melengkapi keinginan orang lain, jika bisa menolak maka ia akan memberi benteng, sedikit sadis tapi itulah dia, gadis itu berjalan menjauh melewati lorong, beberapakali pasang mata menatapnya penuh arti, paras Shasyania seakan mampu membuat setiap mata memandanginya betah, tingginya di atas rata-rata yang membuat Shasyania terlihat tampak begitu sempurna.

Lalu tibalah saat satu objek di depan sana membuat kelopak matanya melebar, mereka mungkin saja berpapasan andai saja sosok itu tidak mengayunkan kakinya ke kanan, mereka terpisah di persimpangan koridor.

Deg!

Ada kekosongan yang sulit untuk diungkapkan, sosok itu bahkan seperti tidak menyadari kehadiran Shasyania, Nevan lewat tanpa menyapa.

Waktunya terbangun dari mimpi, Nevan melenggang tanpa menyapa, bahkan entah menyadari kehadiran Shasyania ataupun tidak, interaksi yang pernah sejengkal jari kini justru terasa begitu asing. Dua orang itu menjauh bersama tujuan masing-masing tanpa adanya kata bahkan sekedar untuk bersuara.

Bersambung....

Mine ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang