HUKUM KEHIDUPAN

185 17 0
                                    

“Sial!” umpat Anne begitu keluar dari kantor kepolisian malam itu setelah ia memberikan keterangan terkait kasus pencopetan yang menimpanya dan juga seorang pengunjung kafe yang lainnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Sial!” umpat Anne begitu keluar dari kantor kepolisian malam itu setelah ia memberikan keterangan terkait kasus pencopetan yang menimpanya dan juga seorang pengunjung kafe yang lainnya. Seharusnya, jika tidak bisa menjadi hari ulang tahun yang meriah, setidaknya ia berharap tak mendapat kejadian buruk seperti ini di hari ulang tahunnya.

Belum selesai umpatannya, ponselnya kembali berdering. Kali ini dari nomor yang tidak ia kenal. Jika saja tak mengingat reputasinya sebagai pengacara, Anne mungkin akan menolak panggilan tersebut.

“Halo, dengan Anne Rosvianti di sini," ucap Anne begitu mengangkat panggilan teleponnya. Namun, ia tak segera mendapatkan sahutan lagi, alhasil Anne pun berniat untuk mengakhiri sambungan telepon yang ia pikir hanya panggilan iseng.


Maaf, saya pemilik Angkasa Café, saya dengar melalui karyawan saya soal kejadian tadi dan saya berniat ke kantor polisi sekarang. Saya harap, kamu masih di sana.

“Ah, kamu yang punya kafe? Dengar ya, Pak. Saya sudah jelaskan ke karyawan Bapak, kalau kalian gak bisa laporin saya atau tuntut saya ke polisi. Karena berdasarkan hukum yang berlaku, saya–”

Maaf, Mbak… Anne. Saya ga berniat menuntut sama sekali.”

Anne mengerutkan keningnya, kemudian pandangannya beralih pada seseorang yang tiba-tiba menghampirinya sambil tersenyum.

Laki-laki bertubuh tinggi dengan setelan celana chino berwarna cream, kaus polo berwarna hitam yang dibalut jaket rajut berwarna senada dengan celana dengan potongan rambut poni ber-volume yang manis.

Anne terdiam, sepertinya wajah ini sangat familiar baginya. Namun, siapa? Rasanya, dia tak pernah memiliki kenalan laki-laki setampan ini dengan potongan tubuh seperti model. Tinggi, atletis, rahangnya tegas, tetapi mata dan bibirnya begitu cerah menatapnya. Sepertinya dia tak asing.

“Anne?” Miko berdiri di hadapan Anne dengan antusias.

“Kamu…” Anne terdiam sejenak, dia ingin bertanya apakah mereka pernah bertemu. Sepertinya, Anne merasa laki-laki ini mirip seseorang yang ia kenal. Namun, ia menggelengkan kepalanya pelan berusaha mengembalikan kesadarannya dan berdehem pelan. Mana mungkin dia memiliki teman sekaya dan sekeren ini - kecuali Randy.

“Jadi, kamu yang punya kafe itu? Kalau gak mau nuntut saya, kenapa kamu dateng ke sini?” tanya Anne melanjutkan kalimatnya yang belum tuntas tadi. Namun, seketika senyum Miko luntur saat menyadari kalau Anne memang tak mengenalinya. Benarkah selama di SMA itu, hanya dirinya yang memperhatikan Anne?

FALL INTO YOUR WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang