025. Mabok
Katanya Ainaya, Brian, dan Putri hanya pergi sebentar ke pasar malam. Namun, ini sudah hampir jam sembilan malam, mengapa mereka tak kunjung pulang? Hal itu terus saja mengusik benak Tara, dia sedikit cemas, baginya sangatlah susah ber-positive thinking saat ini.
Wanita itu bermundar-mandir di depan pintu layaknya setrikaan. Okeh baiklah jika kalian menyebutnya rada berlebihan. Karena memang itulah kenyataannya, firasatnya kurang enak pada Putri.
Brum!
Suara deruman motor yang seperti menancapkan gasnya itu terdengar sangat jelas dari balik gerbang rumah Tara.
Pak Hendra, selaku satpam merekapun lantas membuka gerbang itu namun tidak melebar. Tak lama, disusul oleh motor yang sering dikenakan oleh Brian.
Tara sontak berjalan ke arah motor itu, dia mencari-cari dimana Brian? Kenapa putra sulungnya itu tidak terlihat di motor itu? Hanya ada Ainaya, juga Putri.
Tampak Ainaya mematikan mesin motor itu, tak perlu menyabut kuncinya karena tentu aman di dalam sini, dia hanya melepaskan helmnya.
"Lho, Nay, Brian-nya mana?" Tara bertanya langsung.
Sembari menaruh helmnya di kaca spion, gadis ini menjawab. "Nanti Naya jelasin di dalam, Bun." jawab Ainaya
Tara mengangguk paham. Lirikannya beralih pada Putri, gadis ini tampak beda dari biasanya, keringat menguyuri badannya, wajahnya tampak pucat, begitupun bibirnya.
"Putri kenapa? Kok ini ada luka lebam?" Tara bertanya cemas, dia salah fokus oleh bibir Putri yang tampak memar namun darahnya sudah tidak keluar.
"Gara-gara Kak Lesti." adu gadis kecil itu, seraya turun dari punggung motor secara pelan.
"Aduh, kok bisa? Yuk masuk ke dalam, nanti Mamah obatin."
Ainaya menimpali. "Nggak perlu Bun, tadi Putri sempet diobatin di rumah sakit."
"Ru-mah sakit?" Tara semakin terkejut.
"Putri gapapa, ih! Putri sekarang mau tidur." sela Putri.
Perhatian Tara kian terputar, kadang dia menatap Ainaya, lalu Putri, lalu Ainaya lagi, kemudian Putri lagi.
"Iya udah, yaudah, ayo kita masuk dulu." pungkas Tara.
____
Putri langsung segera berlari menuju ke kamar Tara, yang pintunya tidak terkunci, anak itu langsung membanting tubuhnya ke ranjang yang kerasanya empuk sekali, ah dia sangat ngantuk, letih.
Putri cepat-cepat mengambil guling, memenjamkan matanya.
Sementara Ainaya dan Tara, keduanya serentak mendaratkan bungkung mereka ke sofa ruang tamu milik Tara. Tara siap dengan seribu pertanyaannya untuk Ainaya.
Ya maklum, ibu-ibu yang kepo.
"Nay, tadi Valethy mukulin Putri?" tanya Tara.Ainaya mulai berbicara. "Iya. Sewaktu di Bazar tadi, Putri pergi beli jajan sendiri. Terus datang-datang udah penuh darah di hidung sama bibirnya, awalnya sih dia baik-baik aja, tapi mendadak jantungnya kambuh, sampai akhirnya, dia pingsan."
Tara menepuk pelan keningnya disertai hembusan nafasnya, seperti kondisi jantung Putri kian memburuk. "Bunda nggak tau lagi, Nay. Kita harus apa biar Putri sembuh? Semuanya-kan udah kita lakuin. Mulai dari terapi, pengobatan, ya pokoknya semua."
Ainaya hanya bisa mengusap punggung Tara sebagai supportnya, cewek remaja ini lantas meletakkan kepalanya pada pundak Tara yang berada di sampingnya. "Bunda, kita punya Allah, okay? Semuanya pasti baik-baik aja. Putri, Naya, Bunda, kita akan baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ainaya 2 [DUNIA PENUH TOXIC]
Teen Fiction[ SELESAI ] "Yang lemah, pasti kalah." -nurhmanis in Ainaya 2. "Jangan anggap aku obat, karena pasti aku juga, yang akan nyakitin kamu." -Brian Putra Adeon. "Semua bisa dimaafin, kecuali pengkhiatan, Brian." -Ainaya Putri Adinda. Dia...