🌻015. Teman

16 10 0
                                    

015. Teman

Hari ini adalah liburan yang pertama kalinya, sejak masuknya mereka ke kampus itu. Membuat kesenangan tiada tara pada bagi Sejuk.

Gadis itu tengah memutuskan untuk sekedar berjalan-jalan santai di tepi danau. Dengan outfit santainya, kaus hitam bertuliskan 'Nothing', rambutnya yang lurus hitam pekat itu terhempaskan angin.

Angin berhembus begitu kencang, seakan tidak bersahabat sama sekali, sang angin menggugurkan setiap daun pada pepohonan. Di temani dengan earphone yang terpasang di telinganya. Dia benar-benar merasakan rileks, yang sebenarnya. Lelah, itu kata yang cocok untuk Sejuk saat ini. Melewati OSPEK, di terjang masalah ini, itu, lainnya.

And you might think i'm weak without a sword.

Ya, itu sebaris lirik dari lagu yang tengah Sejuk dengar. Wajahnya bergerak mengikuti alunan lagu, kakinya terus berjalan menyisir tepi-tepi danau ini.

"Sejuk!" Mendadak ada yang memanggil nama gadis itu. Tapi Sejuk sama sekali tak sedikitpun mendengarnya.

Hingga orang itu terpaksa menepuk pundak Sejuk sebagai kode.

Sejuk lantas mematikan tombol play musicnya. Menoleh ke belakangnya, memastikan, siapa yang meneriaki namanya itu.

Ya, Najendral Dewantara. Remaja laki-laki itu niatnya juga ingin merilekskan dirinya di pinggir danau ini. Tapi, dia malah bertemu Sejuk.

Sejuk menatap dalam, tanpa bersuara sama sekali.

"Sejukk.." Najendral mau memastikan, apakah kuping telinga gadis itu masih berfungsi dengan baik, apa sudah budeg?

"Tudep. Gue males." sahut Sejuk, menohok.

"Yok, ngomong di sana." Najendral menunjuk ke arah rerumputan yang tertanam benar-benar di pinggir danaunya tepat. Dia ingin mengajak bicara Sejuk di sana, secara empat mata.

Najendral mengarahkan kakinya ke tempat yang di tunjuknya tadi, disusul oleh Sejuk, mereka berdua dalam situasi mati topik. Najendral dan rasa bersalahnya, dan Sejuk yang masih kesal pada pria itu. Pertemuan ini kerasanya teramat hambar.

Sejuk serentak Najendral mendudukan bungkung mereka pada alaskan reremput itu. Menatap gelombang air tenang pada danau. Air danau itu tidak keruh, sangatlah elok untuk dipandang.

" Jadi lo mau ngomong apa?" Sejuk mencari obrolan. Jujur, Najendral sempat membuat porak-poranda di hati Sejuk, namun tetap, air harus mengalah, dan memadami sang api. Egopun harus turun, kalau mau tetap bersama.

"Maaf untuk terlalu cemburu." kata Najendral menatap sangat sendu penuh penyesalan. "Gue takut lo pergi."

"Lo takut gue pergi?" lontar Sejuk.

Najendral menganguk. "Gue takut, perempuan ini jauh, dan hilang dari gue. Pergi, dan tak sekalipun kembali."

Sejuk melukir senyum tanpa ada artinya. "Gue nggak pergi, dan nggak akan pernah pergi."

"Janji?" pinta Najendral berjanji kelingking.

"Nggak bisa." tolak Sejuk menggeleng kepala.

"Pasti lo mau bilang ginikan, 'janji itu buat orang yang siap menepati' begitu Sejuk?"

Sejuk senyum pahit melebihi pahitnya pare. Rasanya, dia letih.

"Najen.." lirih Sejuk berseru.

Najendral mengangkat satu alisnya raut wajahnya seakan menyahut.

"Kalau nantinya lo yang pergi, gimana?" sontak Sejuk mendadak.

"Gue janji untuk bersama." kata Najendral teguh.

Ainaya 2 [DUNIA PENUH TOXIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang