023. Dia Adalah Api
Motor yang dikenakan Brian terhenti begitu saja di depan rumah Valethy, mereka berdua telah tiba di sini.
"Turun." perintah Brian dengan nada pelan.
Valethy yang kebetulan tidak menggunakan helm itupun lantas segera beranjak turun dari punggung motor Brian. Dengan perasaannya yang tidak karuan.
"Lo mau mampir?" tanya Valethy hanya sekedar basa-basi, dia mau lebih semakin dekat dengan Brian.
Brian menganguk'kan kepalanya setuju. Toh, dia sedikit penasaran, bagaimana sih rumah teman ibunya itu.
Secara bersamaan keduanya terus berjalan sampai tibalah di depan pintu rumah Valethy. Cewek itu merogoh tas selempangnya yang sudah terbuka sleting-nya, dia mengambil kunci untuk membuka pintu tersebut.
Ceklek!
"Ayo, masuk." tawar Valethy sekali lagi, seraya dia berjalan lurus menuju sofa.
Brian menatap sekeliling. Yah, lumayan lah, dia tidak akan menilai baik dan buruknya keadaan rumah seseorang. Itu tidak sopan.
"Mau gue buatin teh hangat?" Valethy kembali memberikan penawarannya.
Brian menyadarkan punggungnya di sandaran sofa, sedikit santai. Lalu dia menjawab. "Nggak perlu. Bukannya lo tadi lagi sakit?"
"Sekarang udah lebih baik. Gue mau ucapin terima kasih banyak, buat lo." Valethy tersenyum penuh manis, yang melebihi gula. Nggak, dia nggak ada manis-manisnya.
Cewek yang berkulit putih, nan mulus itu lantas duduk di samping Brian, dalam hatinya sana, dia merasa memenangkan banyak piala, mendapatkan banyak medali dan penghargaan.
'Gue hebatkan?' Pikir Valethy.
"Brian...." Valethy mulai berseru memanggil cowok itu.
"Apa?" Brian menjawab.
"Kalau nanti sakit gue tambah parah, kalau umur gue berakhir, tolong jagain Ma----" omongannya terhentikan oleh Brian.
"Lo sembuh, gue yakin." potong Brian.
Valethy tersenyum hambar tanpa ada buih-buih kemanisan. "Hm, gue."
"Sshtt..., gue bakal jagain lo lebih, daripada sebelumnya. Gue janji." ucap Brian penuh kesadaran.
Valethy tadinya tersenyum hambar, tapi kali ini dia sangat kesenangan. Bahagia, kata itu cocok untuk melukirkan tentang perasaannya kali ini.
Dia menangkan?
"Terima kasih." lirih Valethy mengucapkan kata terima kasihnya.
"Nah, sebagai tanda rasa terima kasih gue, gue akan masakin lo, masakan terlezat gue. Gue akan bikinin minuman spesial juga, buat lo." sambung cewek itu.
Brian mengangguk. "Gue bantu, ya?"
"Boleh banget!" sahut Valethy memekik girang. Rasanya dia senang, sampai dia bisa saja terbang ke angkasa. Ngapain coba terbang ke angkasa?
Siang itu, dihabiskan oleh Brian bersama Valethy memasak berdua, diiringi cekikikan dan tertawanya mereka. Yang mereka masak adalah seblak, juga brownis, tidak lupa membuat minuman bersoda.
Seusainya mereka masak, mereka lantas makan bersama di meja makan, dengan obrolan hangatnya itu.
Bagi Valethy, Brian kini bisa digapainya, Brian kini bukan langit yang menempatkan kalau dirinya tinggi. Brian akan jatuh padanya. Dan itu pasti.
"Adios, Ainaya Putri Adinda." batin Valethy, teramat sangat mengsyukuri nasib dari cewek itu. Entahlah, Ainaya pasti saat ini tengah menangis tersedu-sedu sambil merengek memanggil bundanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ainaya 2 [DUNIA PENUH TOXIC]
Dla nastolatków[ SELESAI ] "Yang lemah, pasti kalah." -nurhmanis in Ainaya 2. "Jangan anggap aku obat, karena pasti aku juga, yang akan nyakitin kamu." -Brian Putra Adeon. "Semua bisa dimaafin, kecuali pengkhiatan, Brian." -Ainaya Putri Adinda. Dia...