🌻058. Menuju Ujung Tanduk

24 4 0
                                    

058. Menuju Ujung Tanduk

Meskipun hari-hari yang dijalaninya saban hari semakin berat, Ainaya masih tampak tak putus asa. Walau dunia tidak lagi menginginkan kehadirannya di sini, tetap saja, dia harus bisa bertahan sedikitnya untuk dirinya sendiri. Walaupun seluruh dunia memusuhinya.

Saat ini, Ainaya menjenguk keadaan Putri yang masih terbaring lemah di ruang ICU. Ainaya segera membuka pintu ruangan itu. Hatinya teriris saat melihat Putri yang dipenuhi oleh selang, dan alat medis lainnya kondisi gadis itu tambah memburuk saja, tidak ada perubahan, lantaran sampai saat ini belum ada satupun orang yang rela mendonorkan jantungnya untuk Putri.

Ainaya menggeser kursi yang terletak di samping brankar, segera dia terduduk dan memegangi jari-jemari Putri. Sejujurnya tadi Ainaya sempat dilarang untuk datang ke ruangan ICU, namun karena Ainaya bersikeras akhirnya dokter mengizinkannya dengan waktu yang singkat, tak boleh lama.

"Halo, Putri," sapa Ainaya. Jatuhnya dia malah sedang bicara sendiri.

"Kakak Naya jahat banget, ya? Udah bikin Putri jadi kayak gini."

"Andai kalau saat itu Kakak nggak nyamperin kamu, pasti Kak Valethy nembaknya Kakak, bukan kamu, Put."

"Maafin Kakak ya?"

Ainaya menundukkan kepala sejenak, wajahnya benar-benar mengakspresiasikan kekecewaanya terhadap diri sendiri. Dia rasa apa yang orang-orang katakan tentangnya, tak pernah salah, nyatanya dia memang tak lebih dari seorang gadis pembawa sial, yang hanya membawa bencana.

Kepala Ainaya mulai menyadarkan kepalanya di samping Putri yang masih kritis.
Sampai perlahan, matanya itu mulai terpenjamkan sejenak.

"Bunuh diri!" Azka menekankan

"MATI!" Valethy berteriak.

"Bunuh diri sana, Nay! Nggak ada yang mau lo hidup. Semua orang nggak butuh lo." Sejuk tersenyum miring.

"PEMBUNUH!" seru mereka serentak.

"PELACUR!" mereka semua berseru lagi.

"Bunuh diri gampang, Nay!
Cepat sana!" Thaletha bilang.

"Cepet mati! Dan akhirin hidup lo, itu!" Sejuk tak hentinya berkata demikian sampai Ainaya menyerah.

"Mati! Lo nggak pantes hidup, jadi, cepatan mati!" Brian menunjuk ke arah Ainaya.

Sementara Ainaya kebinggungan di ruangan penuh berwarna putih, semua orang memenuhi ruangan itu, dan bahkan menyudut-nyudutkan Ainaya.

"ANAK NGGAK TAU MALU!" teriak Riris dan Wawan.

"SAYA NGGAK TERIMA KAMU JADI MENANTU SAYA!" caci Tara meninggikan nada bicaranya.

"Mati sendiri, atau gue yang matiin?" Azka menatap tajam Ainaya benar-benar tajam layaknya pembunuh.

"Pembunuh pantes hidup?" sindir Rara.

"CEPETAN BUNUH DIRI AJA, LO NGGAK PANTES HIDUP!" ucap Thaletha.

"GUE MAU LO MATI!" teriak Brian pada Ainaya.

Sementara Ainaya semakin binggungnya, ia berkali-kali menutup telinga untuk menepis semua perkataan ini, agar tak masuk ke dalam hatinya.

"Bunuh diri aja, sana!" lagi, lagi, Sejuk berkata demikian.

"Kita bahagia, kalau lo nggak ada!" kata Valethy dan Gema bersamaan.

"Kak Naya, Putri sakit, Kak. Putri butuh jantung, Kak...." lirih Putri terisak.

Ainaya spontan terbangun dari mimpinya, sekujur tubuhnya terbasahi oleh keringat, padahal seisi ruangan ini begitu dingin. Ainaya mengatur nafasnya kembali menenangkan dirinya. Mimpinya tadi membuat dirinya semakin terasa sesak.... apakah benar, semua orang menginginkan kematiannya?

Ainaya 2 [DUNIA PENUH TOXIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang